20. Jawaban
"Cinta itu tak harus memiliki, jika cinta telah datang sebelum ada ikatan halal"
Akhwatul_iffah
💭💭💭
"Assalamu'alaikum Maryam.."
"Wa'alaikumsalam warohmatullah wabarokatuh Fathimah sayaaang... udah kangen ya sama aku?? 😉😉😉"
"Ih.. PD amat deh kamu, Mar"
"Hehehe ya ini kamu telpon aku duluan kan?"
"yeee... emang aku nggak boleh nelpon ? kalau gak boleh ya udah ku tutup aja kalau gitu"
"E e e... boleh- boleh kok. Gitu aja pakek acara ngambek segala sih, Neng..."
"biarin."
"Ada apa nih?."
"Besok kamu masuk sekolah kan?"
"Tuh kan, bener. Sehari aja aku nggak masuk. Kamu udah nanyain gitu. apa tuh namanya kalau bukan kangen. Iya kan iya kan?"
"Iya aja deh... biar situ senang"
"Hahaha..." ku jauhkan ponselku dari telinga, mendengar suara tawa yang memekik dari si Maryam.
"Iiihhh Maryam... kecilin dong, Mar volume ketawanya. Bisa-bisa gendang telingaku pecah nih dengar ketawa kerasmu itu, berlebihan tahu nggak."
"Hehe... iya iya maaf. Abisnya tuh aku kan senang kalau kamu kangenin. BTW Ada apa nih kamu nanya besok aku masuk sekolah?"
"Di jawab dulu kali. Masak pertanyaan dibalas pertanyaan lagi?"
"Hehe Iya in syaa Allah aku masuk. Emang ada ulangan atau tugas gitukah?"
"Nggak ada kok.
Besok kan acara pernikahannya kak Diyah, Mar. Jadi besok sepulang madrasah aku mau ngajak kamu kesana. Mau kan?"
"Kak Diyah siapa Fath?"
"Astaghfirullahal'adhzim ni anak pelupa ya. Kak Diyah tu kakak perempuannya Mukhlis. Kan tempo hari aku udah bilang ke kamu. Kalau kamu di undang juga. Biar bisa datang ma aku kan?. Aku gak ada temen kesana, Mar. abiy sama ummiku ada acara lain."
"Emmmm kasian....
Hehe
Iya-iya Fath. Oke deh besok kita berangkat bareng ya."
"Iya in syaa Allah. Makasih....
Ya udah kalau gitu. Udahan dulu ya, Mar. Assalamu'alaikum."
Ku tutup panggilan dari ponselku setelah mendengar jawaban salam darinya.
-**-
Ishaq pov's
Ba'da sholat isya' berjamaah, aku sekeluarga segera bersiap menuju ke kediaman Om Yusuf.
Iya.... malam ini adalah malam yang kutunggu-tunggu, karena malam ini pasti kegelisahanku akan sedikit berkurang. Entah nanti ditolak ataupun diterima.
Setidaknya, hatiku tak segelisah kemarin-kemarin yang terbelenggu dalam kebimbangan, antara harapan dengan ketakutan. Berharap pinanganku diterima dan takut jika ditolak.
Saat kuberdiri di depan lemari yang telah terbuka, Aku lebih memilih celana warna hitam dan tetap memakai baju yang telah kukenakan sedari tadi ketika sholat yaitu baju koko warna navy.
Aku berdiri di depan cermin untuk memastikan penampilanku sudah baik atau nggak. Aku harus ganteng dong. Agar si fathimah gak mau nolak aku. 😉😉😉
Setelah semua siap, mobil pun melaju dengan kecepatan rata-rata dan aku sendiri sebagai pengemudi. Jalanan tampak lengang tapi tak begitu sepi, masih ada saja lalu lalang kendaraan lainnya.
15 menit terlewati dan kami pun telah tiba dan segera mengetok pintu sang pemilik rumah. Tak lama, pintu pun terbuka sembari jawaban salam terdengar oleh telinga kami.
"Alhamdulillah... ayo ayo silahkan masuk,"
ucap Om Yusuf begitu sumringah menyambut kedatanganku dan keluarga. Setelah Papa, Syifa dan Mama masuk, aku mengekor di belakang mereka. Hatiku mulai berdebar, padahal ini baru masuk rumahnya. Gimana nanti kalau ketemu orangnya ya??? Pikirku.
Entah mengapa, kunjunganku kali ini ke rumah Fathimah tak seperti biasanya. Ada rasa canggung dan malu yang kurasakan.
Biasanya setiap kali kesini, aku yang langsung nyelonong aja, tanpa basa basi minta ini itu sama Tante Ikha, Ibunya Fathimah.
