17. Sahabat


"Pacaran yang benar-benar membahagiakan dan berpahala itu setelah dihalalkan"
💞💞💞

Akhwatul_iffah

"Mar.... lebih bagus mana? Yang ini apa yang ini?"
Tanyaku pada Maryam sembari menunjukkan dua Gamis ruffles perpaduan dengan motif polkadot yang terpajang berjejer lengkap dengan hijabnya. Memperlihatkan 2 jenis gamis yang hanya berbeda warna, hijau Tosca dan maron.

"Bagus ini deh kayaknya, Fath," tunjuk Maryam ke arah gamis yang berwarna hijau tosca dengan pasangan khimar ruffles warna tosca dan polkado.

" Warnanya aku suka, pasti nanti akan membuat Kak Diyah tampil semakin cantik,"
imbuhnya untuk meyakinkanku.
Akupun mengangguk setuju dan segera memanggil pelayan toko agar segera membungkusnya.

Setelah 10 menit mengantri di bagian kasir untuk membayar beberapa belanjaan kami. Langkah kami berdua terhenti saat mendengar bunyi klakson dari arah belakang tempat kami kini berdiri, di parkiran.

Aku memicingkan pandanganku, menfokuskan pandangan mata yang sedikit silau. Kayaknya aku tau dengan mobil ini. Kak ishaq?. Batinku.

Benar saja, sosok gagah itu muncul setelah membuka mobil warna silver miliknya. Eh..lebih tepatnya milik ayahnya, Om Ismail.

"Assalamu'alaikum, Fathimah," ucap laki-laki Yang memakai kaos warna hitam dengan stelan jeans nya itu mendekat dan tersenyum ke arah kami.

"Wa'alaikumsalam warohmatullah wabarokatuh, Kak," jawabku sedikit ku melirik ke arah maryam. Karena tak kudengar ada jawaban salam darinya. Ternyata dia bengong dan melongo menatap Kak Ishaq intens.
Ingin rasanya aku tertawa melihat wajahnya yang terpesona melihat Kak Ishaq.

Tapi aku memilih menyenggol bahunya, membuat ia gelagapan.

"Wa-wa alaikum salam," jawab Maryam gugup dan terlihat salah tingkah. Akupun terkekeh melihat sikapnya itu, begitupun Kak Ishaq.

"Habis belanja, Dek?" Tanya Kak Ishaq mengalihkan pandanganku dari Maryam. Aku hanya mengangguk kepala.

"Kakak sendiri ke sini mau belanja ?"

Dia menggeleng. Membuatku mengerutkan keningku heran. Padahal di toko ini di jual berbagai macam pakaian, baik itu untuk laki-laki ataupun perempuan dari ukuran anak-anak ataupun untuk dewasa. Jadi tak menutup kemungkinan kalau mungkin ia akan belanja ke toko ini juga.

Kalau gak belanja mau ngapain?. Batinku bertanya-tanya.

"Tadi kebetulan Kakak lewat sini ngelihat kamu keluar dari toko ini. Makanya Kakak samperin kamu kesini.
Kita jalan-jalan yuk, Dek. Kakak bete nih. Habis dari kampus ngurusin skripsi. Pingin refreshing. Mau ya... please..." ajaknya sedikit memaksa.

Aku masih diam. Bingung, ikut apa nggak ya?. aku kan gak mau jalan hanya berdua dengan ikhwan. Batinku bercengkrama sendiri.

"Ajak juga sekalian teman kamu. kita naik mobil aja. Biar motor teman kamu, parkirin di sini dulu. Nanti Kakak antar lagi kalian kesini." Seakan tau isi pikiranku, Kak ishaq memperjelas ajakannya. Aku pun menoleh ke arah Maryam menunggu persetujuannya hanya dengan kode menatapnya. Dia pun mengangguk dengan antusias.

Akhirnya aku pun tak bisa menolak lagi, mengikuti langkah Maryam menuju mobil yang telah siap meluncur. Kak Ishaq sudah siap mengemudi di dalamnya.

