27. Terkuak

"Ingat Jodoh. Ingatlah untuk berbenah diri. Karena jodohmu adalah cerminan dirimu"

Akhwatul_iffah

🌷🌷🌷🌷🌷🌼🌷🌷🌷🌷🌷

Flashback on

Keringat telah mulai membasahi keningku. Pagi ini seharusnya giliranku bersama kak Nisa piket di dhalem Bu Nyai. Tapi, hari ini kak Nisa sakit. Jadilah aku bersih-bersih di ndalem hanya seorang diri.

Mulai menyapu dan mengepel hampir seluruh ruangan. Kecuali satu ruangan yang memang tak pernah terbuka. Katanya sih itu kamar putra bungsu sang pengasuh.

Kini hampir saja aku selesai mengepel di ruang tengah. Setelah rapi aku pun segera bangkit.

Bugh...

"Innalillahi...." ucapku spontan.
Tak sengaja tubuhku menabrak punggung seseorang yang berdiri ditengah jalan menuju ruang dapur.

Aku benar-benar tak mengetahui kalau ternyata ada orang yang berdiri di situ. Karena tempat berdiriku setelah beres sangat dekat dari pintu itu. Dan pada akhirnya dis aat badanku berbalik maka insiden inilah yang terjadi.

"Astaghfirullahal'adhziim."

Terdengar suaranya beristighfar.
Ya Allah... ternyata seorang ikhwan yang aku tabrak tadi. Ceroboh banget sih aku pakek buru-buru segala tadi. Gerutuku dalam hati ngomel pada diri sendiri.

"Ma-Maaf... saya tadi terburu-buru sampai gak tau kalau ada orang.." Ucapku gugup menunduk dalam.

"Ya udah gak papa. Lain kali hati-hati ya. Nggak usah tergesa-gesa dalam nelakukan pekerjaan. Karena kamu pasti tau kan tergesa-gesa itu kebiasaannya siapa?". Ucapnya santai.

Ya ampun... langsung kena nih aku. Batinku.
Aku pun menggangguk sebagai tanda aku tau kalau itu adalah kebiasaan syetan.

Astaghfirullahal'adhziim. Dalam hatiku beristighfar.

"Maaf juga tadi gak seharusnya saya berdiri di sini." Lanjutnya dan reflek ku anggukkan kepalaku. Jantungku masih deg-degan bukan hanya karena kaget tapi juga karena menahan malu.

"Namanya siapa?" Pertanyaan itu membuatku sedikit mendongak dan terlihat senyuman darinya.

Tapi belum sempat kepalaku mendongak dengan sempurna dan juga belum kulihat jelas wajahnya tiba-tiba terdengar suara bu Nyai memanggilku. Itu berarti dia tau namaku tanpa aku harus menjawab kan?.

"Syukron nasehatnya." Ucapku dan segera berlalu setelah dia berjalan menepi dan memberiku jalan menuju dapur.

Bisa-bisanya insiden tadi terjadi. Benar-benar memalukan. Mana lagi aku tadi sendirian.

Aku berjalan cepat sambil sesekali mengusap mukaku karena benar-benar memalukan kan?. Gerutuku sepanjang jalan menuju dapur tempat bu Nyai memanggilku.

Flashbak off

"Bolehkah kita berteman meskipun kita tak jadi..." ucapnya terputus. Tampak dia tersenyum.

"Meskipun mungkin kita tak berjodoh. Bisa saja kan jodohku lewat kamu Fathimah."
Pernyataannya membuat keningku mengernyit penuh tanda tanya?. Membuatku diam dan berpikir.

"Maksudnya?" Tanyaku polos enggan untuk bepikir lagi.

Bukankah setelah senyuman darinya tadi membuat memori otakku berputar kembali mengingat kejadian yang telah lalu. 😆

"Yaelah... kakak gitu aja masak gak Faham sih.
Gak jadi sama kakak. Sama teman kakak pun boleh kok.
Gitu kan gus maksudnya?" Celetuk Ahmad yang mendapat anggukan dari Gus Ibra.