Kuhela nafas sedikit lebih dalam, untuk menormalkan detak jantungku. Kami pun duduk di atas sofa berwarna hijau tua itu setelah dipersilahkan duduk. Obrolan pun dimulai dari para laki-laki, Papaku dengan Om Yusuf. Sedangkan Tante Ikha melesat ke dalam ruangan yang ku ketahui itu arah dapur. Jadilah mamaku hanya mengobrol dengan Syifa. Entahlah apa yang mereka obrolin, aku tak mau tau.
Aku lebih sibuk sendiri dengan pikiranku. Menerka-nerka apa yang akan terjadi setelah ini. Haruskah aku merelakan dia jika dia menolakku? Ataukah justru kebahagiaan yang akan aku dapatkan jika dia menerima khitbahanku.
Ooohhh.... Fathimah Az zahra. Kau benar-benar menguasai semua ruang dalam pikiranku.
Selang beberapa menit mendengar obrolan antara Papa dan Om Yusuf. Iya.. aku lebih banyak diam dan hanya sesekali ikut angkat bicara sedikit. Itu pun jika memang ditanya.
Jantungku tiba-tiba memompa lebih cepat saat terlihat dari arah dalam ruangan di depanku itu muncul sosok wanita pujaan hatiku. Subhanallah..... Fathimah Az zahra. Cantiknya parasmu membuatku kecanduan untuk terus menatapmu. astaghfirullahaladhziim...
Segera ku tundukkan pandanganku begitu menyadari netraku dengan lancangnya melakukan zina.
Kulihat dia tersenyum ke arahku setelah mencium tangan kedua orang tuaku. Mungkin sekedar menyapaku sebentar karena setelahnya dia langsung menunduk.
Aku pun hanya bisa membalas dengan hal yang serupa dengan hati yang tetap berdebar. Tak sabar rasanya ingin segera mengetahui apa jawaban dari Fathimah nanti.
"Baiklah... berhubung kita semua telah berkumpul di sini gimana kalau langsung saja kita dengar jawaban langsung dari Fathimah mengenai khitbah dari Nak Ishaq. Sudah siap kan sayang?"
Om Yusuf membuka pembicaraan setelah beberapa menit hening. Tangan sang Abi mengelus punggung putri semata wayangnya itu.
Kulihat dia mengangguk lalu tertunduk kembali. Grogi kali ya, sama berdebarnya dengan hatiku. 😉
"Bismillahirrohmanirrohim."
Mulai terdengar suara lembutnya dari bibir tipisnya yang berwarna merah muda alami tanpa lip glos itu.
Iya... sejak dulu, seorang gadis di hadapanku itu memang tumbuh cantik secara alami tanpa ada polesan make up berlebih untuknya agar tampil lebih cantik.
Maka dari itu gak salah dong hatiku terpaut kepadanya semenjak aku beranjak puber, tepatnya di masa aku masih sekolah menengah pertama.
"Saya...
saya menerima khitbahnya, Kak Ishaq."
Akhirnya ucapan itu aku dengar sesuai dengan harapan. aku bahagiaaaa Yeeeee😍.....
"Alhamdulillah....."
Suara tahmid menggema seketika dengan serentak dari orang-orang yang berkumpul di dalam ruangan ini.
Semuanya terlihat bahagia dengan senyum dan tawa masing-masing. Apalagi diriku.
Ya Allah..... segala puji bagiMu yaa Roobb... bahagianyaaa diriku.
Ingin rasanya aku jingkrak-jingkrak saking senangnya. Untung saja aku bisa mengendalikan kebahagiaanku dan akal sehatku masih berfungsi. Aku hanya tersenyum full dan mengusap wajahku dengan kedua tanganku, tanda syukurku sembari mengucapkan hamdalah beberapa kali.
"Tapi," ucapnya tiba-tiba menggantung membuat kami semua berhenti tertawa.
"Apakah Kak Ishaq benar-benar bersedia dan mau bersabar dengan hati yang ridho menunggu beberapa tahun lagi untuk menikahnya?"
"Memang sih dalam hadits Rosulullah yang pernah Fathimah baca untuk menyegarakan menikah. Karena menikahkan seorang gadis termasuk diantara 3 perkara yang dianjurkan untuk disegerakan.
Tapi jujur, Fathimah belum siap, Kak. Lulus Madrasah Aliyah pun masih belum. Dan lagi Fathimah ingin masuk pesantren setelah lulus nanti selama beberapa tahun untuk meraih cita-cita Fathimah selama ini.
Jadi Fathimah sama sekali tidak memaksa Kak Ishaq untuk bisa menunggu Fathimah selama bertahun-tahun."
Jelasnya cukup panjang membuat kami semua mengangguk-anggukkan kepala dan kemudian menatapku saat ini, lebih tepatnya ia menunggu jawaban dariku.
