9. Suara Merdu
"Cinta itu buta, jika karena cinta, kita tersesat ke dalam lembah kemaksiatan"
Akhwatul_iffah
3 minggu telah berlalu.
Ujian semester ganjil telah usai beberapa hari yang lalu. Menjelang pembagian Raport sementer ganjil, hari ini semua siswa-siswi Madrasah Aliyah Negeri 1 kota Pasuruan mengikuti acara Gebyar Sholawat yang memang selalu diadakan selepas ujian, setelah acara istighosah bersama pada setiap tahunnya.
Acara yang diadakan di lapangan Madrasah ini, tidaklah semeriah saat acara perpisahan akhir tahun. Karena acara ini hanya diikuti para siswa-siswi beserta dewan guru, selepas penatnya pikiran menghadapi ujian
Acara istighosah yang diadakan madrasah ini bertujuan untuk semua siswa siswi melakukan dzikir dan doa bersama, mengharap ilmu yang didapatkan menjadi ilmu yang bermanfaat fiddiin waddunyaa wal aakhiroh.
Para Murid terlihat dengan khusyu'nya mengangkat kedua tangan seraya menundukkan kepala. Mengamini setiap do'a yang dibacakan oleh Pak Ibrahim, selaku guru Bahasa Arab di Madrasah ini.
"Bibarokatil fatihah," ucap Pak Ibrahim menutup do'a istighosah.
Dengan serentak semua siswa membaca surat Al Fatihah dan mengusap wajah dengan kedua tangannya sebagai tanda berakhirnya acara istighosah pagi ini.
Acara Gebyar sholawat sebagai acara berikutnya, bertujuan untuk kita persembahkan kepada junjungan kita Baginda Rosulillah SAW. Karena beliaulah penyampai ilmu agama islam yang pertama untuk kami para ummatnya.
Fathimah pov's
Aku dan Maryam yang sekarang hanya sebagai penonton, mengikuti acara di barisan paling kiri dan paling depan. Dekat dengan satir atau pembatas antara akhwat dan ikhwan.
Sebagian besar tampilan acara ini akan ditampilkan oleh para ikhwan. Terutama para pengurus remaja mushola yang aktif menjadi panitia penyelenggaranya.
Tanpa disengaja penglihatan ini menemukan sosok dia yang kurindukan. Mukhlis tampak sibuk kesana kemari memantau jalannya acara. Karena memang dialah ketua panitia acara ini selaku ketua Remus.
Saat melihatnya sekarang ini. Aku jadi teringat, semenjak kejadian di kedai es krim beberapa minggu lalu. Kami memang seakan menjaga jarak.
Kami sangat jarang bersama lagi dalam hal apapunnya. Selain memang sibuk dengan tugas dan persiapan ujian kemarin, ruang ujian kami pun berbeda. Jadi kami tak setiap hari lagi bertemu seperti hari-hari biasa yang memang posisi kami satu kelas.
"Ghodhdhul Bashor, Fathimah." Bisikan maryam mengagetkanku. Membuatku langsung membuang pandanganku dari arahnya yang tak kunjung lepas. Sontak aku menunduk, mendengar peringatan Maryam.
💌💌💌
وَقُل لِّلْمُؤْمِنَٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَٰرِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَاۖ ....
(Dan katakanlah kepada wanita yang beriman,
"Hendaklah mereka menahan pandangannya
dan memelihara kemaluannya
dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa tampak daripadanya........... )
Q.S An Nur Ayat 30
💌💌💌
"Astaghfirullahal'adhzim," ucapku lirih.
Ku lihat Maryam yang duduk di sampingku terkekeh kecil melihat diriku salah tingkah.
"Lagi kangen ya???"
Tanyanya senyum-senyum mulai menggodaku. Aku hanya diam tak menanggapinya.
"Selama ujian gak sekelas. Jadi gak pernah ketemu ya?" godanya lagi tak berhenti juga. Kali ini sembari menyenggol bahuku pelan.
"Perasaan...
akhir-akhir ini kayaknya kalian berdua terlihat saling menghindar. Ada masalah apa sih?" lanjutnya seperti penasaran, karena tak ada suara respon dariku.