"Owh... gitu," jawabku tersenyum sedikit malu-malu. Tapi nggak malu-maluin lo ya. 😃😃😃

"Santriwati di pondok kan banyak Gus. Jadi Gus Ibra tinggal pilih aja kan?. Yang khotimat pun sudah belasan orang sekarang."

"Iya sih... cuman yang bisa nyantol ke hati belum ada kecuali kamu Fathimah."

Blush...
Pasti merah nih pipi. Harus sembunyi nih. batinku seraya kutundukkan kepalaku.

Meskipun tak ada rasa apa pun terhadapnya. Kalau digombalin sama putra kiyai tampan kayak dia siapa coba yang nggak meleleh.😄😄😄

"Ingat gus... udah ada yang punya lo." Goda Ahmad yang membuat keduanya terkekeh.

___***___

Malam telah berlalu. Besok adalah hari dimana aku harus kembali ke pesantren.

Tak terasa waktu 14 hari terasa begitu cepat. Setelah berkemas. Aku pun memutuskan untuk menonton TV. Mengklik tombol remote secara acak.

Niatku hari ini ingin bersantai ria sebelum besok bergelut kembali dengan hafalan dan tugas-tugas lainnya.

"Nonton apa, Nak?" Abi tiba-tiba saja duduk manis di sampingku ikut bergabung mengemil pisang goreng yang masih hangat di atas meja buatan Ummi tersayang.

"Hehe gak tau nih, Bi. Bingung mau lihat acara apa. Jadi nyantol di acara infotaimen kasusnya seorang Artis yang melepas hijabnya kembali setelah beberapa lama memutuskan untuk berhijab."

"Kok nonton gosip sih, Nak. Ganti gih."

"Ini bukan berita gosip Bi. Tapi itu kenyataannya memang gitu Bi"

"Tetap saja itu bisa menjerumus ke ghibah dan mengumpat orang itu sayang," ucap Abi Langsung mengambil remot yang sedari tadi bertengger di atas meja lalu mematikannya.

"Abi punya cerita nih. Fathimah mau denger?" tanya Abi yang telah merubah posisinya yang sekarang menghadap ke arahku.

Aku pun mengangguk antusias. Karena sejak kecil aku paling senang kalau Abi bercerita.

"Ini Kisah imam junaidi al bagdadi yang lebih dikenal dengan Abul Qosim.

Suatu hari Imam Junaid al-Baghdadi duduk-duduk di Masjid asy-Syuniziyyah bersama penduduk Baghdad lainnya. Ia menunggu beberapa jenazah yang hendak mereka shalati.

Di depan mata Imam Junaid, seseorang yang tampaknya ahli ibadah terlihat sedang meminta-minta.

"Andai saja orang ini mau bekerja hingga terhindar dari perbuatan meminta-minta tentu lebih bagus," kata Imam Junaid dalam hati.

Setelah kejadian itu.

Kondisi aneh terasa ketika Imam Junaid pulang dari masjid itu. Ia punya rutinitas shalat dan munajat sampai menangis tiap malam.

Tapi, kali ini ia benar-benar sangat berat melaksanakan semua wiridnya. Ulama yang juga biasa disapa Abul Qasim ini hanya bisa begadang sambil duduk hingga rasa kantuk menaklukannya.

Dalam gelisah, Imam Junaid pun terlelap. Tiba-tiba saja orang fakir yang ia jumpai di Masjid asy-Syuniziyyah itu hadir dalam mimpinya. Anehnya, si pengemis digotong para penduduk Bagdad lalu menaruhnya di atas meja makan yang panjang.

Orang-orang berkata kepada Imam Junaid, "Makanlah daging orang fakir ini. Sungguh kau telah mengumpatnya."

Imam Junaid terperangah. Ia merasa tidak pernah mengumpat pengemis itu. Sampai akhirnya ia sadar bahwa ia pernah menggunjingnya dalam hati soal etos kerja.

Dalam mimpi itu Imam Junaid didesak untuk meminta maaf atas perbuatannya tersebut.

