10. Penuh Emosi
Part 10 Penuh Emosi
Di ruang keluarga, Caius yang tengah menanggapi pembicaraan saudara dari keluarga papa mertuanya menangkap sang istri yang tengah berlari menyeberangi ruang tengah dengan terburu. Mengarah ke pintu utama. Caius pun gegas berpamit dan menyusul Jasmin. Yang rupanya sudah naik ke dalam mobil. Caius mencegah mobil tersebut sebelum melaju dan ikut masuk.
“Ada apa?”
Jasmin hanya membuang muka. Menatap jendela mobil tanpa sepatah kata pun.
Caius yang sempat melihat wajah basah Jasmin pun tak mengatakan apa pun lagi. Membiarkan sang istri berdiam diri sepanjang perjalanan pulang ke apartemen mereka.
Sampai di apartemen, Jasmin hanya meletakkan tas di ujung tempat tidur dan langsung masuk ke dalam kamar mandi. Dari salah satu pengawalnya, Caius tahu sang istri terlibat pertengkaran dengan Kailee dan kemudian bertengkar hebat dengan mertuanya.
Tangannya sudah memegang gagang pintu ketika samar-samar suara isak tangis Jasmin. Tak ingin mengganggu, Caius pun melepaskan pegangannya dan berjalan ke ruang ganti untuk mengganti pakaian. Lalu menunggu di sofa sampai Jasmin merasa sedikit lega dengan perasaan wanita itu.
Ia bahkan sudah menyuruh pelayan untuk membuatkan teh hangat. Yang disiapkan saat Jasmin keluar nanti agar perasaan sang istri jauh lebih baik. Tetapi … teh panas itu berakhir menggenaskan ketika Jasmin melemparnya ke lantai.
“Aku tak butuh semua ini!” Dagu Jasmin sedikit terdongak. Kedua matanya tampak bengkak karena lama menangis, tetapi tatapannya masih dipenuhi kebencian, yang bahkan lebih besar dari yang dimiliki wanita itu pada Kailee.
Caius bergeming, tangannya yang kosong masih melayang di udara ketika mengulurkan cangkir teh pada Jasmin. Ada jejak basah yang memerah karena air panas yang sempat mengenai kulitnya sebelum jatuh ke lantai.
“Semua ini gara-gara kau, Caius. Kaulah yang menghancurkan hidupku. Kaulah yang merenggut semua kebahagiaan dalam hidupku. Semua kesialan yang datang ini adalah karena kau. Aku membencimu. Aku benar-benar membencimu!”
Caius tak mengatakan apa pun. Emosi Jasmin semakin memburuk dan satu-satunya pilihan yang ia miliki untuk menghadapi wanita itu hanyalah menambah stok kesabarannya lebih banyak lagi. Pertengkaran dengan satu-satunya anggota keluarga yang dimiliki adalah hal yang berat. Dan ia tak ingin memperburuk itu semua untuk Jasmin.
“Tidak bisakah kau pergi saja dari hidupku! Aku sudah muak dengan semua ini!” Teriakan Jasmin semakin dipenuhi emosi. Dengan air mata yang kembali berhamburan keluar. Wanita itu jatuh terduduk di lantai. Kepalanya tertunduk dan kembali menangis dengan tersedu.
Caius menghela napas, menatap punggung Jasmin yang bergetar dan berkata, “Malam ini aku akan tidur di luar.”
***
Pagi harinya, bangun terbangun dengan perasaan sedikit lebih baik. Ia berhasil tertidur karena terlalu lelah menangis. Meski paginya harus berhadapan dengan kedua matanya yang bengkak.
Pikirannya masih kacau ketika Caius mengantarnya ke kantor. Menolak ide konyol pria itu yang melarangnya pergi kerja. Meski ia merasa putus asa menyembunyikan mata bengkak dan berniat tidak pergi ke kantor, tawaran Caius seketika melenyapkan niat yang terbersit tersebut. Seolah itu adalah bentuk perlawanannya terhadap Caius.
Ia sudah cukup muak dengan kejadian tadi malam, melihat wajah Caius membuat hidupnya terasa semakin tersiksa.
Di dalam lift ia menyalakan ponselnya. Teringat pesan singkat Aksa yang belum dibalasnya tadi malam dan diakhiri dengan satu pesan.
‘Selamat malam. Malam ini aku ingin hadir di mimpi indahmu.’Perasaannya jauh lebih baik dengan pesan tersebut. Dan semakin lebih baik ketika sampai di ruangannya dan menemukan buket bunga dari Aksa.
“Terima kasih untuk bunganya. Aku juga mencintaimu.” Jasmin mengetikkan pesan balasan. Meletakkan ponselnya dan mengambil buket tersebut. Mencium aroma bunga tersebut sejenak ketika satu pesan lainnya muncul di layar ponselnya yang menyala.
Ia gegas mengambilnya, berpikir itu dari Aksa. Tetapi harapannya raib melihat nama Caius yang muncul. Yang isi pesannya ia abaikan.
‘Nanti sore aku akan menjemputmu. Kita akan makan malam di luar.’
***
Sepanjang hari, Jasmin tak benar-benar fokus dengan pekerjaannya. Beberapa laporannya salah, sehingga Aksa memanggilnya ke ruangan.
“Kenapa?” Wajah Aksa miring ke samping, mencoba membaca lebih jelas emosi di raut Jasmin. “Sepertinya ada masalah. Dengan Caius?”
Jasmin menghela napas rendah.
