32. Wisuda Tahfidzul Quran

"Apapun takdirNya, itu pasti terbaik buat hambaNya.
Maka Husnudzhon Billah"

Akhwatul_Iffah

🌷🌷🌷🌷🌻🌺🌻🌷🌷🌷🌷

Jantungku saat ini berdegup dengan kencang. Mengikuti acara Wisuda yang akan segera dimulai membuatku deg-deg an.


Rasanya masih tak percaya tahun ini akhirnya aku termasuk sebagai peserta wisudawati yang akan menjalani prosesi wisuda.

Semuanya telah bersiap duduk di atas panggung untuk membacakan surat Adh Dhuha sampai Annas dengan bacaan yang tartil secara bergantian.
Semua para hadirin tampak khidmat mendengarkannya.

Setengah jam kemudian bacaan selesai. Doa Khotmil Qur'an pun dibacakan oleh pengasuh.

Akhirnya acara prosesi wisuda pun telah tiba. Setelah kami memperoleh ijasah dan kalung kehormatan yang disematkan oleh Ibu Nyai Lailatul Qomariyah.

Para orang tua pun di persilakan naik ke panggung secara bergiliran. Kemudian kami pun secara bergantian bersimpuh bersalaman kepada keduanya.

Acara ini begitu hening, penuh haru diiringi lagu sholawat Qur'ani yang mengalun merdu. Menambah suasana semakin haru. Tangis pecah terdengar sesenggukan menghiasi acara yang diadakan 2 tahun sekali ini.

Hampir semua peserta dan hadhirin dibuat meneteskan air mata. Menatap haru kesuksesan kami yang tak luput dari perjuangan serta doa dari kedua orang tua kami semua dan para pengasuh.

"Alhamdulillah....Barokallah ya, Sayang... semoga kamu terus istiqomah menjaga amanat Qur'anmu dan mengamalkannya dengan semaksimal mungkin."

"Aamiin... terimakasih doanya Abi." Aku menghambur ke pelukan abi dengan tangis yang tak tertahankan lagi.

Setelah acara wisuda selesai masing-masing dari kami berkumpul dengan keluarga di aula Putri.

"Semoga Allah selalu meridhoi setiap langkahmu ya sayang."

"Aamiin. Terimakasih juga Ummi." Kini gantian. Aku memeluk ummi tercintaku.

Aku begitu sayang dengan mereka, aku ingin membahagiakan keduanya di dunia atau pun di akhirat kelak.

Rasa bahagia menyelimuti hatiku. Sangat sangat bahagia. Sehingga hatiku tak henti-hentinya merapalkan kalimat syukur serta senyuman tulus penuh kebahagiaan.

"Oia sayang. Ada kabar kurang baik," ucap Abi yang membuatku sontak menoleh sempurna menghadap ke arahnya dan otomatis membuatku berhenti menyungging senyum.

"Ada apa, Bi?" tanyaku benar-benar penasaran.

"Om Ismail 2 hari yang lalu datang bersama istrinya.
Dia...
Dia membatalkan pertunanganmu dengan Ishaq."

Hah?????
Apa telingaku gak salah dengar??? batinku.

Lidah ini kelu untuk menjawab dan menanggapinya.
"Gak jadi tunangan, Bi?" tanyaku memastikan kembali dan aku pun melihat Abi mengangguk ringan. Dari raut wajahnya Abi terlihat sedih dan menatapku sayu.

Aku mengerjapkan mataku berkali-kali. Apakah ini nyata???

Kalau iya.
Ini bukan berita buruk, Bi. Tapi berita bahagiaaaaaaa. Ingin ku berteriak mengatakan itu.
Tapi gak mungkin kan aku melakukan itu.
Slow Fathimah....
Biasa aja ya.
Jangan kau tampakkan kebahagiaan yang menggebu dalam hatimu itu.
Kan jadi aneh entar.
Pasti Abi dan Ummimu heran kalau sampai kamu seperti itu. Pikiranku berkecamuk sendiri nih. Tak sadar aku sibuk dalam kegemingan.

"Fathimah." Ummi mengelus punggung tanganku. Menyadarkanku dari lamunanku.

"Eh.. i-iya, Mi." Kutatap Ummiku yang terlihat menghawatirkanku.