"Hellooooo... Fathimah..."
Maryam melambai-lambaikan tangannya ke arah pandanganku yang masih menunduk.
"Apaan sih, Mar."
Tampak dia sedikit cemberut. Karena tak ku tanggapi ucapannya sejak tadi. Akhirnya bibir ini menarik tersenyum melihatnya cemberut lucu kayak gitu bibirnya di monyongin 😃
"Perasaan kamu aja kali, Mar." Aku mulai menanggapi perkataannya. Iya... hanya dengan sedikit jawaban yang lebih tepatnya, mengelak dari dugaannya yang sebenarnya memang benar adanya.
"Masak sih???
Nggak ah. Kelihatan banget kok kalian kalo ketemu gak bertegur sapa kayak biasanya. Malah Saling menunduk gitu."
"Ih... kamu ini gimana sih. Kan kamu sendiri tadi yang bilang jaga pandangan, ghodhdhul bashor."
"Hehe iya ya...
ooo jadi sekarang ceritanya saling cinta dalam diam nih?"
"Sssttt... udah ah.. udah mau mulai tuh acaranya," ucapku saat telingaku mendengar bunyi mikrofon yang diketuk dengan sebuah jari.
"Cie cie... ehem ehem... sang pangeran tuh yang tampil," bisiknya semakin menggodaku dengan mengerjap-ngerjapkan matanya.
Aku mendongak cepat memastikan omongannya. Benarkah dia?.
Ternyata memang benar adanya. Sekarang ku lihat Mukhlis duduk bersila di barisan terdepan, memegang mikrofon di tangannya. Kopiyah hitam dan baju koko berwarna putih menambah kharismanya menjadi sosok rojulun sholih yang memang pantas diharapkan menjadi kekasih halal.
Yaaaaa habiiiibal Qoolbiiiiiiy.....
Yaaaaa khoirol barooyaaaaa......
Ya lii ji'tabiiiil haqqiiiiyyyy.....
Rosuuuulal hidaaayaaaah.....
Merinding tubuh ini mendengarnya. Bergetar hatiku saat runguku menangkap suaranya yang begitu indah.
"Maa syaa Allah...
Betapa merdunya suara itu," ucapku lirih.
Ku tundukkan kepalaku saat netra kami tak sengaja bertemu.
Ya Rosulullah.. semoga Engkaupun senang akan persembahan lagu sholawat ini. Batinku dalam tunduk.
Lisanpun tak kuasa hanya diam saat mendengar salah satu lagu favoritku ini. Meluncurlah suara ini mengikuti nada sesuai suara koor yang kudengar saat ini, penuh senyum suka cita aku melantunkannya.
"iiiihhhhh... Masyaa Allah banget ya Fath. Suara doimu itu. Gak salah deh kamu mempunyai perasaan lebih kepada dia," ucap Maryam ke dekat telingaku. Karena suasana sedang ramai-ramainya, para siswa-siswi juga mengikuti senandung qosidah ini.
Terdengar kemudian, riuhnya tepuk tangan begitu selesainya satu qosidah yang telah terlantunkan dengan begitu merdu, persembahan dari ketua REMUS yang tak sedikit para siswi mengidolakannya.
Tak heran jika seorang Muhammad Mukhlis Afandi diidolakan oleh banyak akhwat. Karena dia memang sosok ikhwan yang berperawakan tinggi dan berwajah tampan, berakhlak baik, ditambah lagi dia mempunyai suara merdu yang belum ada tandingannya di Madrasah tahun ini. 💗
----***-----
Acara berakhir tepat saat berkumandangnya adzan dhuhur. Semua murid beranjak dari lokasi acara menuju ke Mushola untuk melaksanakan sholat dhuhur berjama'ah.
"Assalamu'alaikum, Zai."
Kusapa Zainab yang melintas di depanku saat aku duduk-duduk di bangku depan kelas. Hari ini aku tak ikut jama'ah sholat dhuhur, karena sedang kedatangan tamu bulanan. Jadilah aku menunggu kedatangan Maryam di sini seorang diri.
