18. Terkejut

Sahabat adalah dia yang selalu ada untukmu dalam keadaan apapun dan tak akan pernah rela jika dirimu tersakiti.

Akhwatul_iiffah

Pagi ini, Aku memulai aktifitas keluar rumah seperti sedia kala. Di hari pertama masuk madrasah setelah libur panjang kemarin. Terlihat para siswa-siswi telah berhambur di berbagai penjuru lingkungan madrasah ini. Semuanya asyik mengobrol dengan kelompok mereka masing-masing. Melepas rindu kali ya,,, setelah 2 pekan libur dan tak bertemu.

"Assalamu'alaikum Fathimah..."
Tiba-tiba terdengar suara kecil dan cempreng khas Maryam. Mukanya terlihat cerah ceria hari ini, begitu terlihat dari wajahnya yang selalu menyunggingkan senyum.

"Wa'alaikumsalam warohmatullah wabarokatuh," jawabku seketika menyambutnya dengan juga tersenyum yang kemudian dia segera duduk di sebelahku.

"Wah... kayaknya ada yang lagi seneng banget nih... kenapa nih?" Tanyaku mulai kepo kepada Maryam, sahabatku.

"Hehe... emang keliatan banget ya Fath?" Jawabnya malu-malu.

"Ya iyalah.. tuh muka pakek bedak tebal amat, lipglosnya juga mengkilap."

"Yah... masak sampek segitunya sih Fath." Jawabnya tampak panik, berusaha meraup wajahnya dengan tisu yang berada di tangannya. Dengan segera dia meraih hpnya untuk bercermin lewat kamera depannya.

Akupun terkekeh melihatnya.

"Iiihhh.... Fathimah lebay deh komentarnya. Biasa aja gini kok," uapnya mulai sebal.

"Hehe kan lebih tebal dan mengkilap dari biasanya, Mar," ucapku santai dan senang karena sudah berhasil membuatnya heboh sendiri.

Teeeeeeet teeeeet.
Bel masuk pun terdengar, siswa-siswi kelas XII IPA 2 mulai riuh memenuhi ruangan kelas ini. Tapi ada yang ganjil, aku tak melihat dia. Mukhlis tak menampakkan batang hidungnya pagi ini.
Apakah dia terlambat?. Atau malah nggak masuk ya? Batinku menerka-nerka berirama dengan kepalaku yang mulai clingak-clinguk mencari keberadaannya.

"Hayooo... cari si pangeran ya?"
Aku mengangguk refleks mendengar pertanyaan Maryam tanpa sadar.

Begitu aku melihat ke arahnya yang senyum manis penuh jail. Aku pun nyengir menampakkan gigi putihku ke arahnya. Malunya aku... mana sih buku tebal buat nutupin muka aku yang memerah ini.

"Cie cie.... kayaknya ada yang rindu berat nih."

"Ish... apaan sih, Mar.
Udah jangan berisik. Ustadzah Halimah sudah datang tuh"
Ku arahkan wajahku menunjuk ke arah pintu yang baru memunculkan pengajar bidang studi Aqidah akhlak itu. Ustadzah yang berpenampilan syar'i itu kelihatan selalu cantik dan wajahnya berbinar cerah.

10 menit berselang dari pelajaran dimulai.

"Assalamu'alaikum."
Suara berat tiba-tiba muncul dari arah pintu masuk yang sedikit terbuka itu, dengan otomatis semua penghuni kelas ini menoleh dan menjawab salam darinya.

Degh...
D

ia.. dia ternyata datang. Tadi saja aku berpikir tumben amat si Mukhlis tidak masuk tanpa ada izin?. Ternyata dia terlambat. Setelah meminta izin dan mengobrol sopan dengan Ustadzah Halimah, diapun di izinkan masuk dab segera menuju ke tempat duduknya yang berada di samping kanan depanku.

-**-

"Fathimah," panggil Mukhlis yang berjalan semakin mendekat kearahku. Dia berjalan dengan sahabat karibnya, Ihsan.

"Ini ada titipan dari Kak Diyah. Katanya sih. Buat gantiin waktu kamu sakit dia gak bawa apa-apa." Suaranya memberhentikan langkahku yang akan ke kantin. Lalu aku menerima benda yang terbungkus plastik yang di sodorkannya.

"Ya ampun.. Kak Diyah sampek segitunya ya.
Salam ke Kak Diyah ya, Lis.
syukron katsir."
Senyumku ke arahnya. Dia menganggukkan kepalanya dan tersenyum sangat manis. Astaghfirullahal'adhziim.. tundukkan pandanganmu Fathimah.Gerutuku dalam hati.

