33. Prasangka
"Janganlah terburu bersu'udhzon dengan apa yang hanya kau lihat secara dhohir. Karena apa yang kau lihat itu terkadang diluar sangkaan burukmu"
Akhwatul_Iffah
🌹🌹🌹🌹🌹🐝🐝🐝🌹🌹🌹🌹🌹
Langkah kakiku enggan untuk berhenti melangkah.
Terus berjalan dan terus melangkah dengan cepat.
Tak pedulikan telah seberapa jauh kaki ini melangkah.
Aku gak mau dia sampai melihat keberadaanku. Itulah yang aku pikirkan sekarang.
Kejadian tadi seakan terus terbayang dan menari-nari di pelupuk mataku. Hatiku semakin nyeri dan sakit mengingat itu semua.
Akhirnya kaki ini berhenti. Berdiri di bawah pohon yang mungkin sudah lumayan jauh dari alun-alun kota. Terbukti, tak ada lagi lalu lalang orang-orang di sekitar sini.
Peristiwa beberapa menit yang lalu sukses membuat hatiku seakan telah terhunus sebuah pedang yang begitu tajam. Sehingga ku rasakan sakit yang mendalam. Hanya saja goresannya tak mampu mengeluarkan darah barang setetes pun.
Sebigini sakitnyakah hati ini saat melihat dia yang kucintai dekat dengan wanita lain?
Apakah wanita itu adalah istrinya ? Karena tak mungkin itu adik kandungnya. Yang aku tahu dia hanya memiliki seorang kakak perempuan. Dan yang pasti tadi itu bukanlah Kak Diyah.
Lalu siapa???
Ya Allah....
Kuhirup nafas dalam kemudian menghembuskannya perlahan mengatup oksigen lebih, agar mengurangi kesesakan hatiku.
Mungkinkah hatinya telah berbelok mencintai wanita itu setelah kejadian 6 bulan yang lalu? Sudahkah dia mengetahui kalau aku saat itu telah bertunangan, sehingga dia memutuskan untuk berpaling kepada wanita lain?
Sebegitu cepatkah hatinya beralih?
Ya Allah... hamba tau Engkaulah sang pembolak balik hati manusia.
Jadi bisa saja dengan kekuasaan-Mu, hati manusia akan berbalik dalam waktu sekejap.
Tak terasa buliran air telah lolos dari pelupuk mataku, mewakili kepedihan hatiku.
Aku masih tak habis pikir. Seperti inilah ujian cintaku kepada makhluk.
Di saat pertunangan itu batal, hatiku terlalu berbahagia dan berharap akan bersatu dengannya. Karena tak ada lagi bentangan yang menghalangi kami.
Tapi ingatlah.. itu hanyalah pemikiranku sebagai manusia biasa yang tak punya daya apa pun selain dari-Nya.
Ya Allah..... Ampunilah hambamu ini.
Apakah ini sebuah teguran dari-Mu?
Karena hatiku berlabuh pada laki-laki sebelum adanya ikatan halal? Padahal belum tentu juga dia yang saat ini kucintai adalah jodohku yang telah tertulis di lauhmahfudh.
Drrt Drrtt
Ya Habiibal Qolbiy...
Deringan ponselku membuyarkan lamunanku.
Tertera nama Maryam
Ya Allah... pasti dia bingung mencariku sekarang. Batinku
Buru-buru kugeser layar tombol hijau, sedangkan tangan kiriku mengusap air mata yang telah membasahi pipiku.
Kuhembuskan napas panjang sebelum bersuara, agar tak terdengar serak sehabis menangis.
"Fathimaaaah kamu di mana?" teriaknya benar-benar memekik telinga.
"Assalamu'alaikum"
Aku tak menjawab pertanyaannya, malah aku ucap salam mengingatkannya.
"Waalaikumsalam warohmah. Hehe maaf lupa saking paniknya aku cariin kamu. Kamu di mana sih? Aku buru-buru nih. Barusan ditelpon mama, katanya nenek masuk rumah sakit."
"Innalillahi... aku ada urusan bentar nih, Mar. Maaf...
Ini kamu buru-buru mau ke rumah sakit? Ya udah gak apa-apa kamu duluan aja."
"Tapi entar kamunya gimana?"
"Tenang aja. Nanti aku minta jemput Ahmad."
