41. Walimatul 'Urs

"Waktu bahagiaku yaitu saat bersamamu, suamiku"
😍😍😍

Akhwatul_Iffah

💖💖💖💖💖💖💕💕💖💖💖💖💖💖
**************************

Suara riuh mulai terdengar menyambut sinar mentari yang tampak cerah pagi ini.

Lalu lalang manusia mulai memenuhi ruangan di setiap bagian rumahku yang kini didekorasi serba putih, menampakkan keindahan dan melambangkan kesucian.

Bunga-bunga yang terikat hampir tampak di setiap sudut ruangan, menciptakan warna warni  keindahan ruangan ini.

"Fathimah sayang, ini sarapan dulu ya. Ajak suamimu sekalian. Ummi udah siapin nih buat kalian.
Kalian makan di sini nggak apa-apa ya. Di luar masih berantakan."
Tiba-tiba Ummi masuk dengan rapalan titah-titahnya seraya membawa sebuah nampan begitu tante Vina Keluar dari ruangan ini.

"Iya nggak pa-pa Ummi."
Aku yang sedang duduk di depan tempat rias mengikuti arah pandang Ummi yang mendekatiku, meletakkan nampan itu di atas meja rias.

"Pokoknya harus habis lo ya. Ummi nggak mau kamu pingsan nanti saat acara resepsi gegara lemas nggak sarapan."

"Iya iya In syaa Allah, Ummiku tersayang," jawabku senyum-senyum melihat Ummi yang sedari tadi sibuk dan mulai cerewet menyiapkan sarapan buatku.

Tak dapat dielakkan, memang kasih sayang ibu sepanjang masa. Perhatian dan kasih sayangnya tak kenal lelah dan tulus tanpa mengharap apa pun.

Bagaimana tidak. Anak yang semenjak dalam kandungan, dinanti lahir ke dunia ini penuh dengan perjuangan. Setelahnya diasuh, dirawat dan dibimbing hingga usianya dewasa dengan penuh cinta dan kasih sayang yang tiada batas.

Kini, saat seorang lelaki asing meminang dan ingin mengambil alih kepemilikannya. Seorang ibu rela menyerahkan putrinya dengan syarat kebahagiaan dunia dan akhirat yang akan didapatkan oleh putrinya itu.

"Maa syaa allah. Cantik sekali putri Ummi," ucapnya begitu netranya menatap wajahku yang telah usai dipoleh oleh tante Vinad.

"Umminya aja cantik gini. Anaknya nggak mau kalah dong." Senyum bahagiaku semakin tercetak.
Kemudian dibalas elusan tangan lembut Ummi di puncak kepala.

"Ih.. bisa aja deh. Putri sayangnya Ummi ini." Kali ini tangannya beralih menoel dagu. Aku hanya tersenyum manja menatap mata teduh milik seorang wanita yang kini bergamis warna biru muda ini.

"Suamimu mana, Nak?"
Degh.
Kata yang belum terbiasa terdengar ditelinga ini, membuat jantungku memompa lebih cepat.

Seperti belum percaya bahwa saat ini aku telah bersuami. Apalagi saat mengingat kejadian semalam. Membuatku malu. Tapi senyumku tak terlepas sejak tadi. Merasa sangat bahagia.

Sebangun tidur dini hari tadi. Selepas Sholat subuh dan murojaah pagi. kami tak banyak cakap.
Karena memang saling canggung, tampak dari sikap kami yang jadi salah tingkah saat pandangan kami tak sengaja bertemu. Untung saja tak lama dari selesainya murojaah kami, pintu kamarku telah diketuk oleh tante Vina untuk segera meriasku.

"Barusan kayaknya handphonenya bunyi, Mi. Mungkin sekarang lagi telponan," jawabku yang hanya mengira-ngira apa yang dia lakukan sekarang.

"Ya udah kamu panggil ya, Nak. Ummi mau beresin yang belakang dulu." Ummi pun ngacir, langsung keluar kamar begitu kuanggukkan kepala.

