6. Memiliki Seutuhnya
Cerita ini udah langsung tamat di Karyakarsa dan ga diebookin, ya. Full akses sampat end + bonus part dan harganya murmer. Tersedia voucher, jadi harganya ga sampe 50k. Apalagi kalo beli koinnya lewat web, harga koinnya jauh lebih murah daripada lewat apk
Nb : Cerita kali ini lumayan menguras emosi, adegan kekerasan dan khusus 21+ ya. Harap bijak dalam memilih bacaan.
***
Part 6 Memiliki Seutuhnya
Jasmin benar-benar kehilangan akal pikirannya. Caius bahkan masih menginginkan tubuhnya ketika membaringkannya di tempat tidur. Dan lagi-lagi ia tak bisa menolak keinginan pria itu.
Sepertinya dijanjikan pria itu, setidaknya kali ini sentuhan Caius lebih lembut. -Pun tak mengurangi rasa jijik Jasmin terhadap setiap sentuhan pria itu di tubuhnya.- Terutama dengan kakinya yang masih digips. Rupanya pria itu punya pengalaman yang mumpuni. Ya, pasti bukan dirinya wanita pertama yang ditiduri pria itu, kan?
Jasmin terpaksa menerima semua sikap Caius yang menginjak-injak harga diri. Menekan semua kesabaran yang entah bagaimana masih di milikinya. Caius benar-benar memperlakukannya seperti boneka, sekaligus pemuas nafsu pria itu. Dan ia menelan semua kepahitan itu, hanya dengan harapan ketika kakinya sembuh, ia akan memiliki sedikit kekuatan dan keberanian untuk melawan.
Pada akhirnya, kesabarannya berbuah manis. Sudah sebulan ia berada di apartemen Caius. Dan hari itu akhirnya tiba. Hari di mana gipsnya akan dilepas.
Pagi itu, Caiuslah yang mengantarnya ke rumah sakit. Setelah gips dilepas dan belajar menggunakan kakinya yang sudah sebulan lebih tidak digunakan untuk berjalan. Terasa kaku, tetapi tekadnya begitu kuat untuk berdiri dengan kedua kakinya sendiri.
“Aku bisa berjalan sendiri,” ucapnya dingin ketika Caius hendak membungkuk untuk menggendongnya. Menjauhkan tubuhnya ke samping dan mengambil tasnya yang tergeletak di kursi, lalu berjalan lebih dulu. Langkahnya masih pelan, tetapi ia tahu kakinya masih berfungsi dengan baik.
Caius terkekeh pelan, melambatkan langkahnya demi menyamai langkah sang istri. “Kau yakin …”
“Aku yakin,” penggal Jasmin sebelum pria itu menyelesaikan pertanyaannya.
“Lorong ini cukup panjang. Kau tidak takut kakimu patah lagi?”
“Kau dengar apa yang dikatakan oleh dokter, kan? Aku hanya perlu berlatih sebelum mengembalikan fungsi kakinya sepenuhnya.”
“Oke.” Caius manggut-manggut. “Ehm, sepertinya aku perlu mengajarimu gaya baru dengan kakimu yang sudah kembali pulih.”
Langkah Jasmin terhenti. Menatap kesal ke arah Caius. “Apakah hanya hal semacam itu yang ada di pikiran kotormu?”
“Tidak. Tapi … sejak mencicipi keperawananmu, yang ada di kepalaku hanya tentangmu dan tubuhku.” Jawaban Caius lirih, tetapi sangat jelas dan keluar dengan begitu ringan dari mulut pria itu yang membuat Jasmin semakin dongkol.
Bibir Jasmin menipis keras. Menekan kuat-kuat amarahnya mengingat kakinya yang masih sakit. Ia membuang muka dengan kasar dan melanjutkan langkahnya.
***
Jasmin turun dari mobil tanpa bantuan Caius. Sedikit kesulitan menaiki tiga undakan, tetapi berhasil dengan memuaskan. Ketika tiba-tiba suara cecaran menghadangnya di teras gedung.
“Jadi ini istri cacat yang sudah kau nikahi?” Seorang wanita berambut pirang sebahu dan sedikit bergelombang. Berdiri dengan tatapan nyalang yang penuh kebencian ketika mengamati Jasmin dari atas ke bawah. Cemooh yang kental menghiasi wajahnya yang angkuh dan licik.
“Jadi kau sudah tahu?” Suara Caius tenang, berhenti tepat di samping Jasmin.
“Apa ini, Caius? Ini hanya lelucon, kan? Semua orang tahu pernikahanmu. Semua. Kecuali aku.”
“Kenapa aku harus repot-repot memberitahumu, Pamela?”
Tak hanya mata Pamela yang melotot tak percaya dengan pertanyaan tersebut. Tetapi juga Jasmin. Melihat amarah di wajah Pamela, kemunculan wanita itu di tempat ini bukan tanpa alasan, kan? Cara wanita itu menatapnya sudah cukup membuatnya mengerti kenapa tatapan kebencian itu menusuknya dengan tajam. Jasmin tahu dirinya sudah menjadi wanita ketiga di antara Caius dan Pamela.
Mulut Pamela membuka nutup tak percaya dengan pertanyaan tersebut. Ia tahu Caius memang tak pernah menganggap serius hubungan dekat mereka. Ia sangat tahu Caius hanya satu-satunya baginya meski ia hanyalah salah satu dari banyak pilihan yang dimiliki Caius. Namun, mereka jelas menjalin suatu hubungan. Yang tidak sama dengan Caius dengan wanita mana pun. “A-apa kau bilang?”
