11. Bermain Api Pasti Terbakar
Part 11 Bermain Api Pasti Terbakar
Jasmin bisa merasakan ciuman Aksa yang semakin memanas, mendorong tubuhnya ke belakang hingga punggungnya menempel di kasur yang empuk. Ia juga membalas ciuman pria itu, tetapi … ketika telapak tangan Aksa mulai menelusup ke balik pakaian dan menyentuh kulit telanjangnya secara langsung, tiba-tiba ia tersadar.
Kedua matanya terbuka dengan cepat. Mata Aksa masih tertutup dengan ciuman yang mulai turun ke lehernya. Jasmin memegang pundak Aksa dan mendorong pria itu menjauh.
“Ada apa?” Aksa terkejut di tengah napasnya yang memberat. Kabut gairah di kedua mata pria itu perlahan memudar, digantikan kebengongan.
Jasmin menggeleng, melompat terduduk dan menyambar tasnya yang ada di meja dan berlari keluar kamar.
“Jasmin?”Aksa gegas mengejar wanita itu yang secepat kilat menghilang dari pandangannya.
Jasmin tak mendengar. Kakinya terus menjauh, dengan kewarasan yang masih tersisa di kepalanya. Seharusnya ia tak peduli, tetapi kenapa ia merasa semua ini tidak benar. Seharusnya ia menginginkan ini, tetapi kenapa perasaannya terasa salah.
Bruukkk …
Tubuh Jasmin terpental, wajahnya menabrak dada bidang yang tiba-tiba menghadang mereka. Dan di tengah keterkejutannya tersebut, seluruh darah lenyap dari wajahnya menemukan yang ditabraknya adalah suaminya. Caius Amato yang baru saja keluar dari dalam lift.
“C-caius?” cicit Jasmin. Tercekik dengan ketegangan dan kegelapan yang memenuhi wajah pria itu.
Tatapan berkobar Caius bergerak mengamati penampilan Jasmin di hadapannya. Wajah wanita itu sepucat mayat, rambut yang berantakan, dan tak hanya itu. Beberapa kancing dress sang istri sudah tak terkait lagi, dan bahkan kedua kaki Jasmin sudah tak beralas. Air mata yang digenangi oleh kengerian dan tubuh yang bergidik ngeri, menunjukkan seberap takutnya sang istri dengan keberadaannya.
Ya. Wanita itu memang seharusnya takut dengan semua ini. Karena apa yang dilakukannya pada Jasmin, akan menjadi mimpi terburuk dari yang terburuk yang pernah wanita itu dapatkan.
Pandangan Caius melewati pundak Jasmin, melihat Aksa yang berdiri tak jauh dari mereka berdua dengan penampilan sama berantakannya. Berani-beraninya mereka berdua melakukan hal menjijikkan ini di belakangnya. Beraninya pria itu menyentuh miliknya.
Tubuh Caius berjalan melewati Jasmin yang masih bergetar ketakutan. Melompat ke arah Aksa dan menyarangkan satu tinju tepat di hidung pria itu sebelum tubuh keduanya ambruk ke lantai dengan suara bedebum yang mengerikan.
Sebelum Aksa sempat melakukan penolakan, apalagi perlawanan. Caius duduk di perutnya. Kembali menghantam wajahnya dengan tinju yang lebih keras.
Aksa berusaha menahan, mendorong Caius yang sudah dipenuhi emosi yang membara. Tetapi balasan tinjunya sama sekali tak mengurangi kemarahan pria itu yang diluapkan lewat kepalan tangan.
Jasmin menjerit, membekap mulutnya dengan kedua tangan sementara air mata membanjiri seluruh permukaan wajahnya. Tangisannya semakin histeris ketika mendekati keduanya dan melihat wajah Aksa yang sudah diselimuti darah. Bahkan ada beberapa darah yang menciprati lantai.
“Hentikan, Caius!” teriaknya dengan sekuat tenaga. Mendorong punggung Caius dari atas tubuh Aksa yang sudah tak bergerak. Kedua tangan pria itu terlunglai di lantai.
Caius berhenti dengan kepalan yang masih melayang di udara. Wajah Aksa jatuh ke samping ketika ia melepaskan keras kemeja pria itu. Ujung bibirnya menyeringai penuh kepuasan, mengusap hidungnya yang berdarah dengan punggung tangan. Yang semakin melebarkan jejak darah di wajahnya.
Ia melompat berdiri, masih dengan napas yang terengah. Lebih banyak oleh emosi dan amarah yang bergemuruh di dadanya saat ini. Isak tangis Jasmin yang semakin menjadi membuat pria itu menoleh. Menatap ke arah lantai dengan tubuh yang bergetar hebat. Satu gerakan Jasmin yang hendak mengulurkan tangan pada Aksa membuatnya menyambar lengan wanita itu. Menyeret sang istri menuju lift.