Tangan Aksa terulur, menyentuh ujung dagu Jasmin dan mendekatkan wajahnya. “Matamu bengkak. Apakah dia menyakitimu?”
Jasmin menggeleng. Menurunkan tangan Aksa dengan lembut. “Hanya pertengkaran dengan papa. Tentang Kailee.”
Aksa mengangguk. “Kau tahu kau bisa bercerita padaku, kan? Menjadikan beban ini untuk berdua.”
Jasmin terdiam. Menatap wajah Aksa sejenak dan berkata, “Sepertinya aku harus menyelesaikan pekerjaanku lebih dulu. Kau ingin makan malam bersama?”
“Ya, tentu saja,” senyum Aksa sambil mengangguk. “Aku akan menunggumu di basement seperti biasa.”
***
Jasmin mengerutkan kedua alisnya ketika mobil Aksa melaju ke jalur lain yang tak seperti biasa.
“Aku menemukan tempat bagus,” ucap Aksa melihat kerut tanya di kening Jasmin yang mengamati sekitar mobil. “Aku yakin kau akan menyukainya.”
“Oh ya?” Untuk pertama kalinya dalam seharian ini ada senyum yang hinggap di wajah Jasmin.
“Ya. Pemandangannya sangat indah. Terutama di malam hari.”
“Hmm? Aku tak sabar.”Senyum Jasmin lebih lebar, merasakan genggaman Aksa di tangannya yang semakin kuat dan semua itu membuatnya merasa lebih baik.
Seperti yang dijanjikan Aksa, restoran yang ada di hotel bintang tujuh tersebut tak hanya menawarkan pelayanan yang memuaskan. Tetapi juga pemandangan yang terhampar di dinding kaca, membuat perasaan Jasmin seketika membaik.
“Jadi, sekarang kau ingin bercerita?”
Senyum Jasmin sempat membeku, tetapi kemudian ia menghela napas panjang dan rendah. Menceritakan kejadian tadi malam dengan perasaan yang lebih baik. Aksa selalu menjadi pendengar yang setia.
“Apakah menurutmu kata-kataku terlalu berlebihan?”
“Papamu pasti akan memaafkanmu. Dia sangat menyayangimu.”
“Dia selalu membela Kailee karena tak ingin kehilangan wanita itu. Dia lebih suka kehilanganku.”
“Tak ada yang lebih penting daripada darah sendiri, Jasmin. Percayalah.”
Jasmin tak mengatakan apa pun lagi meski masih menyangsikan kata-kata Aksa. Tetapi ia menghargai kata-kata menghibur pria itu.
Aksa menarik kursinya lebih dekat dengan Jamsin. Menggenggam tangan Jasmin dan membiarkan kepala wanita itu bersandar di pundaknya. Memeluk wanita itu yang masih tampak bersedih. “Semuanya akan baik-baik saja, Jasmin. Papamu pasti akan memaafkanmu.”
Jasmin masih bergeming. Ada penyesalan yang masih membuat perasaannya terasa berat setiap kali mengingat kata-katanya pada sang papa. Juga tatapan kecewa sang papa yang sempat ia tangkat sebelum meninggalkan rumah. Hanya papanya yang ia miliki, dan sekarang ia merasa sendirian.
***
Jasmin akhirnya mengambil ponselnya yang terus bergetar ketika keduanya berada di dalam lift. Nama Caius lagi-lagi muncul di layarnya.
“Apakah semuanya baik-baik saja?” tanya Aksa. Memberi jalan lagi Jasmin untuk keluar dari dalam lift lebih dulu.
Jasmin mengangguk. Keduanya berjalan melintasi lobi dan ruang tunggu yang begitu luas. Namun, tiba-tiba ;angkah Jasmin terhenti. Dengan kedua tangan mereka yang saling bertaut, langkah Aksa pun ikut berhenti.
“Ada apa?”
Jasmin menatap lurus wajah Aksa selama beberapa detik. Kemudian menarik pria itu menuju resepsionis. “Berikan kami kamar kosong,” pintah Jasmin pada wanita muda yang manis di balik meja.
Aksa tercengang, tetapi kemudian menatap wajah Jasmin dan tak mengatakan apa pun. Mengeluarkan karti dari dalam dompetnya untuk membayar.
“Kau yakin dengan semua ini?” Aksa memecah keheningan ketika keduanya kembali berada di dalam lift.
Jasmin tak menjawab, hanya menoleh dan menatap wajah Aksa. Kemudian melepaskan tangannya dari genggaman Aksa, memegang sisi wajah pria itu, berjinjit dan menempelkan bibir mereka.
Jasmin hanya mencium, selanjutnya Aksalah yang mengambil alih. Kedua tangan pria itu menahan pinggang Jasmin, dengan ciuman keduanya yang semakin dalam.
Sampai di kamar, lumatan Aksa semakin kuat. Menyesap rasa manis dengan segenap perasaan yang dimilikinya untuk wanita ini. Kali ini ia tak hanya akan memiliki hati Jasmin, tetapi juga tubuh wanita itu.
***
Next part Main Api Pasti Terbakar. Ini part terakhir yang diup di Wattpad, ya .
****
Cerita ini udah langsung tamat di Karyakarsa dan ga diebookin, ya. Full akses sampat end + bonus part dan harganya murmer. Tersedia voucher, jadi harganya ga sampe 50k. Apalagi kalo beli koinnya lewat web, harga koinnya jauh lebih murah daripada lewat apk
Nb : Cerita kali ini lumayan menguras emosi, adegan kekerasan dan khusus 21+ ya. Harap bijak dalam memilih bacaan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top