“Kebetulan kau di sini, sepertinya kau sangat membutuhkannya, kan. Oke. Kita akhiri hubungan ini sampai di sini. Terima kasih …”
Tangan Pamela terangkat, melayang ke wajah Caius. Akan tetapi, sebelum telapak tangan wanita itu berhasil menyentuh wajah Caius. Tangan pria itu mencengkeram pergelangan Pamela, kemudian menyentakkannya menjauh.
“Hmm, buang jauh-jauh itu dari harapanmu, Pamela.” Caius menggoyangkan telunjuknya, seolah sedang memperingati anak kecil.
Mata Pamela melotot, nyaris keluar dari rangkanya. Wajahnya dipucati oleh amarah. “Berengsek kau, Caius. Bagaimana mungkin kau tega mencampakkanku seperti ini, hah? Untuk dua tahun hubungan …”
“Yang terasa begitu hambar? Ayolah, kau mulai sedikit lebih membosankan dari sebelumnya dengan kemarahanmu ini, Pamela. Apakah sesulit itu kau melupakanku?”
“Kau benar-benar keterlaluan, Caius.” Tubuh Pamela melompat ke arah Caius. Dan lagi-lagi Caius sudah memperkirakan gerakan tersebut sehingga bisa mengatasinya dengan sigap. Dalam satu gerakan yang ringan, kedua tangan Pamela berhasil dibekuk di belakang punggung. Membuat pemberontakan wanita itu semakin menjadi, berteriak mengeluarkan sumpah serapahnya.
Kedua penjaga keamanan mendekati ketiganya. Caius melepaskan pegangannya ketika mendorong tubuh Pamela ke arah dua pria itu. Yang langsung menahan kedua tangan wanita itu di kanan dan kiri.
“Lepaskan! Beraninya kalian menyentuhku! Lepaskan tanganku!” jerit Pamela, tubuhnya masih memberontak keras. Membuat rambut wanita itu yang tersisir rapi, kini tampak berantakan. Begitu pun dengan pakaian wanita itu dan salah satu sepatunya yang sudah tertendang menjauh.
Jasmin masih begitu syok menyaksikan apa yang terjadi di depannya ketika Caius membawanya menuju lift khusus. Bagaimana begitu kejam dan tanpa hati cara Caius mencampakkan kekasih yang sudah … dua tahun menjalin hubungan dengan pria itu?
“Kau baik-baik saja?” Pertanyaan Caius memecah keheningan di antara mereka. Sekaligus menyadarkan Jasmin dari ketercengangannya.
Jasmin menoleh, menatap ekspresi di wajah Caius. Tak ada sedikit pun penyesalan yang tersisa di sana. Ya, apa yang diharapkannya, Caius memang tak punya hati, kan? Memperlakukan wanita selayaknya sampah. Seperti keberengsekan yang sudah pria itu lakukan padanya di malam pesta pertunangan Eve.
“Dia kekasihmu.”
Caius tahu itu bukan pertanyaan, tetapi pernyataan. “Lalu?”
“Dan kau mencampakkannya begitu saja?”
Caius hanya menyeringai. “Apakah itu menjadi masalah untukmu?”
Jasmin tetap tersentak kaget meski sudah memperkirakan keterkejutannya akan jawaban Caius.
“Tenanglah. Aku tak akan melakukan hal yang sama, Jasmin. Selain karena kita sudah menikah, kau adalah wanita yang berbeda dari wanita-wanita lainnya.”
Mulut Jasmin menganga. Sungguh, ia berharap menjadi Pamela agar bisa dicampakkan Caius semudah itu.
“Jika kau menjadi wanita yang membosankan dan banyak membuat masalah, mungkin kau akan berakhir seperti dia.”
Sungguh, saat itu ide yang muncul di pikirannya adalah mencari tahu tentang Pamela. Merendahkan harga dirinya dan meminta wanita itu mengajarinya menjadi wanita membosankan seperti yang tidak disukai oleh Caius. Dan itu adalah ide paling cemerlang yang muncul di kepalanya. Untuk sepanjang hidupnya hingga detik ini.
“Tapi … karena ada banyak hal yang membuatku merasa terikat denganmu. Penolakanmu yang mempermalukanku di hadapan semua orang, kupikir kau akan mendapatkan hukuman yang sedikit lebih serius.”
Kali ini Jasmin menelan ludahnya. Rasa takut yang merambati dadanya akan kalimat sedikit lebih serius yang mengakhiri ancaman khas pria itu.
“Dan percayalah, jika kau pikir apa yang kulakukan pada Pamela adalah keberengsekan, itu hanyalah permukaan diriku dari yang sebenarnya, Jasmin.” Tangan Caius terangkat, menyentuh ujung dagu Jasmin dan seringai kepuasan di ujung bibirnya semakin tinggi merasakan ketegangan di wajah sang istri. Bercampur ketegangan di kedua mata sejernih madu yang menjadi favoritnya selain bagian tubuh Jasmin yang lain.
Denting pintu lift memecah keheningan yang terasa begitu menyesakkan bagi Jasmin. Ia kembali bernapa ketika Caius melepaskan tangan dari wajahnya. Kemudian berjalan keluar lebih dulu.
Jasmin masih bergeming di dalam lift ketika tubuh Caius sudah melintasi foyer dan menghilang ke ruang tamu. Ketakutan dan keberanian di dalam dadanya seolah saling mendorong satu sama lain. Tak yakin mana yang harus mendominasinya saat ini.
Semakin ia berhadapan dengan Caius. Ketakutannya semakin berada di level yang lain. Dan ia tak yakin apakah harus mencapai puncaknya untuk membunuh ketakutannya tersebut.
“Nyonya?”
Jasmin mengerjap akan panggilan pelayan dari arah samping lift. Tangannya menahan agar lift tetap terbuka. Ia pun melangkah keluar setelah berhasil memaksa ketenangan dalam dirinya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top