"Emang alasannya apa, Bi?
Kok tiba-tiba Om Ismail batalin pertunangan kami?."

"Katanya, Ishaq di Jakarta punya pacar. Ia tak mampu menjaga hawa nafsunya dan sekarang dia harus bertanggung jawab atas apa yang ia perbuat terhadap gadis itu," jawab Abi pada Intinya.

Reflek, aku menutup mulut saking kagetnya. Aku yang bukan bocah lagi otomatis faham apa maksud Abi itu.
Seakan tak percaya. Masak sih kak Ishaq sampai seperti itu?. Bukankah dia pria yang mengerti ilmu agama?.
Tapi...
Aku kembali teringat peristiwa waktu itu, saat Kak Ishaq menatapku penuh nafsu dan hendak-..
Ya Allah Kak Ishaq benar-benar sudah berubah. Batinku

"Astaghfirullahal'adhziim,"ucapku lirih.

Hening.... kami terdiam. Aku menunduk dan sibuk dengan pikiranku sendiri.

"Apakah ini semua salahnya Fathimah ya Abi, Ummi?
Fathimah bikin Kak Ishaq nunggu terlalu lama," ucapku memandang keduanya bergantian. Butiran air dipelupuk mata mulai berdatangan.
Kulihat Ummi menggeleng cepat, pun Abi.

"Bukan Sayang. Ini bukan salah kamu," ungkap ummi mengusap punggungku lembut.

"Iya Fathimah, benar kata Ummimu. Semua yang terjadi dalam hidup ini adalah taqdir dan kehendak Allah. Nak Ishaq tak mampu menghadapi ujian nafsu. Bagaimana pun keadaanya sudah seharusnya dia harus pandai pandai menjaga diri di mana pun dia berada kan? Apa pun statusnya.

Bukankah kedua orang tuanya telah membekali dia dengan ilmu Agama sebagai tameng kehidupan agar dia tak keluar jalur ketaqwaan. Jadi kamu gak perlu merasa bersalah begitu ya, Sayang.

Mungkin ini adalah jalan dari Allah untuk menunjukkan bahwa kalian tak berjodoh. Yakinlah segala kejadian itu pasti kan ada hikmah terbaik. Sabar ya, Sayang.
Kami doakan. Semoga kamu akan segera dipertemukan dengan jodoh yang terbaik, menjadi imam yang mampu menuntunmu ke surga-Nya kelak. "
Aku pun mengangguk dan mengaminkan doa Abi, kemudian menghapus air mata yang telah lolos melewati pipiku.
Baru setelahanya, bibirku ikut tersenyum membalas senyum tulus dari Abi dan Ummi.

"Jadi... putri Ummi yang cantik dan sudah hafidhoh akan pulang hari ini?"
Pertanyaan ummi yang tampak tersenyum ke arahku mampu menghiburku, mengalihkan pembicaraan yang bikin kami semua sedih.

"Ya sudah.. Fathimah ambil barang-barang dulu ya Abi Ummi," ucapku kemudian beranjak dari tempat dudukku menuju kamar.

----***----

Tok tok tok
"Assalamu'alaikum."

Suara ketokan pintu dan salam tertangkap pendengaranku yang sedari tadi sedang asyik membaca Novel. Aku segera beranjak dan membuka pintu.

"Wa'alaikumsalam warohmatullah wabarokatuh...
Maryaaaam," ucapku dengan riang, tak menyangka kalau hari ini akan kedatangan sosok sahabat lamaku ini datang. Lalu Kami bersalaman dan cipika cipiki.

"Ayo masuk, Mar," ajakku lalu kami berjalan beriringan.

"Ya Allah... Alhamdulillah akhirnya kita bisa ketemu lagi. Aku seneng banget deh, Mar," ucapku begitu antusias menyambut kedatangannya. Yang diantusiasin malah senyum-senyum kalem.

"Hehe iya Fathimah... aku juga kangen tau. Makanya nih disempetin ke sini," balasnya membuat senyumku semakin mengembang.

Sudah hampir 1 tahun kami tak bertemu. Dengar kabar terakhirnya, dia kerja di kantoran. Makanya katanya kalau aku chatan waktu liburan pondok dia bilangnya selalu sibuk.