"Tapi kan tadi aku yang ngajak kamu keluar Fathimah. Jadi sudah seharusnya aku balikin kamu sampai rumah."
"Udah gak apa-apa, Mar. Ini kan keadaannya mendesak. Jadi kamu duluan aja.
Kamu hati-hati di jalan ya. Semoga nenek kamu lekas sembuh. Maaf aku belum bisa ikut jenguk sekarang."
"Aamiin.. iya gak apa-apa Fathimah.
Makasih.
Maaf juga ya. Assalamu'alaikum"
Kuhembuskan napas lega setelah layar HP tampak warna hitam.
Aku menunduk,,,,
Tak sengaja netra ini menangkap gelang yang masih setia bertengger di lengan kananku.
Kembali aku ingat si pemberinya,
Mukhlis.
Hati ini kembali sesak. Teringat kejadian tadi, dia yang memegang pundak seorang wanita bergamis coklat untuk membantunya berdiri, terlihat sangat dekat dan mesra.
Ya Allah.....
Kukerjapkan kedua mata seraya menggeleng-gelengkan kepala.
Niatnya ingin menghilangkan bayangan itu.
Apalah dayaku, selalu teringat.
Kembali kulangkahkan kaki ini setelah sms Ahmad telah terkirim. Aku memintanya untuk menjemputku sekarang. Tapi dia bilang baru bisa menjepumtku 15 menit ke depan. Jadilah aku memutuskan bertemu dia nanti di Mushola Al Hikmah yang terletak di selatan Alun-alun kota.
Langit mendung tertutup awan hitam, saat kutengadahkan pandanganku ke atas.
Ya Allah....
Hati ini sesaķ mengingat cintaku yang mungkin tak pernah bisa bersatu dengan dia. Celah itu tertutup kembali. Apalagi mungkin saat ini perasaanku telah bertepuk sebelah tangan karena dia telah memilih wanita lain.
Kurasakan rintik-rintik hujan mulai turun. Tak kupedulikan. Biarlah air mataku terluap bersamaan air hujan yang mengalir di wajahku.
Terus kaki ini melangkah. Suasana sepi. Alur kendaraan pun hampir tak ada.
Allahuakbar Allahu akbar.
Terdengar kumandang adzan pertanda sudah masuk waktu sholat Dhuhur. Aku pun terus berjalan, sejenak aku lupakan segala masalah tadi dengan menfokuskan pendengaran ini menangkap suara adzan lalu menjawabnya sesuai yang di syari'atkan.
💌💌💌
Hadits yang diriwayatkan oleh Abdulloh bin Amr bin Ash rodhiyallohu 'anhu ;
ﺇِﺫَﺍ ﺳَﻤِﻌْﺘُﻢُ ﺍﻟْﻤُﺆَﺫِّﻥَ، ﻓَﻘُﻮﻟُﻮﺍ ﻣِﺜْﻞَ ﻣَﺎ ﻳَﻘُﻮﻝُ
"Jika kalian mendengar orang yang sedang adzan, maka ucapkanlah seperti apa yang ia ucapkan."
(Shohih Muslim, no.384)
http://www.fikihkontemporer.com/2013/03/hukum-menjawab-adzan-yang-bersamaan.html?m=1
💌💌💌
Dengan segera aku menuju Mushola, agar bisa ikut sholat berjama'ah di sana, menembus tetes-tetesan air yang jatuh.
Tak membutuhkan waktu lama. Akhirnya, aku telah sampai di teras mushola dengan baju lembab, sedikit basah. Kuraih tisu di dalam tas untuk mengeringkan wajahku.
Selepas mengikuti sholat berjama'ah,
kembali kuterduduk di teras, berniat menunggu Ahmad yang katanya sudah on the way. Aku terdiam menatap arah depanku dan melihat pemandangan yang membuatku iri.
Di parkiran mushola yang berada tak jauh di depanku, tampak seorang pria dan wanita bergandengan tangan menuju motor yang terparkir. Terlihat mereka tersenyum dan sesekali tertawa penuh kebahagian sembari mengobrol.
Entah apa yang di ucapkan si laki-laki sampai si wanitanya tersenyum bergelayut manja.
Saat memakai helm, si laki-laki memakaikan kepada wanita yang berhijab warna hitam itu. Sedangkan si wanitanya menatapnya sambil tertawa tipis.