Aku beranjak, mulai melangkah ke ruangan yang hanya tersket oleh lemari. Sebuah ruangan yang masih satu ruangan dengan kamar ini, perpustakaan mini.
Karena ditempat inilah aku menyimpan berbagai koleksi buku dan kitabku.

Benar saja, kudapati dia yang asyik ngobrol entah dengan siapa. Dengan selingan tertawa sembari menatap pemandangan taman bunga yang berada di samping rumahku. Netranya bisa melihat semua itu, melalui kaca jendela yang kini telah tersibak kordennya.

Langkah ini terhenti, kini keberadaanku tak jauh darinya. Tapi sepertinya dia masih tak menyadari keberadaanku di sini.

Aku harus bagaimana ya? Kalau aku langsung sentuh pundaknya khawatir akan mengagetkannya. Kalau aku panggil? Aku manggil dia apa?
Masak ia sih aku panggil nama seperti sebelum kita nikah. Kan nggak sopan.

Jadi panggil apa ya?
Suamiku?
Cintaku?
Sayangku?
Ih malu ah

Jadi apa dong?
Mas ?
Kakak?
Atau abang?

Binguuuuung.

"Fathimah..." suaranya mengagetkanku yang sedari tadi terdiam, sibuk dengan berkecamuknya pikiranku.

"I-iya..." aku agak gugup. Melihat dia tiba-tiba telah berdiri tepat di hadapanku. Aku pun tak mengetahui sejak kapan dia telah menyelesaikan teleponannya.

"Ada apa? Kok kamu hanya berdiri saja di sini?.
Kamu cantik sekali."
Dia melangkah lebih dekat dan membisikkan kalimat terakhirnya itu kemudian tersenyum manis.

Jantungku mulai lagi bermaraton pagi ini setelah mendengar ucapannya. Dia selalu sukses membuatku tersipu malu dan membuatku kedua pipiku memanas.

"Alhamdulillah... terimakasih. Suamiku juga." Kubalas senyuman manisnya dengan hal yang serupa.

"Juga apa?" Kini wajahnya lebih mendekat ke arahku.

Aku tertunduk.
"Ganteng," ycapku lirih. Tapi pastilah terdengar olehnya dengan jarak sedekat ini.

"Alhamdulillah. Berarti kita cocok ya. Kamu cantik dan aku ganteng." Dengan PD nya dia berkata demikian, sembari menaik turunkan kedua alisnya.

Aku terkekeh melihat tingkahnya.
"Hehe iya in syaa Allah.
Oia hampir aja lupa.
Aku kesini mau ngajak kamu sarapan.
Yuk. Makanannya keburu dingin," ucapku langsung berbalik dan langkahku terhenti saat jemari tangan ini di raihnya. Kemudian jemarinya menyemat kesela jari-jariku.

Aku mendongak menatapnya, langsung kami saling senyum kemudian melangkah beriringan dengan bergandengan tangan. *(Romantis kan??? Romantisnya dapat pahala lo kalo udah nikah? 😄😄😄)

Sungguh indahnya kehalalan. Menyematkan tangan seperti ini saja akan mengalirkan pahala. Karena Allah meridhoi sepasang insan yang saling mencintai dalam ikatan halal.

"Aku suapin ya," tuturnya begitu tangannya telah memegang sendok yang telah tersedia di atas piring
Sendok yang telah terisi makanan beserta lauk pauknya serta lengkap dengan sayurnya.

Aku pun mengangguk dan menyeret satu kursi untuk duduk berhadapan dengannya.

"Ummi tau aja ya bikin kita lebih dekat dan romantis. Makan aja kita sepiring berdua. Mana lagi ini sendoknya juga ada satu," ujarnya sembari mulai memilah nasi beserta lauknya kemudian tersenyum ke arahku.

Dia menyodorkan tangannya dan aku mulai menganga.

"Basmalah dulu sayang."

"Bismillahirrohmanirrohim," ucapku malu dan salah tingkah, ketahuan lupa nggak baca doa dulu.

Meski malu, tapi aku merasakan sebuah kebahagiaan didalamnya.
Karena dalam hal sekecil ini. Dia tak lupa mengingatkanku. Mengingatkanku agar aku selalu ingat kepadaNya kapanpun dan saat apapun.