"Syukron juga buat kamu yang udah mau repot-repotin bawain ini buatku."

"Aku gak akan pernah repot Fath kalau buat kamu."
Aku terdiam sejenak, tersanjung dengan ucapannya.
Sampai runguku mendengar Maryam berdehem dan aku langsung menyadarkan diriku agar tak terlalu kelihatan grogi di depan dua ikhwan ini, Mukhlis dan Ihsan.

"Mau ke kantin?" Tanya Mukhlis yang ku jawab dengan anggukan kepala.

Kami pun berjalan beriringan dengan tetap jaga jarak pastinya. Kira-kira 1 meter lah. 😉😉😉

"Tadi kenapa terlambat?" Tanyaku tetap tak mengalihkan pandangan ke depan.

"biasalah masalah tak terduga, Fath. ban motor bocor hehe."

"Terus kesininya kamu naik bis?"

"Hehe iya begitulah, Fath. Motor ku tinggal di bengkel dulu."
Obrolan kami pun terus berlanjut sampai tak terasa kami berpisah beda meja di kantin. Aku dengan Maryam. Sedangkan Mukhlis bersama Ihsan, tampak menyusul kemudian Yusuf bergabung dengan mereka para ikhwan.

-**-

"Assalamu'alaikum," ucapku seraya masuk melalui pintu rumah yang tak terkunci.

Aku mengetahuinya karena kulihat ada mobil Om Ismail yang terparkir di halaman rumahku. Jawaban salam seketika menggema kompak saat aku tiba di ruang tamu. Seketika semua mata tertuju ke arahku. Ada apa ini? Tumben Om Ismail, Tante Zulfa dan Kak Ishaq kesini?. Batinku bertanya-tanya.

Begitu tiba, kucium tangan Ummiku yang setelahnya juga kepada orang-orang yang ada di sini. terkecuali Kak Ishaq pastinya, kami hanya saling menangkupkan kedua tangan.

"Fathimah sudah datang, Nak. Ya udah ganti baju dulu ya, setelah itu kita semua makan siang," ucap Ummiku. Aku menganggukkan kepala lalu tersenyum.

Selepas ganti seragam dengan baju lengan panjang dan kerudung warna biru muda serta rok yang cukup lebar warna hitam, aku melenggang ke ruang makan. Semua telah duduk rapi di sana dan kudapati Abi juga sudah duduk di kursi paling ujung.

Aku pun dengan segera ikut bergabung dengan pikiran yang bertanya-tanya. Apalagi Abi, tumben siang-siang gini sudah pulang. Ini kan bukan hari sabtu. Sebenarnya ada apa ya?. Pikirku penasaran dan masih  belum juga ada tanda-tanda yang membuatku mengetahui tujuan mereka ke sini.

-**-

Setelah beres makan siang, semua keluarga ini menggiringku ke ruang keluarga. Abi dan Ummi mengapit di antara tempat aku duduk.

Suasana hening, kecanggungan dan ketegangan sedikit nampak dari raut wajah orang-orang di sekitarku. Aku pun merasakan hal yang sama. Semuanya terlihat serius tak seperti biasanya. Om Ismail yang biasanya suka bercanda.

"Ehm.." terdengar suara deheman dari Om Ismail. Menyita perhatian kami semua yang ada di sini.
"Fathimah.... kedatangan Om kesini sebenarnya ingin mengkhitbah kamu untuk anak Om. Dan Om sudah menyampaikan maksud Om ini kepada kedua orang tuamu. Jadi sekarang tinggal menunggu jawaban dari kamu Fathimah."

Bagai disambar petir di siang bolong aku mendengar ucapan Om Ismail yang telah duduk di hadapanku sekarang. Tanpa ada aba-aba apapun, Kak Ishaq mengajak keluarganya datang mengkhitbahku?.
Aku sangat terkejut dan membuat jantungku berdebar sangat-sangat kencang.
Shok... Itulah yang aku rasakan sekarang. Memang aku tau kalau Kak Ishaq mencintaiku. Tapi bukankah aku telah menolaknya?

"Fathimah, Sayang..." Ummi yang duduk di sampingku mengelus puncak kepalaku penuh sayang, memberiku sedikit ketenangan. Mungkin Ummi bisa baca raut wajahku yang shok dan diam terpaku.