Akhirnya mereka pun berboncengan, si wanitanya menyenderkan kepala ke punggung si laki-laki.
Ya Allah Mesranya...
Sepertinya mereka sepasang pengantin baru. Batinku. Tak terasa bibirku tertarik sedikit membentuk lekungan.
Ya Allah... sebutku dalam hati, saat kembali kuteringat bagaimana keadaan diriku saat ini. Mungkin aku akan sebahagia itu jika aku bersamanya.
Astaghfirullahal'adhziim.
Aku benar-benar sedih, mengingat dia yang kuharapkan kini tak pantas kuharapkan lagi. Aku harus bisa mengenyahkan harapan ini agar rasa kecewaku tak semakin mendalam.
Pradugaku tak mempunyai alasan lain untuk menghibur hatiku. Karena posisi mereka tadi sangat dekat. Seakan dengan mahramnya, bukan orang lain.
Yang aku tau Mukhlis adalah laki-laki yang paling menjaga hubungan dengan lawan jenisnya sejak dulu.
Aku jadi teringat dulu saat pertama kali bertemu dengannya.
Dari pandangan pertama kamilah yang telah sukses membuat hatiku berdesir, merasakan suatu rasa yang awalnya aku tak tau apakah itu.
Sehingga pertemuan selanjutnya muncullah rasa kagum akan akhlaknya, simpati dengan kebaikannya, kembali kagum akan giatnya dia dalam ibadah dan kembali simpati dengan kelebihan-kelebihannya. Baik itu suaranya yang merdu dalam bertadarrus atau pun melantun sholawat dan juga kemampuannya yang begitu bijak dalam memimpin suatu organisasi.
FlashBack On.
Di perpustakaan.
Aku terus berjinjit berusaha meraih buku bersampul biru di rak yang berada atasku.
"Huft... nggak nyampek," keluhku sembari hembus nafas kasar dengan kesal karena aku belum berhasil juga meraih buku itu.
Kumulai berjinjit lagi dan semakin berjinjit sampai jariku mampu menyentuh dan menggesernya pelan dengan terus berusaha menopang tubuhku hanya dengan ujung jari kakiku yang sedikit menginjak lantai.
Aku terus meraih buku itu, hampir dapat...
Tapi tiba-tiba
Bugh...
Aku kehilangan keseimbangan. Tubuhku oleng dan seakan melayang. Buku berhasil berada di tanganku tapi kemudian terlempar dan jatuh, karena tanganku belum sempurna memegangnya.
Merasakan tubuhku seperti melayang, aku memejamkan mata takut.
Tapi apa yang terjadi ini?
"Innalillahi..." terdengar suara laki-laki di dekatku. Aku sangat terkejut karena tubuhku mendarat di tangkap sepasang tangan seseorang.
Aku pun membuka mata, sedangkan dia sedikit menunduk. Pandangan kami bertemu.
Hening beberapa detik.
Dengan posisi yang begitu dekat, seakan dia menggendong bagian atas tubuhku.
Degh...baru kulihat senyumnya membuat jantungku memompa lebih cepat.
Kami pun sama-sama merapalkan istighfar setelah sadar dari tatapan beberapa detik itu.
Ya Allah... kenapa aku jadi deg-degan begini? ucapku lalu menundukkan kepala.
"Maaf," ucapku kemudian berusaha bangkit dan dia membantuku.
"Syukron katsir ya," ucapku tertunduk setelah berdiri tegap didepannya.
"Afwan.... lain kali hati-hati ya."
Aku mengangguk dan kemudian dia berlalu dari hadapanku.
Pertemuan pertama. Dia sudah memberi perhatiannya untukku.hihihi Aku baper yak 😄😄😄
Flashback Of
Hati ini semakin terhimpit kurasakan saat mengingat itu semua. Karena aku tak bisa memiliki dia. Hanya dari dia yang selama ini hatiku tak pernah mampu berpaling.
-----***-----
Angin berhembus dengan membawa hawa dingin menerpa wajahku. Saat ini, aku duduk di bangku taman belakang rumah menikmati senja.
Baru saja aku menyelesaikan murojaah sore. Al Qur'an mini berwarna hijau kini masih dalam genggamanku dalam keadaan tertutup.
Ya Allah....