"Nih cowok siapa kamu, Fath? ganteng banget," bisik Maryam ke telingaku, ku lihat Kak Ishaq masih fokus dengan jalanan di depannya.

"Kakak sepupuku, Mar," ucapku pelan.

"Kenapa, Dek?" tanyanya tiba-tiba mengintruksiku. Mungkin karena melihatku berbisik dengan Maryam. Dia jadi kepo. Hihi.

"Ini, Kak... temanku mau kenalan sama Kakak nih," ucapku senyum-senyum ke arah Maryam. Kulihat Maryam malah melotot padaku.

"Iiih... apaan sih, Fath. Malu tau." ucapnya bisik-bisik geregatan kayaknya. Aku terkekeh melihat tingkahnya.

"Oia lupa... tadi belum kenalan ya. Kenalin namaku Ishaq. Nama kamu siapa?" Tanya Kak Ishaq tersenyum tanpa menoleh ke arah kami tapi tetap bisa melihat kami lewat kaca spion di depannya.

"Maryam, Kak," ucap Maryam pelan dan malu-malu. Mukanya memerah membuatku tak bisa menahan tawa.

"Ooh... Maryam.
Teman sekelas Fathimah di madrasah aliyah?"
Tanya nya kembali.

"Iya, Kak," jawabnya seraya mencubitku pelan, karena aku masih tak berhenti menahan tawa. Gimana gak ketawa coba. Selain muka nya memerah. Tangannya meremas-remas ujung jilbabnya sampai basah karena keringatnya. Kedua kakinya pun tak mau diam, di gerak-gerakkan ke depan ke belakang bergantian.

Sampai segitunya ya Maryam kalau grogi menghadapi cowok yang di anggapnya ganteng banget itu. Aku aja baru tau. Batinku

-**-

15 menit berlalu,
Saat ini kami sedang duduk bertiga berada di sebuah kedai yang tersedia di pinggiran taman kota yang cukup luas kalau hanya untuk sekedar jalan-jalan mengelilinginya.

"Kalian mau jus apa? Biar aku yang pesan."
Tawar Kak Ishaq yang duduk di seberang kami. Aku dan maryam duduk sejajar.

"Jus apel, Kak," jawab Maryam.

"jus alpukat, Kak," jawabku.

Dan setelahnya, Kak Ishaq menuju ke tempat pemesanan yang di situ aku melihat seorang wanita yang tampak kenal dengan Kak Ishaq dan akupun mengenalnya.
Wanita yang dulunya sahabatku sekarang berubah sikap terhadapku. Siapakah dia???

Yah... Dia Zainab. Tampak dia mengobrol akrab dengan Kak Ishaq. Kok bisa kenal dengan kak ishaq ya?. Batinku.

Tak lama Kak Ishaq kembali ke meja kami dengan wanita itu.
"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam warohmatullah wabarokatuh," jawabku serempak dengan Aaryam.
Aku tersenyum ramah kepadanya, aku berharap dia berubah seperti dulu lagi dan membalas senyumanku. Tapi nihil, Kulihat senyum Zainab memudar begitu netra kami beradu pandang. Dia pun terlihat canggung dan sepertinya terpaksa ikut duduk di sebelah Kak Ishaq.

"zZinab apa kabar?"
Tanyaku tetap berusaha mencairkan suasana.

"Loh...kalian berdua saling kenal?" Tanya Kak Ishaq heran.
Aku pun mengangguk mengiyakan.

"Iya, Kak.
Zainab ini sahabat karibku dulu waktu daru kelas XI," jawabku yang membuat Kak Ishaq membulatkan mulutnya, ber oh ria. Ku lihat Zainab diam saja.

"Permisi... ini pesanannya."
Tiba-tiba pramusaji itu meletakkan beberapa jus yang berada di nampannya dialihkan di meja kami.

Hening... tak ada yang membuka obrolan dan Zainab tak juga menjawab pertanyaanku. Kami sibuk menikmati minuman yang berada di depan kami masing-masing.