"Ummi dan Abi sudah menyampaikan ke Om Ismail dan keluarga, berkenaan niatan kamu yang setelah lulus nanti ingin mondok di pesantren Tahfidzhul Qur'an. Dan Ishaq tak keberatan menunggu kamu sampai kamu bisa menjadi hafidhzoh.
Ishaq adalah pemuda yang sholih, Nak. In syaa Allah dia bisa menjadi imam yang baik buat kamu.
Tapi tetap saja... Ummi dan Abi sepenuhnya akan serahkan sama kamu, Nak. Karena kamu yang nanti akan menjalaninya. Jadi kamulah yang berhak menjawab khitbah ini," jelas Ummi panjang lebar kepadaku, menambah ketertundukanku.

💌💌💌

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu yang berkata
bahwa Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
" Tidak dinikahi seorang janda kecuali sampai dia minta dan tidak dinikahi,
seorang gadis sampai dia mengijinkan
(sesuai kemauannya),
Mereka bertanya "Ya Rasulullah, bagaimana ijinnya ?
Beliau menjawab 'Jika dia diam' ".
(HR. Imam Bukhari dan Muslim)

💌💌💌

Kata-kata Ummi membuatku semakin bingung untuk menjawab apa?
Aku mencintai Mukhlis, bukan dia yang mengkhitbahku sekarang. Tapi disisi lain, sebenarnya Kak Ishaq sangat baik kepadaku dan In syaa Allah bisa membimbingku ke jalan yang Allah ridhoi.
Mengingat dia adalah pemuda sholih yang pernah beberapa tahun mengenyam pendidikan di pesantren.

"Fathimah... Kakak gak akan memaksa kamu untuk menerima khitbah Kakak. Jadi jawablah... jangan takut," akhirnya Kak Ishaq membuka suara karena melihatku yang tak kunjung menjawab.

"Bolehkah Fathimah minta waktu beberapa hari untuk berpikir dulu?" Jawabku gugup, kedua tanganku saling meremas-remas mulai mendingin.

"Ngapain sih, Fathimah repot banget pakai mikir-mikir lagi. Lagian kurang apa coba anak Tante yang ganteng ini. Masih mau cowok yang seperti apa sih? Ishaq kan-"

"Mama... apaan sih Mama nih." Kak
Ishaq menyela kata-kata mamanya yang berucap ketus itu ke arahku.

"Baiklah Fathimah.
Kakak beri waktu kamu untuk berpikir."
Tampak Kak Ishaq menghela nafas panjang dengan raut wajah yang tampak sedikit kecewa.

Tak kutemukan wajah kelegaan dari orang-orang yang masih berada di ruang keluarga ini. Apalagi aku... mungkin wajahku kusut berlipat-lipat. Aku yang shok dan benar-benar bingung dengan apa yang harus aku jawab nanti.

-**-

Jam dinding di kamarku berdetak, terdengar memecah keheningan dalam kesendirianku. Aku belum juga bisa tidur, malam terus larut. Padahal siang tadi pun aku gak bisa tidur. Pikiranku benar-benar suntuk sekarang, mengingat khitbah tadi siang.

AKhirnya aku memutuskan beranjak dari kasur, tempatku berbaring menuju dapur untuk membuat coklat hangat. Mungkin dengan minuman yang satu ini bisa membuatku lebih enjoy dan bisa tidur.

"Fathimah belum tidur, Nak?"
Ummi menghampiriku yang tengah mengaduk coklat manis kesukaanku.
Aku hanya menggeleng dan segera berjalan menuju ruang keluarga. Ummi mengikuti langkahku dan duduk di sampingku.

"Fathimah kepikiran terus tentang khitbahnya Ishaq ya?"
Aku pun mengangguk kelu. Meletakkan cangkir yang berisi coklat yang masih panas itu di atas meja.

"Abi pernah cerita ke Ummi kalau Fathimah sedanf jatuh cinta kepada teman Fathimah di madrasah.
Apa karena hal itu Fathimah berpikir mau menolak Ishaq?"
Sontak aku menoleh ke arah Ummi dan kembali menunduk malu.

"Sayang.... umur kamu saat ini masih labil, Nak. Jadi jangan terlalu menanggapi perasaan yang kamu alami saat ini. Kamu sayang gak ke Ishaq?"
Aku mengangguk.