Sejak saat itu Imam Junaid berusaha keras mencari si fakir ke semua penjuru. Berulang kali ia gagal menjumpainya, hingga suatu ketika Imam Junaid melihatnya sedang memunguti dedaunan di atas sungai untuk dimakan. Dedaunan itu adalah sisa sayuran yang jatuh saat dicuci.

Segera Imam Junaid menyapanya dan tanpa disangka keluar ungkapan balasan, "Apakah kau akan mengulanginya lagi wahai Abul Qasim?"

"Tidak."

"Semoga Allah mengampuni diriku dan dirimu."

Kisah ini diriwayatkan oleh Imam Junaid sendiri sebagaimana terekam dalam Raudlatur Rayâhîn karya 'Abdul As'ad al-Yafi'i.

Imam Junaid beruntung, peringatan untuk kesalahan "kecilnya" datang lewat mimpi sehingga bisa berbenah diri.

Wallahu a'lam

Lantas bagaimana dengan diri kita sendiri? Yang kadang dengan sengaja atau pun tak sengaja mengumpat dan mencela orang lain, bukan saja dalam hati, tapi juga terang-terangan lewat lisan.

Dari kisah diatas bisa diambil pelajaran begitulah salah satu akibat dari mengumpat meskipun umpatan itu tak terlontar secara langsung."

"Ya Allah..... sampai segitunya ya, Bi.
Astaghfirullahal'adhziim," ucapku penuh sesal dan menyadari juga kalau aku pun pernah melakukan semua itu.

Pantesan saja terkadang diri ini begitu enggan untuk beribadah. Ternyata maksiat yang kita lakukanlah yang menjadi salah satu penyebab kita malas beribadah.

Begitu sulitnya menjaga hati dari berbagai penyakit hati. Sehingga orang yang mampu menjaganya akan mendapat derajat yang tinggi di sisi Allah.


"Terimakasih ya, Bi. Abiy elalu mengingatkan Fathimah yang sering khilaf ini," ucapku seraya menghambur memeluknya. Tak terasa air dari pelupuk mataku mulai menetes.

"Sudah menjadi kewajiban Abi sayang mengingatkan putri Abi yang paling cantik ini," balas beliau sembari mengelus punggungku kemudian menyentil hidungku setelah kulepas pelukan darinya.

"Oia... katanya kamu mau ke rumah kak Diyah. Jam berapa?."

"Astaghfirullahal'adzhiim.. hampir aja Fathimah lupa bi," ucapku menepuk jidatku pelan.

"Janjiannya sih jam 10, Bi," imbuhku, ku tengok jam dinding menunjukkan pukul 9 lewat 10 menit.

"Ya udah kalau gitu. Sekarang siap-siap gih. Abi antar ya. Sekalian Abi mau ke Pasar Kota Lama."

"Oke Abiku sayang," ucapku lalu beranjak segera menuju kamar.

---***----

"Nanti in syaa Allah Abi baru bisa jemput kamu sore, Nak. Gak pa pa kan?." Kata Abi setelah mobil berhenti di pinggir jalan depan rumah Kak Diyah.

"Iya gak pa-pa, Bi. Lagian Fathimah udah kangen banget sama kak Diyah dan sikecil Affan, Bi. Jadi bisa main lebih lama kan kalau Abi baru jemput Fathimah sore nanti," celetukku kegirangan tak sabar ingin segera masuk ke rumah bercat ungu dan putih berlantai 2 itu.

"Fathimah pamit dulu ya. Abi hati-hati di jalan ya. Assalamu'alaikum," ucapku kemudian mencium tangan Abi dan segera keluar dari Mobil.

Kakiku pun melangkah riang menuju gerbang berwarna Keemasan yang melebihi tinggi badanku ini, lalu aku pun memecet belnya.
Tak lama. Seorang wanita paruh baya mendekat kepintu gerbang lalu membukanya.

"Assalamu'alaikum, Mbok Minah," ucapku kepada beliau yang sudah kukenal sejak pertama kali datang kemari.