Semoga rasa cintaku kepadanya akan mengantarkan cintaku menuju Cinta Nya.

"Sekarang gantian ya aku yang suapin kamu." Kuraih sendok yang ada di tangannya saat aku berhasil menelan beberapa kali suapan darinya.

Aku terhenyak.
Saat tangan kiriku di genggamnya. Kedua matanya menatapku lekat. Aku pun memberanikan diri membalas tatapannya.
Tapi belum bisa, malu mengalahkan keberanianku menatapnya.

"Jangan menunduk, Sayang. Aku suka menatap manik mata indahmu itu," bisiknya mendekat ke telingaku

Tatapan kami bertemu, tatapan yang penuh dengan gelora cinta yang semakin tumbuh kurasakan.
Melampiaskan sebuah rasa cinta yang selama ini kami pendam. Dan menumpahkannya saat ini setelah kehalalan itu tiba.
Bak tanaman yang layu, kini tersiram oleh tetesan air akan bersemi kembali memancarkan keindahannya melalui warna hijaunya.

Begitulah cintaku awalnya yang lama terpendam bahkan berulang kali ingin kumusnahkan. Tapi apalah dayaku, pada akhirnya Allah memberikanku jalan kehalalan untuk menyirami cintaku yang mulai layu.

Dia mendekatkan wajahnya sembari tersenyum. Terlihat sangat tampan.
Dia suamiku, bagaimana aku tak semakin cinta, dia selalu dengan manis memperlakukanku.

Hatiku berdebar tak karuan di posisi seperti ini. Tapi aku ingin menikmatinya. Tatapan yang di dalamnya mengalir pahala dan rahmat Allah.
Maa syaa Allah Beginilah indahnya ikatan halal.😍😍😍
Kebahagiaan kurasakan membuncah mengakibatkan bibir ini enggan melepas senyuman.

Tok tok tok.

Hidung kami yang telah saling menyentuh, kini langsung menjauh saat terkejut oleh suara ketukan pintu.

Dia pun tampak ingin berdiri. Tapi aku cegah. Kuisi sendok dengan makanan lalu menyuapinya.

Aku pun beranjak saat melihat dia mulai mengunyah makanannya.
Membuka pintu kamarku yang memang tidak terkunci.

Saat aku buka. Kosong.
Tak ada seoran gpun yang berada di depan pintu kamarku. Kutengok kanan kiri sekitaran depan kamarku.
Tak ada siapapun.

Aku pun menutup kembali pintu.

"Siapa?"
Aku hanya menggeleng tanda tak tau.

Kemudian kami pun melanjutkan aktivitas sarapan kami dengan saling menyuapi satu sama lain.

Tak lama setelah kami beres sarapan, suara Ummi mulai terdengar di balik pintu.
"

Fathimah, kamu dan suamimu sudah siap kan, Sayang?"

"Iya Ummi," ucapku kemudian membuka pintu.

"Ya sudah.. segera ke depan ya, Sayang. Tamu sudah mulai berdatangan."
Ummi berlalu dari hadapanku begitu aku menganggukkam kepala.

"Yuk, Sayang." Tiba-tiba sebuah tangan menelusup dijemariku. Menggenggam lembut tangan kananku.

Kulihat senyumnya. Kemudian ikut tersenyum dan mengangguk.
Langkah kami beriringan selaras, santai dan kompak.

"Maa syaa Allah... adeknya kakak ganteng dan cantik banget nih. Benar-benar serasi. Mabruk ya, Dek." Langkah kaki kami terhenti, saat mendapati kak Diyah yang berdiri di depan kami.

"Aamiin," jawab kami serempak
"Alhamdulillah, Kak," jawabku
"Makasih kak." Tambah Mukhlis.

"Oia... semoga Affan segera punya adik dari kalian ya," goda Kak Diyah yang membuatku tersipu.

"Hehehe  iya, Kak.Aamiin. Mukhlis usahakan." Dengan lantang Mukhlis menjawabnya kemudian mengedipkN satu matanya ke arahku.