"Iya iya ... Makasih lo udah nyamperin ke sini. Maaf ya. Aku malah yang nggak pernah berkunjung kerumah kamu," ucapku dengan nada sendu. Kadang merasa bersalah juga, karena memang aku tak pernah mengunjunginya selama kami lulus dari Aliyah.
Masak iya sih aku nyamperin dianya ke kantor yang di luar kota pula.

"Yaelah... ngapain makasih segala coba. Kayak ke siapa aja. Lagian aku ke sini juga ada perlunya kok," katanya menambah kadar senyumannya.

Aku bergeming, mengerutkan kening. Agak penasaran dengan keperluannya itu.
Eh.. bentar-bentar deh. Lama gak ketemu kayaknya ni anak ada yang beda. Apa ya??? Batinku mulai berkomentar mengingat sesuatu.

"Perlu apaan sih mar? Bikin penasaran aja nih." Akhirnya aku membuat suara setelah sekian detik.
Yang ditanya malah sibuk mengobrak abrik isi tasnya nih sekarang.

"Sabar dong," ucapnya sesekali mendongak tersenyum ke arahku menaik turunkan kedua alisnya, menggodaku yang kelihatan gak sabaran.

"Taraaaaaaa," pekiknya, mengagetkanku karena tiba-tiba telah terpampang sebuah kertas berpita emas yang praduga awal dariku itu adalah undangan.

Sontak aku menutup mulutku yang menganga dengan kedua tanganku, akibat shok dengan pemikiranku yang langsung menyadarinya.

Apalagi sekarang telah jelas disitu tertera tulisan "Undangan" yang di bawahnya berhiaskan inisial 2 nama yang berawalan M & M.

"Kamu mau nikah?" tanyaku memastikan, kemudian mengambil undangan itu. Dia mengangguk seraya tersenyum penuh kebahagiaan.

"Barokallaaaaaah.... selamat ya Sahabatku... semoga lancar segalanya sampai hari H nya," ucapku kemudian memeluknya erat. Terasa kepalanya mengangguk di bahuku.

"Aamiin."
Terdengar ucapan balasan darinya, kemudian kami melepas diri dan kembali duduk beriringan.

"Muhammad Zakaria," bacaku setelah membuka undangan yang berada di tanganku.

"Ketemu di mana nih? Anak mana? Cerita dooong," ucapku menatap sahabatku yang akan segera melepas status gadisnya. Karena acaranya tinggal 7 hari lagi.

"Hehe Entar aja ya ceritanya. Karena hari ini aku free. Aku mau menikmati hari ini fuuull bersama kamu untuk melepas rindu.
Kita jalan-jalan ya. Sekalian bisa cerita-cerita juga. Gimana?" ajaknya antusias. Wajahnya begitu tampak berbinar kebahagiaan.

Aku pun langsung mengangguk menyetujuinya. Aku juga rindu kebersamaan dengannya. Bercengkrama dan canda tawa bersamanya seperti dulu.

"Astaghfirullahal'adhziim," ucapku tiba-tiba saat mengingat sesuatu.

"Kenapa Fathimah?". tanyanya mengurungkan niatnya yang akan meresleting tasnya kemudian menatapku.

"Lupa gak nyuguhin minum dari tadi. Maaf yaaaa," ucapku merengek, dia malah tertawa.

"Udah ah gak apa-apa. Lagian aku juga gak haus kok."

"Aku ambilin dulu aja ya. Terus aku mau siap-siap dulu," ucapku sembari beranjak, kemudian melangkah meninggalkannya tanpa mendengar dulu persetujuan dari Maryam.

Selang beberapa menit, aku membawa nampan yang berisikan minuman segar rasa melon dan satu toples keripik kentang.

"Nih, Mar. Kamu nikmatin dulu ya, aku siap-siap bentar," aku pun melenggang setelah mendapat acungan jempol darinya.

---***---

Setengah jam pun berlalu, akhirnya kami sampai di alun-alun kota.
Suasana sekitar tak begitu ramai, mengingat hari ini hari rabu dan bukan hari libur sekolah atau pun libur kerja.

Maryam pun menepikan motornya di tempat parkir yang tak jauh dari pertokoan yang berjejer rapi.

"Kita kesana dulu ya," tunjuk Maryam ke toko busana yang lumayan banyak pengunjung. Katanya selain toko itu harganya lebih murah, di sana juga banyak koleksi busananya. Sehingga para pelanggan bebas memilih sesuka hati.