"Wa'alaikumsalam, maaf aku kesana dulu," jawabnya terkesan menghindar.
"Eh... tunggu dulu," Ku raih tangannya mencegah dia untuk berlalu.
Dia pun menoleh dengan wajah yang datar. Tak nampak senyum sama sekali, tak seperti biasanya. Saat bertemu di mana pun pasti dia akan tersenyum ramah kepadaku.
"Kamu kenapa sih zai? Kok kayak menghindar gitu. Gak seperti biasanya," tanyaku berusaha dengan nada sehalus mungkin dan tersenyum bersikap ramah.
"Gak papa," jawabnya singkat dan ketus, memalingkan wajahnya. Ku berjalan lebih mendekat mengikuti arah pandangnya. Sehingga aku berdiri tepat di hadapannya.
"Aku punya salahkah sama kamu?. Sampai-sampai kamu berubah sikap gini ke aku?"
Kutatap matanya mencari kejujuran di dalamnya. Dia malah memalingkan wajahnya lagi. Terlihat benar-benar enggan bertemu denganku.
"Udah lah Fath. Gak usah munafik," jawabnya sedikit membentak, seraya menghempaskan tanganku dan dia berlalu pergi meninggalkan tempatku berdiri saat ini.
Aku benar-benar shok mendengar jawabannya barusan.
"Munafik???."
"Munafik???."
Satu kata itu terus terngiang dalam pikiranku penuh tanda tanya. Akupun duduk kembali duduk di bangku yang tadi aku duduki dengan wajah yang masih heran dan bingung.
Kenapa Zainab bilang aku munafik?
Memangnya apa yang pernah aku lakuin ke dia?
Aku mengingat-ingat kapan terakhir kali mengobrol dengannya.
Yah... dia waktu itu cerita tentang perasaannya ke Mukhlis dan aku meninggalkannya begitu saja karena bel masuk berbunyi tanpa sedikit pun aku menanggapinya.
Apakah karena itu aku dibilang munafik?.
Pikiranku menebak-nebak.
Tapi kan memang waktu itu sudah terdengar bel. Dan sudah seharusnya aku masuk kedalam kelas. Saat itu juga tak lupa aku pamit ke dia sebelum meninggalkannya.
Zainab kenapa ya?? Pertanyaan ini terus saja mengusik pikiranku.
"Fath..."
"..."
"Fathimah..."
"..."
"Fathimah Az Zahra..."
Aku masih bergeming, masih tenggelam dengan segala terkaan dalam pikiranku.
"Ada ide nih." Gerutu Maryam dengan dirinya sendiri, wajah tampak berbinar. Maryam mendekatkan bibirnya ke telinga fathimah.
"Wooooooooiiiiii awaas kecoa tuuuuh."
Teriak Maryam dengan cepat dan suara yang lumayan keras.
"Mana.. mana... mana?"
Sontak aku terkejut dan langsung bingung sendiri, berjingkat-jingkat merasa jijik saat runguku menangkap kata KECOA.
Iya.. aku memang merasa ngeri kalau ada kecoa yang lewat di depanku. Apalagi menyentuhnya. Ampun deh....
Maryam tertawa terpingkal-pingkal melihat tingkahku.
"Iiiiiiihhh... iseng banget sih kamu, Maaar. Bikin kesel aja deeeh," ucapku saat menyadari di kerjai si Maryam.
Author Pov's
Dengan perasaan kesal Fathimah langsung menghentakkan kedua kakinya meninggalkan Maryam masuk ke dalam kelas.
"Hehehe... maaf maaf... kamu sih. Dipanggil sampai tiga kali gak jawab-jawab juga. Malah asyik bengong sendiri nggak ajak-ajak aku," ucap Maryam mengejar langkah Fathimah lalu ikut duduk di samping Fathimah.
Fathimah bergeming dan malah menenggelamkan wajahnya ke dalam lipatan kedua tangannya di atas meja.
