Lima


Dira berpamitan pada mertuanya, hari ini dia akan bertemu teman-temannya di salah satu restoran yang ada di Ibu Kota.

Dira mengenakan pakaian yang terlihat sederhana tapi sangat pas di tubuhnya. Wajah cantiknya di poles sedemikian rupa. Sudah cukup baginya mengurung diri di rumah mertuanya selama 3 bulan ini. Dan sekarang saatnya Dira menapaki dunia luar kembali.

Dira meninggalkan kediaman mertuanya dengan menaiki taksi online.

Suasana restoran yang tenang membuat siapapun akan merasa nyaman dan betah berlama-lama di sana. Begitu juga dengan Dira dan teman-temannya. Mereka duduk santai sambil ngobrol membicarakan banyak hal.

"Dir, bagaimana pernikahanmu dengan laki-laki itu?"

Dira mengedikkan bahu. "Kamu 'kan tahu sendiri bagaimana dia May, sepertinya aku akan menyerah," jawab Dira dengan wajah sendu.

"Jadi ... suamimu masih bersama wanita itu?"

"Maya pake di perjelas lagi." Sahut temannya yang lain.

"Enggak apa-apa Lan, emang faktanya begitu kok!"

"Eh tunggu-tunggu, bukannya itu ...?"

"Apaan sih Wulaann ..., oh my God, suami kamu ada di sini Dir," Maya menutup mulutnya dengan kedua tangan.

Dira mengikuti arah tatapan kedua temannya dan benar saja Akhtar berada di sana, dia tampak sedang makan bersama seorang wanita cantik.

Tangan Dira mengepal erat di bawah meja, andai dia gila mungkin tidak akan malu dan ragu-ragu untuk melabrak kedua manusia tidak tahu malu itu.

"Kita samperin yuk?" Ajak Wulan pada kedua temannya.

"Untuk apa?" Dira menatap Wulan penuh tanya.

"Labrak lah. Tuman laki kayak gitu di diemin," ujar Wulan menggebu-gebu.

"Buang-buang energi. Kalau dia mau selingkuh ya sudah biarkan saja. Aku tidak butuh laki-laki seperti itu," sahut Dira santai. Walau di dalam hatinya bak tersayat-sayat pisau tak kasat mata.

Kedua temannya melongo mendengar jawaban Dira.
Dira tak acuh, dia segera mengeluarkan ponselnya dan mengambil beberapa gambar Akhtar dan teman wanitanya. Setelah selesai dia merekamnya dalam bentuk video bahkan dirinya sendiri terlihat di layar.

"Untuk apa Dir?" Tanya Maya heran.

"Tidak ada." Dira memasukan ponselnya kedalam tas, lalu kembali menikmati hidangan makan siangnya tanpa mempedulikan Akhtar yang berada tidak jauh dari sana.

Dia dan teman-temannya melupakan keberadaan Akhtar, mereka begitu asyik bercengkrama sesekali bahkan terdengar suara tawa Dira begitu lepas dan riang.

Pendengaran Akhtar di penuhi tawa seseorang yang di kenalinya tapi siapa? Dia melirik sekeliling tidak ada siapapun yang dia kenali disana, kecuali 3 orang wanita yang meja makannya hanya terhalang 1 meja saja dari tempatnya.

Akhtar memperhatikan sosok wanita yang duduk membelakanginya. 'Dira ada di sini?' Batin Akhtar. Ada perasaan waswas di dalam hatinya walaupun dia tidak yakin bahwa itu Dira, istrinya.

Perasaan khawatirnya semakin menjadi saat melihat Celin melewati meja ke 3 wanita itu. Akhtar bahkan harus menahan nafasnya takut terjadi sesuatu. Dia tidak mengkhawatirkan Dira yang jelas-jelas tidak akan pernah mengenali Celin. Tapi Celin mengenali Dira dengan sangat baik.

Celin mengenal Dira karena semenjak pernikahan Akhtar photo keduanya bertebaran di media sosial.

Namun kekhawatiran Akhtar segera lenyap karena Celin sama sekali tidak menoleh ke arah wanita yang di duga Akhtar adalah Dira.