Aku pun hanya mengangguk dan mengekorinya. Setibanya di dalam toko, kami berjalan beriringan sembari sedikit ngobrol-ngobrol.

"Fathimah....kamu gak beli gamis? Bagus bagus nih modelnya baru-baru. Mau aku pilihin?"

Aku menggeleng. Karena sedari berangkat juga aku gak ada niatan beli pakaian apa pun. Lagian stok gamis di rumah masih banyak yang layak pakai menurutku.

"Kalau gitu, bantuin dong cariin gamis yang cocok buat aku ya," ucapnya sembari memilah-milah gamis yang digantung rapi.

"Oke. Kamu mau yang warna apa?" tanyaku mengikuti kelakuannya di gantungan gamis sebelahnya.

"Merah jambu ya," ucapnya senang.
Memang dari dulu dia pesuka warna girl itu.
Semenjak sekolah, tas, buku dan peralatan sekolahnya hampir semua berwarna pink.

Aku pun memilihkannya gamis yang berbahan kain baloteli yang aku pastikan dulu sebelumnya agar tak terawang dan ketat saat dipakai.

💌💌💌

"Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: (1) Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan
(2) para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring.
Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, padahal baunya dapat tercium dari jarak sekian dan sekian."
(HR. Muslim no. 2128).
https://muslimah.or.id/6305-jilboobs-jilbab-namun-berpakaian-ketat.html

💌💌💌

Setelah hampir satu jam berbelanja. Akhirnya kami pun menuju toko buku dan kitab yang berada di seberang jalan toko busana ini.

"Ikut bentar ya, Mar. Aku mau beli beberapa buku di depan."
Sekarang gantian dia yang mengekoriku.

Tak sampai menghabiskan waktu banyak. Hanya 10 menit, aku pun keluar dengan menenteng tas plastik, berisikan 3 buku bacaan yang memang telah menjadi incaranku.

"Sekarang kita ke mana nih?" tanyaku berjalan mengiringinya.

"Kita ke taman ya Fathimah... mamin (makan minum) sambil ngobrol."

"Oke."

Kami pun duduk berdampingan menikmati minuman botol rasa jeruk yang terasa menyegarkan saat diteguk.

"Ayo dong, Mar cerita," tagihku setelah beberapa menit kami terdiam menikmati pemandangan di sekitar.
Taman yang berhiaskan berbagai macam bunga dan pohon-pohon palem yang tampak mulai berbuah.

"Hehe... dia temen sekantor aku Fathimah. Semenjak aku pertama kali masuk kantor itu, dialah yang mau menjadi temanku satu-satunya.
Di kantor tempatku kerja yang cewek hampir tak ada yang mengenakan jilbab. Jadilah aku seperti orang aneh di sana, yang mungkin dianggap nggak gaul dan kampungan."
Kembali dia meneguk minumannya sejenak.

"Singkat cerita, sekitar 2 bulan yang lalu dia nembak aku dan melamar aku saat dia ngajak dinner. Selang 1 minggu kemudian dia datang ke rumahku dengan orang tuanya untuk melamarku secara resmi. Ya udah akhirnya di tetapkanlah tanggal pernikahanku minggu depan," ucapnya dengan penuh kebahagiaan yang terpancar dari setiap inci wajahnya menatapku. Aku pun ikut berbahagia melihat sahabat baikku ini akhirnya akan menikah.

"Alhamdulillah, akhirnya kamu telah menemukan seseorang yang akan menyempurnakan agamamu ya, Mar. Selamat ya, semoga semuanya berjalan lancar."

"Aamiin... makasih ya Fathimah. Semoga kamu segera nyusul. Gimana nih kabar dengan babang sepupu?" tanyanya dengan tatapan menggoda.

"Gak jadi," ucapku singkat kemudian meneguk minumanku yang kini tinggal setengahnya.

"Maksudnya?" Dia terkejut otomatis menatapku dengan wajah menelisik penuh penasaran.

"Ya udah pertunangannya gak lanjut sampai nikah," ucapku tersenyum kecil.

"Beneran?" tanyanya kembali, masih ingin memastikan.

"Waaaaah.... si cowok Kairo ada kesempatan dooooong!!" pekiknya kemudian.