"Maaf... aku duluan ya Mas Ishaq. Ada keperluan lain soalnya. Assalamu'alaikum," ucapnya dengan cepat beranjak dan menjauh dari keberadaan kami tanpa menunggu jawaban salam kami. Kak Ishaq pun hanya menganggukkan kepalanya dan menatap ke arah Zainab heran.

"Maaf... aku ke toilet dulu ya." Aku pun ikut beranjak. Berniat mengejar Zainab dulu sebelum benar-benar ke toilet.

Aku berjalan cepat. Berusaha mencari keberadaannya. Saat aku menoleh ke arah kiri. Tampak dia sedang duduk membenahi sepatunya. Aku pun segera mendekatinya dan memanggilnya.
"Zai..."

Dia menoleh. Tanpa satu kata, dia berdiri memunggungiku dan mulai melangkah ke depan, hendak menghindariku lagi.
Dengan cepat aku menahan lengannya, agar tak menjauh lagi dari keberadaanku saat ini. Aku butuh penjelasan darinya. Aku nggak mau sahabatku ini marah dan nyuekin aku terus tanpa aku tau alasannya.

"Zai... tolong jangan pergi dulu sebelum kamu menjelaskan masalah apa yang bikin kamu jadi gini ke aku."

Dia diam, bergeming tetap memunggungiku. Aku pun melangkah untuk berada di hadapannya.

"Zainab.. kamu itu kan sahabat baikku. Ngomong dong. Salah aku ke kamu apa?. Aku minta maaf ya," Aku menangkupkan kedua tanganku di depan dadaku.

"Dulu kita memang sahabat. Tapi sekarang udah enggak," jawabnya ketus, datar dan tegas.

Aku mengerutkan keningku. Makin bingung, kenapa dia ngomong gitu? Begitu besarkah salahku sampai-sampai dia tak menganggapku sahabat lagi?.

"Tolong dong Zai jelasin ke aku. Kenapa kamu bilang gitu?"

"Kamu juga suka sama Mukhlis kan?"

Degh....
jantungku seakan melompat tersengat aliran listrik saking kagetnya.
Bagaimana dia bisa tau perasaanku? Padahal aku kan gak pernah cerita kepada siapapun. Kecuali Maryam.

Aku pun tertunduk. Benar-benar malu dan merasa bersalah dengan perasaanku sendiri dan satu lagi, aku gak bisa berbohong.

"Diammu menunjukkan jawaban iya Fathimah.
Sudahlah. Kamu ini munafik, Fath. Sudah tau aku suka sama dia. Kenapa kamu juga suka sama dia sih??? Kayak gak ada cowok lain aja.
Dan lagi, waktu itu kamu gak mengatakan apa-apa kepadaku. Kamu udah gak jujur ke aku, Fath. Karena itu, kita udah gak layak lagi dinamakan sahabat kalau tak ada kejujuran di dalamnya.
Jadi sekarang kita bukan sahabat lagi. Tapi kamu adalah musuhku yang akan menjadi sainganku untuk mendapatkan Mukhlis," ucapnya kasar ke arahku yang membuatku otomatis mendongakkan kepalaku.

Aku hanya diam, aku shok dengan semua kata-katanya. Tak menyangka kalau Zainab akan semarah ini saat tau aku mempunyai perasaan yang sama dengannya terhadap Mukhlis.

"Tunggu, Zai," ucapku  kembali menghentikan langkahnya yang akan melewatiku.

"Aku tak mau bersaing denganmu untuk mendapatkan Mukhlis. Apalagi jika hanya karena perasaanku ini kamu berubah kayak gini ke aku. Aku gak rela, Zai. Persahabatan kita putus gara-gara seorang ikhwan. Gara-gara sebuah rasa yang tak patut untuk disalahkan.
Aku mau persahabatan kita gak akan pernah putus sampai kapan pun. Mengenai aku yang terus terang soal perasaanku, aku minta maaf," ucapku menatap ke arahnya intens. Berharap dia mau berubah pikiran untuk tidak memutuskan persahabatan kami. Dia hanya  bergeming.