"Au." Dia mengaduh kesakitan. aku mencubitnya gemas.
"Kenapa sih, Sayang?"
"Malu," bisikku.
"Kan kita udah ikhtiyar semalam." Kali ini bisiknya pelan. Tapi aku yang mendengarnya langsung sedikit melotot.
Kak Diyah malah terkekeh melihat interaksi kami berdua.

"Udah ah. Kakak sebel.
kalian berdua malah asik bisik-bisik sendiri. Sampai Fathimah merona gitu pipinya.
Bang Furqon mana ya?"

"Yeee. Bilang aja kangen kakanda," ledek Mukhlis dilanjutkan tawanya.

"Emang iya. Daaaah." Dengan kibasan tangannya, kemudian kak Diyah meninggalkan kami sembari tersenyum bahagia.

Acara resepsi pun dimulai pukul 08.00 pagi. Para tamu datang di awali oleh para tetangga dekat, kemudian disusul keluarga dan teman-teman.

Alunan Sholawat dan Musik gambus ikut meramaikan dan menyambut para tamu undangan yang hadir.

Seusai mengisi buku tamu. Para tamu pun langsung dipersilahkan untuk menikmati hidangan kemudian memberikan selamat doa Restu kepada mempelai sebelum pamit pulang.

"Assalamu'alaikum sobat-sobatku. Selamat ya Mukhlis , Fathimah. Akhirnya kalian berdua benar-benar bersatu. Nggak sia-sia dong selama ini aku jadi makcomblang kalian berdua." Suara gaduh nan cempreng ini muncul dari sahabatku, Maryam. Dia tiba-tiba muncul disampingku. Menghebohkan suasana pelaminan yang tadinya adem ayem.

"Waalaikumsalam warohamtullah wabarokatuh," jawab kami serempak.

"Terimakasih ya mak comblang anda berhasil," ucap Mukhlis seraya menyodorkan jempol, yang kemudian Maryam melotot karena panggilan Mukhlis.

Aku terkekeh kemudian menyela keduanya.
"Makasih ya, Mar. Doanya dong buat kita."

"Uups iya ya lupa. Hehe.
Semoga kalian berdua jadi keluarga yang sakinah mawaddah warohmah. Aamiin."
Beginilah sahabatku yang satu ini. Gampang banget teralihkan
Tak lama setelah kedatangan Maryam datang juga kak Nisa yang juga tak kalah heboh.

"Ya Allah Iceee.... tega amat sih kamu langkahin Kakak nikahnya." Nada manjanya muncul nih sambil drama pakek ekspresi cemberut.

"Hehe alhamdulillah dong, Kak. Fathimah berarti menang dong. Kan kakak yang baik itu mengalah sama adeknya."
Kak Nisa langsung kalah telak nih. Membuatnya kini mengangguk-anggukkan kepala pasrah, lalu memberi doa restu kepada kami.

Tak terasa hampir 2 jam aku berdiri dan duduk di sini. Menyambut para tamu undangan yang mencakup sekitar 300 an. Capek juga sih rasanya. Sudah dua kali ganti baju pula.

Baru duduk sebentar, terdengar suara
"Barokallah ya Akhi. Barokallahu lakuma bi khoir. Selamat ya Bro udah lepas masa lajang nih." Suara lelaki yang sepertinya aku kenal membuat aku menoleh ke arahnya.

Pandangan kami sempat bertemu hanya sebentar. Karena netraku langsung menunduk saat tau dia yang kini berdiri di depan suamiku.

"Aamiin ya Mujibas sa ilin yaa Rob.
Syukron kastir ya Sob sudah menyempatkan hadir di pernikahan ane."

"Ya iyalah Bro. Antum kan juga hadir saat pernikahan ane. Masak iya brother terbaik ane ini nikah. Ane nggak hadir. Bisa di pecat nih ane jadi saudara antum."

"Yaelah... ada ada aja antum nih. Ya nggak akan sampek segitunya juga kali. Kan ane brother antum yang pengertian dan bisa memahami antum yang super duper sibuknya."
Terdengar mereka saling tertawa. Aku hanya diam menunduk.

"Fathimah." Terdengar panggilan darinya membuatku terpaksa mendongak.