"Ish... gak pakek teriak gitu juga kali, Mar," balasku sembari menyenggol lengannya. Tersangkanya hanya meringis lalu menutup mulutnya.

"Jadi sekarang???" tanyanya kemudian membuatku terheran tak mengerti maksudnya apa?. Aku hanya diam.

"Yaaah.... ceritanya sekarang sama si Mukhlis gimana?" tanyanya lagi. Wajahnya kini tampak sedikit cemberut karena aku hanya terdiam tak menanggapi ucapannya.

Aku hanya menggeleng sebagai jawaban.

"Iiiihhh giliran sendirinya aja malah gak mau cerita."
Kulihat dia membalikkan tubuhnya memunggungiku.

"Ya Ampun, Mar. Bukannya gak mau cerita.
Tapi memang apa yang mau aku ceritain?. Ketemu aja sama dianya belum pernah kok," jawabku meraih lengannya agar beralih berhadapan kembali.

"Hah???... yang bener??? Bukannya di statusnya. Dia udah balik ke tanah air beberapa minggu yang lalu?" Aku hanya mengangkat kedua bahuku, tanda tak tau.

"Ya mana ku tau? Aku aja baru balik kemarin sore nyampek rumah. Jadi belum sempat buka-buka isi hp."

"Waaah... belum terobati dong?"

"Apanya? Memangnya ada yang sakit? Kok terobati segala?"
Tangan Fathimah mulai membuka bungkus cemilan yang masih tersimpan dalam plastik.

"Ya elaah Fathimah Azzahra.. tetep aja ya kamu ini kelewat polos kalau masalah beginian. Susah nyambungnya," ucap Maryam tampak bersungut-sungut menepuk jidatnya sendiri.

"Emangnya kamu gak kangen dia?"

"Uhuk.. uhuk."
Pertanyaan Maryam kali ini mengagetkanku yang tengah menikmati suapan pertama kacang telur yang beberapa menit lalu kubuka.

Buru-buru aku membuka tutup botol, lalu meneguk minuman yang berada di samping kiriku sejak tadi.

"Hahaha.. ditanya gitu aja udah tersedak segala nih. Gimana kalau ketemu orangnya ya??? Pingsan kali ya?" ucapnya sembari menaik turunkan alisnya cepat, menggoda.

"Ish... doanya jelek amat," gerutuku kembali menikmati cemilan berlanjut.

"Hehehe. Becanda doang kok."
"Fathimah..."

Aku hanya menoleh memenuhi panggilannya.

"Aku ke toilet bentar ya."

Aku pun hanya mengangguk.
Sembari menikmati cemilanku yang tiggal sedikit. Netra ini sibuk sesekali melihat lalu lalang orang dengan kegiatan yang berbeda-beda.

Ada yang sibuk duduk bergerombol beralaskan tikar,sepertinya memang mereka bawa dari rumah beserta aneka makanan dan minuman.

Ada yang hanya sekedar berjalan berdua mengelilingi taman. Ada juga satu keluarga dengan anak-anaknya, asyik memberi makan burung merpati yang memang berkeliaran di sekitar taman.

Degh...
Jantungku tiba-tiba terpompa cepat saat netra ini tak sengaja menangkap sesosok pemuda sedang menolong seorang perempuan yang tadi sempat terjatuh.

Saat ini mereka berada tak jauh dari tempat dudukku. Tapi aku tak mampu melihat wajah wanita itu, karena posisinya sekarang memunggungiku.

Sedangkan laki-laki itu aku sangat mengenalinya.
"Mukhlis," ucapku lirih.

Siapa wanita itu? Kenapa Mukhlis menyentuhnya dan terlihat begitu akrab?

.
.
.
.
.
.
.
Bersambung.

Perempuan itu siapa ya???

Penasaran???

Tunggu di part selanjutnya ya in syaa Allah.. 😉😉😉

22Muharrom1440H
Repost:17 Jumadil Awwal 1441 H

Assalamu'alaikum sahabat pembaca.

Alhamdulillah bisa publish hari ini.

Part ini kita menambah ilmu tentang.

💌 cara menutup aurat wanita.

Semoga bermanfaat ya..

Jangan lupa tilawahnya setiap hari.

Di tunggi vote dan komenrnya ya...

Wassalam 😉











Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top