"Zainab," aku memanggilnya kembali  saat tak ada jawaban apapun darinya.

"Kita akan tetap sahabatan. Tapi apakah kamu mau menyerahkan mukhlis kepadaku?" Tanyanya dengan suara harap tak dengan nada kasar lagi.

Aku langsung terkekeh mendengar pertanyaannya. Dia tampak bingung.

"Memangnya Mukhlis punya aku? Sampai-sampai aku mau atau enggak nyerahin dia ke kamu?.
Zai.. Mukhlis bukan siapa-siapa aku, kita hanya sebatas teman dan kami
pun tak pernah pacaran," ucapku tegas ke arahnya.

"Tapi aku pernah dengar kalau Mukhlis juga suka sama kamu , Fath. Jadi aku pikir kalian udah pacaran. Kulihat selama ini juga kalian begitu akrab."

Aku hanya menggeleng dan tersenyum ke arahnya.

"Zai... aku gak mau pacaran dengan ikhwan yang belum halal bagiku. Lagian untuk saat ini aku ingin fokus menuntut ilmu dulu. Untuk soal rasa,  pasrahkan kepada sang Pemilik Cinta. Karena hanya Allah yang mampu mebolak-balikkan rasa dalam hati manusia.
Jadi kita nggak usah ributin ini lagi ya," ucapku menepuk pundaknya pelan.

Zainab akhirnya menganggukkan kepala dan bibirnya tampak mengukir senyuman.

"Jadi kita sekarang baikan ya," ucapku seraya mengangkat tanganku, memunculkan jari kelingkingku sedangkan jari yang lain menggenggam.

Selang beberapa detik.
Zainab membalas dengan hal yang sama.

Alhamdulillah.... masalah ini telah selesai ya Robb. Batinku bersyukur seraya tak melepas senyum.

"Terus., bagaimana perasaan sukamu ke dia, Fath?"

"Biarlah rasa cinta ini ku rasakan sendiri Zai, tanpa dia harus mengetahuinya.
Rasa Cinta ini adalah anugerah dari sang Pencipta. Aku ingin menjaga kesucian cinta ini dengan hanya mengungkapkan cinta terhadap orang yang kelak akan menghalalkanku menjadi makmumnya, jadi aku gak mau dengan adanya rasa ini aku malah menuruti hawa nafsuku dengan berpacaran yang sudah jelas itu adalah maksiat dan akan membuat Allah murka. Bukankah kita hidup di dunia ini untuk menggapai ridho-Nya," jelasku panjang lebar.

Kulihat dia menatapku intens, antusias mendengarkan kata-kataku. kemudian tersenyum manis kearahku.

"Terimakasih ya, Fath. Kata-katamu benar-benar menyadarkan perasaan cintaku yang terobsesi terhadap Mukhlis . Maafin aku yang sudah bersikap tak baik terhadapmu ya Fath," ucapnya menundukkan kepala. Kayaknya dia menyesal dengan apa yang dilakukannya selama ini.

"Iya gak apa-apa, Zai. Itulah gunanya sahabat. Harus saling mengingatkan ke jalan yang benar."
Tanggapku tersenyum kearahnya. Dia pun akhirnya tersenyum membalasku.

"Oia ... kalau boleh tau. Kamu tau dari mana tentang perasaanku?"
Tanyaku untuk menghilangkan rasa penasaranku sejak tadi.

"Saat di cafe. Tak sengaja aku mendengar obrolan kamu sama  Maryam."

"Oow ya ya."
Aku mengingat kejadian beberapa minggu yang lalu itu.

"Kalau gitu. Balik lagi gabung ke tempat yang tadi yuk, Zai," tawarku padanya.
Zainab menggeleng.