"Nah..... kalau sudah sayang. Berarti gampanglah perasaan cinta itu akan datang dan kamu bisa menerima Ishaq untuk menjadi suami kamu nanti. Lagian kita semua kan sudah tau latar belakang Ishaq. Sudah ganteng, pinter agama dan akhlaknya juga baik kan.
Jadi pikirkan lah dengan baik ya, Nak.
Oia ada satu lagi, Ummi khawatir jika kamu sampai menolak khitbahnya Ishaq. Hubungan keluarga kita dengan keluarganya akan memburuk. Karena tantemu itu pasti akan marah, Nak. Kamu tau sendiri kan, bagaimana watak tante kamu itu." Aku hanya bisa diam dan tak kuasa menatap Ummiku lagi.

Ya Allah.... kenapa aku merasa ummi memaksaku untuk menerima khitbah kak ishaq???

"Ya udah. Nggak usah terlalu dipikirin, Nak. Ummi yakin kamu pasti bisa dengan cepat mencintai Ishaq nantinya. Ummi tidur dulu ya. Kamu jangan malam-malam loh tidurnya."
Ummi meninggalkanku yang masih diam terpaku.
"Ya Allah...."
Ku raup wajahku frustasi.
Segera kuteguk coklat yang tengah menghangat itu dengan cepat hingga tandas. Kemudian melangkah masuk ke kamar berniat mengistirahatkan diri lagi.

📲📲📲yaa Habiibal Qolbiy.... yaa Khoirol barooyah..

Handpone yang terletak di atas nakas berbunyi, begitu aku menutup pintu kamar.

Ishaq. Itulah nama yang tertera di layar berwarna hijau itu.

"Assalamu'alaikum, Fathimah..."

"Wa'alaikumsalam warohmatullah wabarokatuh."

"Fathimah udah tidur? Kakak ganggu ya?"

"Belum kok, Kak."

Hening sesaat...

"Dek.... maafin Kakak ya. Kakak tadi diajak langsung ke rumahmu begitu Mama tau kalau kakak ngerokok lagi dan mendengar cerita Syifa.
Jadi Kakak gak bisa berbuat apa-apa lagi selain mengikuti apa kata Mama.  Kamu bisa ngerti kan Fathimah?"

Degh... berarti tante Zulfa tau dari kak Syifa mengenai perasaan Kak Ishaq ke aku?. Batinku.

"Dek..."
Aku masih diam

"Fathimah..." panggilnya lagi saat aku yang tak kunjung menjawab.

"I- ia kak..."

"Kamu jangan terlalu mikirin apa kata Mama ya. Jawablah khitbah kakak dengan tulus apa adanya."

"In syaa Allah, kak."

"Iya udah selamat istirahat ya, Kek."

Aku mengangguk lemah dan Kak Ishaq pun akhirnya menutup telponnya setelah kujawab salamnya.

Ya Allah....
Kuhembuskan nafas dalam menyebut asma-Nya. Merebahkan tubuhku yang ikut letih akibat pikiranku yang juga letih.
Tak kusangka di umur yang baru menginjak tahun ke-17 ini. Aku telah di khitbah oleh ikhwan. Padahal tak terbesit sedikit pun dalam pikiranku, perihal yang bersangkut paut dengan  pernikahan. Karena Madrasah Aliyah saja aku belum lulus.

Aku masih mempunyai cita-cita setelah lulus Madrasah Aliyah. Aku masih ingin menimba ilmu di Pesantren, guna memperdalam ilmu Agamaku dan ingin menghafal Al Qur'an. Untuk kuliah, ingin sih. Cuman ya mungkin setelah cita-citaku menjadi hafidhoh itu tercapai. 😊😊😊

Kembali lagi pikiranku teringat kejadian tadi siang, tante Zulfa menatapku intens dengan raut wajah sedikit marah kepadaku.

Aku jadi semakin bingung, patutkah aku menerima khitbahnya di saat hatiku terpaut kepada ikhwan lain hanya karena aku takut hubungan keluargaku dengan keluarganya akan memburuk?

Ya Allah.......
Berilah petunjukmu kepada hamba ya Robb..." Doaku dalam diam dan segera menarik selimut hangatku bersiap untuk beristirahat malam ini.




Bersambung.....


22 Sya'ban 1439 H.
Repost : 7 Robiul Akhir 1441 H

*- assalamu'alaikum sahabat....
Alhamdulillah jumpa lagi dengan cerita ini

Semoga suka dan bermanfaat ya.

💌 hadits tentang khitbah.

Jangan lupa tilawah Al Qur'an setiap hari ya...

Ditunggu vote dan komentarnya. 😉😉😉
Wassalam

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top