Hampir setiap liburan pondok aku tak pernah melewatkan waktuku untuk berkunjung kesini. Di awal kunjunganku 2 tahun yang lalu kemari bersama Ummi untuk mengunjungi kak Diyah yang baru saja lahiran.

"Wa'alaikumsalam.... eh Non Cantik ... apa kabar, Non?" tanya Mbok Minah seraya menutup kembali pintu gerbang dari besi itu.

"Alhamdulillah baik. Mbok sendiri apa kabar?" balasku mengiringi langkah Mbok Minah pelan.

"Alhamdulillah baik juga non. Lama gak ketemu non Fathimah makin cantik aja nih."

" hehe Mbok Minah bisa aja. Mbok Minah juga makin cantik."

"Hehehe kalau Mbok mah bukan makin cantik non. Tapi makin tua aja," ucapnya membuat kami terkekeh.

"Yang penting sehat kan Alhamdulillah mbok," ucapku yang lalu mendapat anggukan darinya.

Tak terasa. Kakiku telah berpijak di ruang tamu yang bernuansa ungu muda ini. Masih tetap tak ada perubahan dari terakhir aku kesini, 6 bulan yang lalu.

"Alhamdulillaaah.... yang di tunggu-tunggu sudah datang." Terdengar suara lembut Kak Diyah dari dalam lalu tampak juga batang hidungnya mendekat ke arahku.

Mbok Minah langsung ngacir tuh ke belakang. Setelah kedatangan majikan cantiknya itu. Dan sudah pamit juga ke aku tadi.

"Assalamu'alaikum Kak Diyah... iihh kangeeeeeen,"ucapku langsung memeluknya setelah bercipika cipiki.

"Si Jagoan kecil Affan mana, Kak?" ucapku setelah duduk berdampingan dengan Kak Diyah.

"Masih belum pulang. Tadi di ajak Abinya jalan-jalan keluar. Katanya sih tadi cuman bentar. Minum dulu nih, Dek." Kak Diyah mempersilahkan, setelah mbok Minah meletakkan 2 gelas minuman dan 1 piring berisi kue di atas meja.

Aku pun mengangguk, kemudian meneguk isi gelas yang berwarna orange itu. Bikin tenggorokanku segar.

" Oia dek. Jadi siapa laki-laki yang ngelamar kamu, Dek? Ayo cerita dong. Mumpung Bang Furqon dan Affan belum datang." Akhirnya kak Diyah menagih janjiku yang mau cerita soal ini kepadanya.

Beberapa hari yang lalu memang aku sempat cerita ke kak Diyah lewat telpon soal seseorang yang melamarku tempo hari.

Tapi aku tak mengatakan laki laki itu siapa dan janji baru akan memberitahu Kak Diyah kalau kita bertemu.

"Hehe inget aja nih Kakak. Fathimah berharapnya sih kak Diyah melupakan soal itu."

"Yeee... Kak Diyah kan gak pikun, Dek. Lagian apapun persoalanmu sudah kakak anggap itu juga persoalan kakak. Karena kakak udah anggep kamu kayak adik kakak sendiri," ucap Kak Diyah sambil menepuk-nepuk kedua tanganku yang tadi sempat di genggamnya.

"Malah kakak berharap...." imbuhnya terpotong.
Tampak Kak Diyah menunduk. Sedangkan keningku berlipat heran plus bingung.

"Berharap apa, Kak?" tanyaku penasaran.

Tak menjawab. Kak Diyah mendongak lalu menggeleng seraya tersenyum yang kesannya di paksakan.

"Kak? Bilang dong ke Fathimah. Bukannya kita udah saling berjanji tak akan ada rahasia apa pun diantara kita. Saat aku ada masalah aku selalu ceritakan semuanya ke Kakak. Begitupun seharusnya Kakak ke Fathimah ya,"ucapku memohon agar kak Diyah berterus tentang apapun keadaannya.

Hening...

Kak Diyah menarik punggungku pelan kemudian memelukku erat. Tanpa satu kata pun terucap darinya.

"Kakak takut harapan kakak malah akan menjadi beban buatmu, Dek."