Baru beberapa hari kemarin aku merasakan kebahagiaan yang sangat setelah wisuda dan mendengar kabar gagalnya pertunanganku.
Aku mengira itu adalah suatu peluang bagiku untuk bisa bersatu dengan dia, mengingat dia akan pulang ke tanah air dan akan meminang seorang wanita yang kuketahui kemungkinan itu adalah diriku.
Tapi....
Kugigit bibir bawahku menahan isakan dan membiarkan butiran air mengalir di kedua pipiku.
Kenyataan pahit harus kuterima sekarang.
Karena itu semua hanya pemikiran hamba yang terlena akan cinta ini. Begitu berharapnya hamba bisa berjodoh dengan dia yang juga mencintaiku, sehingga kekecewaan yang aku rasakan saat ini begitu menyayat hati.
Aku benar-benar khilaf. Mengharap sesuatu berlebihan selain pada-Nya.
Faghfirliy Dzunubiy yaa Robb...
Kuhirup udara dalam, kemudian menghembuskannya pelan. Tanganku menepis buliran-buliran yang membasahi pipiku.
"Aku harus kuat. Semua pasti akan ada hikmahnya. Kalau dia memang bukan jodohku. Pasti Allah menyiapkan jodoh lain yang terbaik buatku," gumamku lirih. Berusaha menghibur hatiku sendiri.
Aku beranjak. Namun urung, saat aku melihat Abi berjalan ke arahku sembari tersenyum. Aku pun tersenyum membalasnya.
"Udah lama di sini, Nak?"
"Lumayan Bi. Udah dapat satu juz," ucapku kembali mendaratkan punggungku ke tempat semula.
"Alhamdulillah... Abi bangga dan sangat bahagia mempunyai putri seperti kamu, Sayang. Semoga terus istiqomah ya, Nak. Dan segera menemukan jodoh yang terbaik." Abi meraih tubuhku, memeluk dan mengecup keningku.
"Aamiin.
Kok Abi bahas-bahas jodoh? " tanyaku mendongak tetap dalam pelukannya.
"Emang kamu gak mau ketemu jodoh kamu?" tanya Abi menoel daguku.
"Hehe ya maulah Bi," timpalku malu-malu.
"Abi berharap kamu gak terlarut dalam kekecewaan karena pertunanganmu yang gagal, Nak. Abi lihat kamu sering murung gitu." Abi mengelus puncak kepalaku.
Ya Allah Bi. Maafkan Fathimah. Fathimah sedih bukan karena soal itu Bi. Tapi Fathimah patah hati karena laki-laki lain. Batinku.
"Makhluk di Bumi ini diciptakan Allah berpasang-pasangan. Kamu pasti sudah tau kan Firman Allah dalam Al Qur'an?" Aku pun mengangguk.
💌💌💌
Ya Sin 36:36
سُبْحَٰنَ ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلْأَزْوَٰجَ كُلَّهَا مِمَّا تُنۢبِتُ ٱلْأَرْضُ وَمِنْ أَنفُسِهِمْ وَمِمَّا لَا يَعْلَمُونَ
(Maha Suci Allah yang telah menciptakan pasangan-pasangan) yang berjenis-jenis (semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi) berupa biji-bijian dan lain-lainnya (dan dari diri mereka) yaitu jenis pria dan wanita (maupun dari apa yang tidak mereka ketahui) yaitu makholuk-makhluk yang ajaib dan aneh.
Dapatkan Aplikasi Quran:https://goo.gl/w6rESk
💌💌💌
Kamu gak usah risau dan khawatir, S...ayang. Jodoh yang Allah siapkan pasti yang terbaik buatmu.
Jadi untuk saat ini, berdoalah dan selalu perbaikilah dirimu dengan sebaik-baiknya menuju hamba yang berjuang meraih ridhoNya.
Raihlah cinta-Nya maka In syaa Allah DIA akan mengirimkan seseorang yang akan mengantarmu ke surga-Nya.
Di balik segala kejadian, pasti akan ada hikmah yang baik. Karena Allah maha mengetahui, sedangkan kita makhluk-Nya yang lemah ini tidak tahu apa-apa. Yang sabar ya, Sayang." Aku pun mengangguk seraya tersenyum kepadanya.
Hening...