“Lepaskan, Caius. Dia harus dibawa ke rumah sakit,” rintih Jasmin di tengah tangisannya yang semakin menjadi. Dan jawaban dari permintaannya tersebut adalah dorongan yang begitu kuat ke dalam lift, hingga punggungnya membentur dinding lift yang keras. Tetapi Caius sama sekali tak peduli dengan pekik kesakitannya.
Isakan Jasmin masih belum berhenti ketika keduanya sampai di rumah salam setengah jam. Caius mengemudikan mobil dengan cara yang ugal-ugalan. Membuat tangisannya semakin histeris ketika mobil mereka hampir menabrak mobil lainnya.
Caius menekan pedal rem kuat-kuat di basement gedung. Tubuhnya terpental dengan keras dan rasa pusing membuat Jasmin tak kuasa menahan semua kengerian ini.
Caius membanting pintu mobil, memutari bagian depan mobil dan menyeret turun Jasmin. Masuk ke dalam lift dan sampai di lantai teratas gedung, tubuhnya didorong keluar dengan kasar.
Lelah dengan emosinya sendiri dan amarah Caius, yang disempurnakan dengan sikap kasar pria itu. Jasmin membiarkan tubuhnya kembali diseret ke kamar mereka layaknya barang yang tak berguna.
Tasnya ditarik dari pegangannya, nyaris mematahkan pergelangan tangan. Pakaiannya dirobek, tak menyisakan apa pun di tubuhnya. Sebelum kemudian tubuhnya didorong ke tempat tidur dengan kasar. “Wanita murahan,” desis Caius. Menekan tubuhnya ke tempat tidur sekaligus menggenggam kedua tangannya dengan kuat dan memakunya di atas kepala.
Jasmin sama sekali tak berdaya dengan sikap kasar pria itu yang begitu liar. Jika sebelum-sebelumnya Caius hanya menggunakan tubuhnya sebagai pemuas nafsu, malam itu Caius menyetubuhinya dengan cara yang lebih rendah dari sebelumnya.
***
Saat bangun keesokan harinya, Jasmin sudah tahu akan bangun dengan perasaan yang lebih hancur. Juga tubuhnya. Tulang-tulang tubuhnya serasa seperti dipatahkan semuanya. Rasa sakit hampir terasa di sekujur tubuhnya.
Ia mengerang kesakitan ketika kedua kakinya bergerak turun dari tempat tidur. Pangkal pahanya terasa sakit dan perih. Hanya untuk diingatkan betapa beringasnya Caius menghukum dirinya.
Sisi tempat tidurnya sudah kosong, membuatnya tak harus menahan diri untuk tidak membuat suara yang akan membangunkan pria itu. Jam di dinding sudah menunjukkan jam sembila, tetapi ia sama sekali tak berniat pergi ke kantor. Terutama setelah apa yang terjadi.
Dengan susah payah, akhirnya Jasmin berhasil masuk ke dalam kamar mandi. Merendam tubuhnya dengan air hangat selama lima belas menit.
Saat keluar dari bath up, tubuhnya sudah terasa lebih rileks meski tidak sepenuhnya menghilangkan rasa pegal dan sakit di beberapa tempat. Juga jejak sikap kasar Caius di tubuhnya.
Pergelangan tangannya masih memerah oleh cekalan pria itu. Juga kissmark yang memenuhi dada dan lehernya. Dan rasa perih di bibirnya karena Caius yang melumatnya habis-habisan.
Keluar dari kamar mandi, Jasmin memunguti pakaiannya yang teronggok di lantai layaknya sampah. Tasnya yang ada di bawah meja dan isinya yang sudah berhamburan di lantai.
Ponselnya yang sudah retak semakin hancur dengan bantingan Caiuss tadi malam. Tetapi layarnya masih menyala dan beberapa pesan yang muncul maish terlihat jelas.
Ada banyak pesan dari Aksa, juga panggilan dari pria itu. Tetapi ia tidak mencoba membukanya, ataupun menghubungi kembali pria itu. Setidaknya dengan semua itu, Jasmin cukup dilegakan bahwa pria itu baik-baik saja.
Rasa bersalah pada Aksa kembali menggerogoti hatinya. Air matanya kembali menetes, telah membawa hal buruk ini pada pria itu. Penyesalan yang teramat besar menyesaki dadanya dengan keras. Lebih buruk dari apa yang dirasakannya pada perbuatan Caius tadi malam. Jasmin kembali terisak, memeluk ponsel di tangannya seolah itu adalah Aksa. Isak pedih Jasmin memenuhi seluruh ruangan, tubuh wanita itu meringkuk di lantai. Memeluk kedua lutut dengan pundak yang bergetar.
***
Lagi gabuttt ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top