💌💌💌
Rasulullah shallallahu ‘alaihu wasallam bersabda:
ﺛَﻼﺛَﺔٌ ﻳَﺎ ﻋَﻠِﻲُّ ﻻَ ﺗُﺆَﺧِّﺮْﻫُﻦَّ : ﺍﻟﺼَّﻼﺓُ ﺇِﺫَﺍ ﺃَﺗَﺖْ ، ﻭَﺍﻟْﺠَﻨَﺎﺯَﺓُ ﺇِﺫَﺍ ﺣَﻀَﺮَﺕْ ، ﻭَﺍﻷَﻳِّﻢُ ﺇِﺫَﺍ ﻭَﺟَﺪَﺕْ ﻛُﻔُﺆًﺍ.
“Wahai Ali, ada tiga perkara yang tidak boleh engkau tunda, yakni shalat jika telah tiba waktunya,
jenazah apabila telah hadir,
dan wanita apabila telah ada calon suami yang sekufu”
(HR. Tirmidzi dan Ahmad; hasan)
💌💌💌
Kuhela nafas sebentar.
"In syaa Allah kakak siap, Dek."
"Alhamdulillah..." suara pujian itu kembali terdengar kembali. Memberikan suasana kebahagian diantara dua keluarga yang mempunyai rencana menjadi besan itu.
Ting...tong..
Bel rumah Fathimah terdengar memecah obrolan di tengah-tengah kami.
"Biar Fathimah aja yang buka." Kulihat dia beranjak.
Entah mengapa aku sedari tadi berpikir kalau Fathimah tak bahagia dengan keputusannya itu. Dari tadi dia lebih banyak diam dan sesekali ikut bicara hanya sedikit dan tersenyum pun seakan dipaksakan.
Aku mengenalnya sejak kecil. Jadi aku tau bagaimana senyum tulusnya dan ekspresinya saat dia senang. Mungkin nanti jika ada kesempatan aku akan menanyakannya. Batinku.
Fathimah pov's
Di saat semua orang sibuk membicarakan soal rencana pertunanganku dengan Kak Ishaq. Aku hanya menurut apa kata mereka.
Aku hanya bisa pasrah saat ini.
Entahlah.... hati ini rasanya masih enggan berbahagia atas ini semua. Hatiku terasa lelah... setelah aku memaksakan bagaimana perasaan dalam hatiku yang tak sesuai dengan ucapanku. Dan kini menjadi keputusan yang benar-benar tak diinginkan oleh hatiku.
Dalam hati aku tak ingin menerima pinangan ini. Karena yang meminangku bukan dia yang ada di hatiku saat ini. ku baru tersadar jika hati ini telah bermain dengan yang namanya cinta cukup mendalam, sehingga aku tak mampu melepaskannya dengan mudah.
Ya Allah.... berilah hamba keikhlasan menjalani ini semua.
Meski rasa sakit dalam hatiku semakin menusuk saat ku memaksakan menghempaskannya dan ingin memilih cinta yang lain.
Aku hanya tak ingin hubungan keluarga ini akan menjadi buruk jika aku sampai menolak lamaran ini. Dan...
Aku tak mau Kak Ishaq bertambah sakit gara-gara diriku lagi.
"Gimana Fathimah setuju?"
Tiba-tiba suara kak Ishaq membuyarkan lamunanku.
"Fathimah nurut aja, Kak," jawabku pasrah yang tadi sedikit kudengar obrolan mereka tentang acara pertunangan kami yang akan di adakan setelah aku lulus dan sebelum aku berangkat ke pesantren. Bertepatan saat itu juga Kak Ishaq sudah di wisuda.
ting tong...
Terdengar bunyi bel rumah.
Aku pun beranjak setelah pamit kepada semuanya, karena memang aku yang duduk paling ujung dekat jalan menuju pintu depan.
Kubuka pintu setelah mendengar salam yang sepertinya suaranya ku kenal.
Degh...
"Assalamu'alaikum Fathimah."
Suara merdu dari laki-laki di depanku ini kembali mengucapkan salam karena aku tak kunjung menjawabnya.
Iya.. aku terkejut. Sama sekali tak kuduga kalau dia akan datang malam ini kemari. Bukankah baru tadi sore kita telponan dan dia nggak bilang mau kesini. Batinku berkecamuk sendiri.
"Wa-wa'alaikumsalam warohmatullah wabarokatuh," jawabku agak gugup.
Kebiasaan deh. kalau ketemu laki-laki tampan yang satu ini secara tiba-tiba kayak gini, jantungku berdetak sangat cepat sampai-sampai aku sendiri pun gugup.
"Maaf... aku datang kesini gak ngasih tau dulu. Aku cuma mampir sebentar kok."
Kepalaku langsung mengangguk.
"I- iya... silahkan masuk dulu," ucapku menyeret langkahku ke samping, berniat memberi dia jalan. Tapi dia malah menggeleng.