Abi membuka bukunya, sedangkan aku kembali sibuk dengan pikiranku sembari menatap langit jingga yang di tinggalkan sang mentari.
"Abi... besok Fathimah ingin kembali ke pondok boleh nggak, Bi?" tanyaku kepada Abi yang masih Asyik membaca buku yang berada di tangannya dengan kaca mata yang bertengger di kedua netranya.
Sontak beliau langsung menoleh ke arahku. Meletakkan kaca mata di dalam sakunya dan menutup bukunya.
"Loh... kok udah mau balik? Kan masih liburan, Nak. Kenapa?"
"Ingin aja sih, Bi. Itu pun kalau di izinin sama Abi dan Ummi, " ucapku menunduk.
Nggak mungkin kan aku bilang ingin lari dari keadaan yang membuat hati ini sesak.
Sejak semalam, pikiranku seakan kacau. Menerka-nerka dan bertanya-tanya tentang apa yang sebenarnya terjadi.
Ingin mencari tahu ke Kak Diyah, tapi aku malu. Kak Diyah juga kan belum tau kalau pertunanganku telah dibatalkan.
Cerita ke Ummi atau Abi pun aku tak terbiasa curhat masalah cowok ke mereka.
Cerita ke Ahmad? Entar aku malah di- bully sama dia dan pasti akan lapor sama Abi dan Ummi. Dia kan jail banget kalau masalah cowok.
"Fathimah ada masalah?" tanya Abi mengangkat daguku agar menatapnya.
"Kok Abi tanyanya gitu? Fathimah kan hanya ingin, Bi. Sebelum Fathimah benar-benar boyong dari pondok. Fathimah ingin sekali-kali liburannya di pondok. Selama ini kan gak pernah, Bi," jawabku menyangkal dari pertanyaan Abiy.
Entahlah hampir semalaman aku berpikir ini. Mungkin di pondok aku bisa sedikit melupakan kejadian kemarin. Karena selain di sana ada teman, juga bisa fokus murojaah untuk memantapkan hafalan.
Di Pondok, saat liburan, tak semua santriwan-santriwati pulang kampung halamannya masing-masing. Ada beberapa yang memilih tetap menghabiskan waktu liburannya di pondok. Jadilah hanya kegiatan murojaah di pondok tak diliburkan selama liburan pondok.
"Ya sudah. Nanti Abi bilang Ummimu dulu ya."
Aku pun mengangguk lalu tersenyum.
"Nih Bi kopinya." Suara lembut Ummi menyelinap di tengah-tengah obrolan kami.
"Syukron katsir, Zaujatiy," timpal Abi penuh senyum mesra.
"Waiyyaka Abi," jawab Ummi tersenyum tak kalah manisnya lalu duduk di sebelah Abi.
"Fathimah mau balik ke pondok besok, Mi. Gimana?" tanya Abi setelah menyesap kopinya.
"Loh... kenapa mau balik, Sayang? Kan masih liburan? Ummi masih kangen lo."
"Hehe ingin aja, Ummi. Sekali-kali aja nggak ada masalah dong liburan di pondok," jawabku sembari nyengir kuda.
"Terus nikahannya, Maryam? Kamu gak mau dateng?"
Oh iya ya. Hampir aja aku lupa. Kenapa gak kepikiran si Maryam sih. Entar bisa marah tingkat 7 tuh anak kalau aku sampai acara nikahannya. Apalagi kemarin dia maunya aku hadir mulai dari acara akad nikahnya.
"Astaghfirullahal'adhziimm. Iya, Mi. Fathimah lupa." 😄😄😄.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Bersambung.
01 Shofar 1440H
Repost : 18 Jumadil Ula 1441 H
*Assalamu'alaikum Sahabat....
Alhamdulillah bisa publish lagi.
Maaf ya jika cerita ini membosankan.
Ambilla apa yang baik dan jangan sungkan-sungkan kalau ada yang salah atau kurang bagus ya.
Bisa di tulis di kolom komentar.
Mohon maklumi ya. Penulis amatiran yang ingin bisa bermanfaat bagi pembaca...😃
Kali ini nambah ilmu hadits
💌tentang hukum menjawab adzan
Semoga bermanfaat ya... 😄😄😄
Jangan lupa semangat tadarus Al Qur'annya ya 😄😄😄
Di tunggu vote dan komentarnya
Wassalam. 😀
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top