"In syaa Allah nggak Kak. Katakan saja Kak. Apa?" tanyaku masih dalam pelukannya, membalasnya dengan mengusap punggungnya menyalurkan ketenangan untuknya.

"Bolehkah Kakak jujur? Tapi kamu jangan marah ya?" Aku pun mengangguk mengiyakan.

"Sebenarnya...."
Tampak Kak Diyah masih ragu untuk bercerita. Aku pun mengusap punggung tanganya seraya mengangguk dan tersenyum kepadanya. Meyakinkan dia kalau aku akan baik-baik saja dan yakin untuk mendengarkan dengan baik apa yang bakal dia cerita.

"Kakak itu berharap...
Kamu bisa berjodoh dengan Mukhlis dek. Agar kita bisa menjadi keluarga yang lebih dekat.
Jujur....
kakak sebenarnya nggak rela kalau kamu jadi menikah dengan laki-laki lain. Karena sebenarnya dari dulu Mukhlis pun mencintai kamu dek." Ucap Kak Diyah meneteskan air mata.

Apaa??? Mukhlis juga mempunyai perasaan yang sama denganku???
Ya Allah...
Sanggupkah diriku hidup dengan laki laki lain. Sedangkan orang yang aku cintai juga mencintaiku. Tapi kami tak bisa bersatu???
Bagaimana aku bisa melupakan dia yang ternyata juga mencintaiku???.

Meskipun Mukhlis dari dulu begitu peduli dan perhatian terhadapku. Terrkadang juga suka memberi kode dengan kata-katanya mengenai perasaannya. Tapi sampai saat kami terakhir bertemu, tak pernah sekalipun dia menyatakan perasaannya secara terang-terangan kepadaku.

Dan akhirnya hari ini, di detik ini, aku mengetahui yang sebenarnya dari saudara perempuannya.

"Maafkan Kak Diyah ya, Dek. Kakak telah lancang mengutarakan ini semua karena hati kakak sudah gak kuat menahannya sejak lama. Hampir setiap telepon, Mukhlis selalu menanyakan keadaan kamu.
Dan kakak sampai detik ini tak mampu untuk berterus terang kepadanya kalau kamu telah bertunangan.
Kakak benar-benar gak tega dan nggak mau membuat dia patah hati dek.
Apalagi... mengingat saat ini dia masih menempuh belajarnya di Negeri Orang. Kakak gak mau kalau dia sampai galau, sehingga mengganggu konsentrasinya dalam menuntut ilmu.
Maafin kakak ya Fathimah. Mungkin ini akan malah jadi beban buatmu," ucapnya meneteskan air mata lagi dan semakin erat menggenggam kedua tanganku.

Aku pun tak kalah sedih. Sejak tadi aku berusaha untuk menahan agar bendungan air di pelupuk mataku ini tak menetes. Tapi lemah dayaku melihat kak Diyah menangis. Aku pun akhirnya luluh. 😭😭😭

"Sudah ya, Kak. Kakak jangan merasa bersalah begitu. Kak Diyah gak salah kok. Bukankah tadi yang memaksa kakak cerita itu Fathimah." Kuhela nafas agak dalam dan mengusap air mataku kemudian berusaha tersenyum.

"In syaa Allah Fathimah gak pa-pa kok Kak. Fathimah yakin apapun taqdir Allah untuk kita, semua itu pasti yang terbaik buat Fathimah. Doakan Fathimah ya, Kak," ucapku mengusap air mata yang berada di kedua pipinya dengan punggung jempolku.
Kak Diyah pun mengangguk lalu kembali memelukku.

"Terimakasih ya dek. Bertahun-tahun kakak menahan ini semua. Sekarang Hati Kak Diyah rasanya ploooong."
"Tapi..." ucapnya lagi menarik lagi senyumnya.

"Jodoh itu telah tercatat di lauh Mahfudz kak. Dan tak ada yang mampu merubah dan mengganggu gugat itu semua. karena hal itu merupakan salah satu ketentuan yang telah Allah tentukan semenjak kita terlahir di dunia," ucapku mengerti apa yang dia pikirkan dan kini aku berusaha menenangkan dan ingin mengembalikan keceriaan kak Diyah.