"Loh... loh... kamu kenapa, Fath? Maaf ya kalo aku kelewatan bercandanya," ucap Maryam Sesaat saat mendapati tingkah Fathimah yang aneh menurutnya dengan nada merasa bersalah karena tak ada sahutan sama sekali.
Tak lama, tampak punggung Fathimah bergetar lalu isakan mulai terdengar.
"Fathimah..... kamu nangis?" Suara sendu dari Maryam karena baru pertama kalinya dia melihat sahabatnya ini menangis di depannya.
Keadaan kelas sepi. Hanya ada Fathimah dan Maryam di dalamnya, karena penghuni kelas sebagian besar langsung pulang setelah sholat jama'ah dhuhur tadi.
Sedangkan sebagian kecil lainnya masih bersih-bersih di lapangan pasca acara tadi dan kebanyakan dari mereka itu termasuk anggota REMUS.
Sedangkan Maryam kembali ke kelas lagi karena memang tasnya ia tinggal di dalam kelas dan berniat pulang bersama Fathimah naik bis, sebab dia tak membawa motor hari ini.
Maryam kelabakan, ia bingung harus melakukan apa,
"Fath... udahan dong nangisnya. aku minta maaf ya."
Rengeknya lagi mengelus-elus punggung Fathimah. Isak tangis Fathimahpun tak terdengar lagi.
"Kamu kenapa, Fath?"
Tanya Maryam lagi saat mengetahui Fathimah terlihat lebih tenang.
Tapi ketipak langkah kaki dari depan kelas mulai terdengar, pertanda akan ada beberapa orang akan masuk ke ruang kelas ini.
Maryam mengedarkan pandangannya. Benar saja, terlihat beberapa tas masih berada di dalam kelas.
Tak lama Mukhlis, Ihsan, Yusuf dan Ilyaslah datang bergerombol memasuki kelas menuju tempat duduk mereka yang berada di belakang kami duduk saat ini. Tampak gerombolan ikhwan itu masuk dengan wajah heran menatap ke arah kami.
Mukhlis berjalan pelan menuju meja kami, wajahnya penasaran memberi isyarat pertanyaan "Fathimah kenapa?" dengan jarinya yang menunjuk ke arah Fathimah.
Maryam hanya bisa mengangkat kedua bahunya, tanda iapun tak mengetahuinya.
Teman-teman Mukhlis segera keluar ruangan setelah Mukhlis menyuruh mereka pulang lebih dulu. Mukhlis pun akhirnya menghampiri kami.
"Sini biar aku yang ngomong," ucapnya dengan suara yang lirih.
Fathimah Pov's
"Fathimah... Mukhlis mau ngomong nih," tutur Maryam yang sontak membuatku mendongakkan wajahku kaget.
Kulihat dia telah duduk tepat di depanku, tampak tersenyum ke arahku. Aku hanya bisa menunduk malu dan mencegah Maryam yang hendak meninggalkan tempat duduk di sampingku. Aku gak mau hanya berdua dengan Mukhlis diruangan ini.
"Kamu kenapa, Fath? Ada masalah? " Tanya mukhlis dengan suara lembut. Aku hanya menggelengkan kepalaku.
"Nggak apa-apa kok nangis?"
"Udah enggak kok," jawabku lirih seraya membersihkan kulit wajahku yang masih sedikit basah akibat menangis tadi.
Sudah menjadi kebiasaanku, jika ada masalah dan aku belum bisa menyelesaikannya. Aku lebih memilih menangis dalam meluapkannya agar lebih tenang. Karena di saat seperti ini hatiku rasanya sesak.
"Ya udah kalau nggak mau cerita sekarang gak papa. Nanti aja ya," ucapannya membuatku mengernyitkan dahiku.
Perasaan aku gak pernah curhat sama dia. Bantiku.
"Hehe becanda kok," Dia terkekeh
"Kalau ada masalah, curahkanlah semuanya pada Allah. Mintalah agar hati ini diberi kesabaran dalam menghadapinya. Karena Allah memberikan masalah kepada hambanya itu adalah sebagai wujud cinta-Nya kepada hamba-Nya," ucapnya menasehatiku.