"Nggak usah Fathimah... aku hanya mau nitip surat izin ini buat besok ya," tolaknya sembari menyodorkan sebuah amplop putih ke arahku. Aku pun menerimanya dan mengangguk.
"Ya udah... aku pamit dulu kalau gitu."
"udah gitu aja?"
Tanyaku spontan. Kulihat dia malah tersenyum.
"Emang maunya apa lagi?"
Bukannya menjawab dia malah balik nanya. Aku jadi malu sendiri. Aku tak bisa mengontrol perasaan dalam hatiku yang ingin lebih lama bersamanya dan masih ingin ngobrol lama dengannya.
Aku hanya bisa tersenyum dalam tundukku. Benar-benar malu dengan pertanyaanku sendiri.
"Ehm... kok malah diem?"
Aku mendongak lalu menggeleng. Dia pun mengerutkan keningnya tanda tak mengerti.
"Gak mau apa-apa lagi," jawabku sekenanya.
Tampak bibirnya menarik senyum. "Di dalam ada tamu? " tanyanya saat menyadari ada mobil lain yang terparkir di halaman rumah.
Aku pun mengangguk.
"Emmm... maaf ya kalau kedatanganku mengganggu."
Aku hanya menggeleng kepala.
"Gak dimaafin?"
Iiihhh nyebelin deh ni anak. Gerutuku dalam hati. Emang salahku sih, dari tadi aku hanya memakai bahasa isyarat. 😀😀😀
"Gak ganggu kok. Jadi gak ada yang perlu dimaafin."
Akhirnya jawabku agak panjang.
"Nah gitu dong... ngomong. Jangan hanya angguk-angguk geleng-geleng," ucapnya sambil kepalanya juga mempraktekkan apa yang ia katakan sendiri. Aku terkekeh melihatnya.
"Ehm...." Suara berat dari arah belakangku membuat aku dan Mukhlis sontak menoleh ke arahnya.
"Kak Ishaq," ucapku lirih
"Ada siapa Fathimah? Kok gak diajak masuk?"
Tanya Kak Ishaq yang tengah berdiri tak jauh dari kami, memang sedari tadi aku dan Mukhlis masih tetap mengobrol di ambang pintu.
"Assalamu'alaikum. perkenalkan...Saya Mukhlis teman Fathimah di Madrasah," jawab Muklis menyodorkan tangan kanannya ke arah kak ishaq.
"Oh.... Wa'alaikumsalam," jawab singkat kak Ishaq sembari menjabat tangan Mukhlis.
Aku hanya diam menyaksikan sikap kak Ishaq yang terkesan kaku, sedangkan Mukhlis begitu ramahnya menyapa Kak Ishaq lebih dulu.
"Ya udah Fathimah dan Bang...." ucapan Mukhlis terhenti menoleh ke arah Ishaq. Karena Ishaq belum memperkenalkan dirinya.
"Ishaq" jawabnya datar.
"Oia Bang Ishaq. Saya pamit diri dulu. Assalamu'alaikum."
Tanpa menunggu jawaban salam dari kami, Mukhlis mulai menjauh dari tempat berdiriku saat ini.
Aku hanya bisa menatap punggung laki-laki itu.
Ya Allah... kenapa bukan dia saja yang berada di rumah ini saat ini? Batinku dengan tatapan yang sama sekali tak beranjak darinya sampai bayangannyapun tak mampu terlihat karena terhalang pagar halaman rumah. Ternyata dia bawa mobil yang terparkir di pinggir jalan sana.
Ingin rasanya aku menjerit memanggilnya kembali. Dan memintanya untuk mengkhitbahku.
Tapi... siapakah aku?
Aku hanya seorang gadi dan hanya temannya saja.
"Ehm... ghodul bashor Fathimah... dia siapa kamu sih? Ngelihatnya begitu amat."
Kutersadar dari lamunan, saat sebuah suara kudengar dan kemudian beristighfar mengalihkan pandanganku.
"Teman, Kak," jawabku singkat kemudian membalikkan tubuhku, berniat segera kembali masuk.
"Hanya teman???" tanyanya kembali mengintrupsiku yang mulai melangkah. Aku hanya mengangguk tanpa menoleh sedikit pun.
.
.
.
.
Bersambung.......
16Romadhon1439H
08 Robi'ul Akhir 1441 H
*Assalamu'alaikum sahabat pembaca.
Kaifahalukum???
Mudah-mudahan baik semua dan puasanya lancar semua ya.... aamiin
Jangan lupa tadarrusnya setiap hari ya...
Maaf ya updatenya telat.
Part ini kita belajar hadits tentang 3 perkara yang seharusnya disegerakan.
Semoga bermanfaat... 😉😉
Di tunggu vote dan komentarnya ya.
Wassalam.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top