Kulihat dia sekarang sudah mau memberikan senyumnya untukku.
Hati ini benar-benar lega. Bagiku hubungan persahabatan adalah sesuatu yang sangat berharga.

Apalagi jika hanya dibandingkan dengan hubungan pacaran dengan laki-laki yang bukan mahram, hukumnya haram karena termasuk salah satu perbuatan yang mendekat pada pebuatan zina yang termasuk dosa besar.

💌💌💌

Al-Isra' 17:32

وَلَا تَقْرَبُوا ٱلزِّنَىٰٓۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلًا

(Dan janganlah kalian mendekati zina) larangan untuk melakukannya jelas lebih keras lagi (sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji) perbuatan yang buruk (dan seburuk-buruknya) sejelek-jelek (jalan) adalah perbuatan zina itu.

Dapatkan Aplikasi Quran:https://goo.gl/w6rESk

💌💌💌

"Maaf Fathimah. Aku benar-benar ada urusan lain sekarang. Ada janji sama teman," ucapnya.

Aku pun mengangguk dan segera melangkah menuju toilet ketika kami benar-benar terpisah setelah kujawab salamnya.

-**-

"Lama amat sih, Fath ke toiletnya," gerutu Maryam begitu aku kembali bergabung. aku hanya tersenyum ke arahnya tanpa menjawabnya sedikitpun.

Aku pun duduk di sebelahnya tapi tak nampak Kak Ishaq disini.

"Hehe..... Kak Ishaq mana mar?"

"Nyusulin kamu?"

"Maksudnya?
kok aku gak ketemu dia kalau nyusulin aku."

"Yaelah Fath.
maksudnya dia juga ke toilet. Ke toilet pria lebih tepatnya Fathimah," jawab Maryam masih dengan nada kesal terlihat dari raut wajahnya yang masih cemberut.

"Udah kali ngambeknya. Masak ditinggal gitu aja ngambek. Bukannya senang bisa PDKT sama si ganteng," ucapku menaik turunkan kedua alisku menggodanya.

"Iiihhh... PDKT dari Hongkong. orang yang dia bahas itu kamu mulu. Kayaknya dia suka sama kamu," akupun terkejut dan langsung meraih gelas berukuran sedang di depanku. Meneguk kembali jus yang tinggal setengahnya, segera menghabiskannya dengan cepat.

"Wah... wah... kayaknya filling aku bener nih," ucapnya menatapku menyelidik.

"Apaan sih, Mar," ucapku mengeles dan tiba-tiba Kak Ishaq muncul dan duduk didepan kami.

-**-

Setelah jalan-jalan dan beli beberapa jajanan yang terjual di taman kota ini, kami bertiga pun segera menuju parkiran, berniat untuk pulang.

"Loh... kok jalan terus sih, Kak. Kan motor Maryam masih di sana," Ucapku saat menyadari mobil ini terus melaju telah melewati toko ''aneka busana'' tempat motor Maryam terparkir.

"Tadi aku udah minta tolong Ahmad, Dek untuk bawa motor Maryam kerumah kamu. Kebetulan tadi katanya dia dari rumah temannya dan sempat ketemu di taman kota. Ya kan Mar?"

Aku menoleh ke Maryam yang menganggukak kepala, membenarkannya

"Owh gitu,"
Akhirnya aku kembali menatap ke luar jendela setelah kulihat Maryam udah terlelap. Dasar yah. Ni anak kalau udah kenyang bawaannya langsung ngantuk dan mudah sekali terlelap tidur.

Bersambung....

12 sya'ban 1439 H.
Repost : 01 Robi'ul Akhir 1441 H

Assalamualaikum sahabat pembaca. 😉

Alhamdulillah part lanjutan masih bisa di publish hari ini.

💌 ayat Alqur'an tentang larangan pacaran.

Semoga bisa menambah ilmu dan bermanfaat ya...

Jangan sampai lupa untuk tilawah Al qur'annya ya.

Tinggalkan vote dan komentarnya setelah membaca ya.

Wassalam.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top