"Gus Ibra." Laki-laki yang berbaju maron dan bersongkok putih ini kini berdiri di depanku dengan jarak yang tak terlalu dekat. Tampak senyumnya ke arahku. Menatapku tanpa berkedip. Aku menunduk merasa risih dengan tatapannya.

"Selamat ya. Nggak nyangka nih. Ternyata kamu berjodohnya dengan sahabat saya sendiri."
Hah??? Ternyata Mukhlis itu sahabatan dengan Gus Ibra.

Berarti yang waktu itu beneran Mukhlis dong yang hadir dinikahannya Gus Ibra. Memoriku berputar kemasa lalu.

"Terimakasih Gus. Bukankah jodoh itu memang rahasia Allah dan telah ditetapkan sejak Zaman Ajali. Dan kita tak bisa mengelak dari segala ketetapanNya."

"Iya kamu benar sekali. Sekali lagi selamat ya semoga kalian akan selalu bahagia, menjadi keluarga yang sakinah mawadah warohmah."

"Aamiin," jawabku lirih kemudian menangkupkan kedua tanganku didada dan dia menjauh dari hadapanku.

Sebelum adzan dhuhur berkumandang. Acara ini pun telah selesai dan berjalan dengan lancar tanpa ada hambatan apa pun.

"Capek ya, Sayang?" tanyanya begitu dia masuk dan mendapatiku yang telah duduk di tepi ranjang sedang menselonjorkan kaki.

"Iya nih. Kaki Fathimah pegel. Nggak biasa pakai highells," ucapku nyengir sembari memijat sendiri betisku.

"Sini... aku pijitin." Dia mengangkat kakiku kemudian memangkunya.

"Nggak usah. Kamu kan juga pasti capek."

"Nggak ap-apa sayangku. Dengan melihat kamu tersenyum. Capekku langsung hilang."

"Aish... bisa aja ngegombalnya."

"Siapa yang gombal?. Itu memang kenyataannya istriku." Tangannya mulai bergerak memijiti kaki kananku.

"Terima kasih ya, Suamiku," ucapku malu-malu, kemudian mendapatkan anggukan darinya.

💌💌💌

ﻭَﻣِﻦْ ﺀَﺍﻳَٰﺘِﻪِۦٓ ﺃَﻥْ ﺧَﻠَﻖَ ﻟَﻜُﻢ ﻣِّﻦْ ﺃَﻧﻔُﺴِﻜُﻢْ ﺃَﺯْﻭَٰﺟًۭﺎ ﻟِّﺘَﺴْﻜُﻨُﻮٓﺍ۟ ﺇِﻟَﻴْﻬَﺎ ﻭَﺟَﻌَﻞَ ﺑَﻴْﻨَﻜُﻢ ﻣَّﻮَﺩَّﺓًۭ ﻭَﺭَﺣْﻤَﺔً ۚ ﺇِﻥَّ ﻓِﻰ ﺫَٰﻟِﻚَ ﻝَﺀَﺍﻳَٰﺖٍۢ ﻟِّﻘَﻮْﻡٍۢ ﻳَﺘَﻔَﻜَّﺮُﻭﻥَ
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”
[ QS. Ar. Ruum (30):21].

💌💌💌

(Gambar dari IG@kawanimut ini aku suka. Ku buat gambarannya Fathimah dan Mukhlis aja. Cocok kan? 😍😍😍 semoga sahabat pembaca suka ya 😉)

.
.
.
.
.
.
.

Bersambung....
29RobiulAwwal1440H.
Reppost: 02 J. Akhir 1441 H

*assalamu'alaikum sahabat pembaca.
Alhamdulillah part ini saya langsung publish.

Cepat kan? 😃😃
Sebagai ganti kelamaan yang part sebelumnya.
Semoga bermanfaat dan pada suka ya 😉

Jangan lupa tadarus Al Qur'annya setiap hari ya.
Bertepatan hari jumat mubarok nih.
Jangan lupa baca Alkahfi😊

Ditunggu Vote dan komentarnya.
Syukron 😉😉😉
Wassalam

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top