Akupun mengangguk tersenyum dan tertunduk, tak melihat kearahnya lagi.
"Iya in syaa Allah. Makasih ya nasehatnya."
"Iya sama-sama.
Oia Fath... Kak Diyah minta nomer hp kamu. Gak papa kan aku kasih?" tanyanya kemudian.
"Iya gak apa-apa silakan."
"Ehm.. ehm.. nasibnya jadi obat nyamuk gak enak juga ya. Boring." Suara deheman dan ucapan Maryam membuat kami terkekeh bersamaan.
"Ya maaf maaf, Mar. Kalau gitu aku pulang dulu ya."
Mukhlis segera beranjak, berdiri menyelempangkan tas di punggungnya setelah kekehannya tuntas.
"Titip bidadariku dijagain ya." Mukhlis menutupi pipi kanan dan lisannya, sedangkan tangan terbuka berbisik ke arah Maryam dengan jarak jauh sehingga suaranya tak begitu jelas Kudengar.
"Siap bos," jawab Maryam dengan posisi tangan hormat. Siapnya ala pasukan kepada sang kapten.
"Dia bilang apaan sih barusan, Mar? Kok kayak ada bidadari-bidadari gitu ya," tanyaku penasaran.
"Ecieee... kepo nih ye," ledek Maryam.
"Hmmm.. udah nggak jadi," ucapku memberengut kesal. Pura-pura merajuk.
"Hehe gitu aja ngambek.
Dia tadi bilang. Titip bidadariku dijagain ya," ucap Maryam sembari mengerlingkan matanya menggodaku. Membuat pipiku langsung muncul semburat warna merah.
"cie cie... merona tuh pipi. Yang udah didatengin pangerannya, langsung gak nangis lagi nih."
"Ihhh. Apaan sih, Mar. Yuk pulang," uapku segera beranjak, menggendong tas ransel miniku yang bercorak daun dan bunga warna hijau.
"Wah. Ni anak ya. Udah di temenin dari tadi juga. Malah aku di tinggalin," gerutu maryam yang masih terdengar oleh runguku. Terlihat kemudian dengan cepat dia melangkah menyusulku. Aku hanya tersenyum menanggapinya, sejenak aku bisa melupakan ucapan Zainab tadi.
--**--
"Kamu tadi kenapa sih, Fath?" tanya Maryam lagi, saat kami sudah duduk di bangku yang sama di dalam bis. Suasana bis tak begitu ramai dengan penumpang kali ini.
Rupanya dia masih penasaran apa sebab aku menangis tadi.
"Gak apa-apa, Mar. terjadi kesalahpahaman aja tadi."
"Kamu sama Mukhlis?" tanya Maryam yang memang sengaja aku tak menyebut nama Zainab dalam perkataanku tadi.
"Yeeee... kok sama Mukhlis? Ya gak lah," jawabku heran. Bisa-bisanya dia menganggap aku ada kesalahpahaman dengan mukhlis.
"Tadi kan kamu berhenti nangisnya setelah kedatangan Mukhlis, Fath. Jadi bisa aja kan masalahnya sama Mukhlis," jawabnya yang memang masuk akal aja menurutku.
"Tadi tuh, aku malulah, Mar. Ketahuan dia aku nangisnya," jawabku sembari membenarkan posisiku ke yang lebih nyaman.
"Sudah yah. Nggak usah dibahas lagi. Aku ngantuk nih," ucapku lagi dengan segera memejamkan mataku.
"Okelah," ucap Maryam segera memalingkan pandangannya ke arah luar jendela.
Bersambung.
12 J. Akhir 1439 H
Repost: 21 Shofar 1441 H
Assalamu'alaikum para pembaca...😊
Alhamdulillah part ini tembus 2000 lebih kata.
Semoga kalian suka dan bisa bermanfaat ya...
nambah ilmu Ayat Al Qur'an tentang Ghoddul Bashor .
Semoga kita bisa menjaga pandangan dari hal hal yang tak halal ya... aamiin...
Jangan lupa voment ya.
Di tunggu 😉😉😉
Wassalam
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top