💌💌💌

Ar-Rum 30:21

وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةًۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

(Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya di antara kamu sekalian rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.

Dapatkan Aplikasi Quran:https://goo.gl/w6rESk

💌💌💌

Jika dipikir. Untuk apa kita sibuk memikirkan sesuatu yang akan datang. Apalagi hal itu telah pasti akan terjadi sesuai ketetapan dariNya.

Bukankah kita sebagai hamba dimuka bumi ini tugasnya adalah mengabdi padaNya untuk meraih RidhoNya.

"Iya Dek kamu bener. Jadi sebelum Ijab Qobul itu terlaksana. Kakak akan terus berdoa. Semoga kamu berjodoh dengan Mukhlis ya, Deek. Biar kamu akan tetap jadi adik kakak sampai kapanp pun." Senyum Kak Diyah mulai merekah lagi.

"Aamiin." Kata yang hanya mampu ku ungkapkan dalam hati saja saat ini.

"Jodoh atau nggaknya Fathimah dengan Mukhlis. Fathimah tetep akan jadi adiknya kakak. In syaa Allah," ucapku. Aku tak ingin kak Diyah kecewa berat dengan sebuah harapan yang sepertinya sangat diinginkannya itu.

Meski dari lubuk hatiku paling dalam mengharapkan hal yang sama. Tapi tetap, aku harus mampu menetralkan hatiku agar tak berharap berlebihan akan suatu hal yang belum pasti terjadi dan belum kita ketahui bagaimana jadinya nanti.

"Jadi gak mau nih Kakak doain berjodoh." Kak Diyah mulai cemberut.

"Ish... bukan begitu Kak." Elakku membuatnya tersenyum

"Berarti mau doong.... cie cie." Kak Diyah benar-benar membuatku tersenyum. Di goda seperti itu masih tetap saja membuat hati ini bahagia.

"Oia dek hampir aja lupa topik awal kita... jadi siapa yang ngelamar kamu kemarin?"

"Putra bungsunya Pak Kiyai Musthofa kak. Namanya Gus Ibrahim."

"Maasyaa Allah, Dek...
Memang adik kakak yang satu ini adalah wanita yang cantik dan sholihah. Makanya banyak lelaki yang sholih menginginkan kamu, Dek."

"Aamiin... hehe kakak bisa aja. Doain Fathimah agar bisa menjadi sholihah kayak Kakak ya. Kakak kan juga cantik."

📲📲📲Maulana yaa maulanaa ya sami' du'aanaa..

Terdengar nada dering lagu sholawat yang disenandungkan oleh Nisa Sabyan di hp Kak Diyah yang bergetar di atas meja.

"Panjang umur nih anak. Mukhlis telepon dek," ujar Kak Diyah tampak sumringah setelah membaca tulisan di layar HPnya

Degh... degh

Ya Allah... hatiku berdebar kencang dan jantungku melaju begitu cepatnya saat mengetahui dia yang telepon.










Bersambung....

(Bagaimanakah obrolan Mukhlis?

Akankah Fathimah dengan Mukhlis akhirnya bisa mengobrol lagi meskipun hanya lewat telepon?

Adakah yang kangen sama Mukhlis???)
Jawabannya adalah
.
.
.
.
.
.
.
.
Ditunggu di part selanjutnya ya.
In syaa Allah... 🤗🤗🤗

02Dzulhijjah1439H
Repost : 03 Jumadil ula 1441H

* Assalamu'alaikum sahabat pembaca...

Alhamdulillah part ini part terpanjang dari yang sebelum sebelumnya.
Semoga suka dan memberikan manfaat 😉
Aamiin

Di Part ini kita belajar
💌 kisah ulama' tentang bahaya mengumpat.
💌 ayat Al Qur'an tentang jodoh.
😄😄😄

Jangan lupa untuk baca Al Qur'an setiap hari ya..

Di tunggu vote dan komentarnya..

Wassalam.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top