Akhtar melirik meja di seberangnya nampak ke 3 wanita itu berdiri dan benar saja, orang yang tadi duduk membelakanginya, Dira.

Dira menoleh dan menatap suaminya dengan wajah datar. Dan itu membuat dada Akhtar berdegup sangat kencang di dalam sana. Jantungnya seolah bertalu lebih cepat dari biasanya. Entah kenapa perasaan takut dan waswas itu semakin menjadi.

Dira hanya melewati meja tempat Akhtar duduk tanpa mempedulikannya sama sekali. Dia seakan tidak melihat suaminya di sana.

"Dira ...!" Seorang pria berjalan cepat mendekati Dira dan memanggilnya.

Dira berbalik dan menatap orang yang memanggil namanya. "Hei pak Dosen apa kabar?" Dira tersenyum manis dan menyalaminya.

Tanpa dia sadari ada seseorang yang menatapnya dan memperhatikan semua tindak tanduknya.

"Aw aw ... bagaiman kau bisa keluyuran ke sini?" Wulan menghampiri si pria yang di panggil Dosen oleh Dira.

"Kebetulan saja, tadi aku makan siang di sini bersama beberapa kawan,"

"Kawan apa kawan Rif?" Sahut Maya sembari mengerlingkan matanya.

"Kalian ini,"

"Rif, kamu punya teman yang masih singgel gak?"

"Kamu mau selingkuh ya Lan?"

"Sembarangan kamu!"

"Lalu untuk apa nanya-nanya segala?"

"Mau aku jodohin sama Dira," ucap Wulan, dengan sengaja dia menaikan nada suaranya. Sudut matanya melirik Akhtar yang masih menatap Dira.

"Oh untuk Dira? Kalau begitu biar Tuan Put ...ppftt ...

Samar di telinga Akhtar si pria seperti akan mengucapkan sesuatu, tapi segera di tahan dan mulutnya di tutup tangan Dira.

Akhtar mencengkeram kuat sendok yang ada di tangannya, hatinya sangat panas melihat Dira berjalan bergandengan dengan pria lain.
Hampir saja Akhtar berdiri dan mengejar Dira andai Celin tidak segera datang.

"Kenapa sayang?" Celin menatap Akhtar yang terlihat agak bingung.

"Tidak! Tidak ada apa-apa."

"Aku tidak enak perut, sepertinya mau dapat tamu bulanan."

Akhtar tidak menghiraukan ucapan Celin, hatinya masih terasa panas melihat Dira yang begitu acuh padanya dan memilih pergi dengan pria lain.

"Yang ... kamu kenapa sih, kok jadi aneh begini?" Protes Celin. Dia sangat tidak suka jika di abaikan.

"Aku harus segera ke kantor. Sebaiknya cepat habiskan makananmu." Ujar Akhtar penuh penekanan.

Celin cemberut dia makan sambil bersungut-sungut. Akhtar tidak mempedulikannya karena pikirannya saat ini di penuhi oleh Dira yang tiba-tiba mengabaikannya.

Sungguh Akhtar tidak menyukai itu, kemana tatapan penuh cinta Dira, kemana senyuman manisnya yang biasa meneduhkan, kemana tutur sapanya yang halus lembut ... semua seakan hilang. Yang Akhtar lihat barusan hanya tatapan dingin menusuk dengan wajah datar.

Sepanjang sisa harinya Akhtar hanya melamun dan memikirkan perubahan sikap Dira. Bahkan Akhtar menolak menginap di apartemen Celin karena pikirannya masih belum tenang.

Dia ingin segera tiba di rumah orang tuanya dan meluruskan semuanya.
Akhtar yang pulang dengan terburu-buru mengagetkan keluarganya yang tengah berkumpul dan menikmati hidangan makan malam.

"Masih ingat pulang kamu?" Bukan senyuman manis istrinya yang menaymbut kedatangan Akhtar tapi suara sinis ayahnyalah.

Akhtar menunduk tanpa berani menjawab. Sedangkan Dira hanya menatapnya dari arah dapur lalu dia kembali meneruskan pekerjaannya.

Akhtar seperti tamu tak di undang padahal ini di rumahnya, rumah kedua orang tuanya. Sesekali dia melirik Dira yang masih anteng menyiapkan makanan, apa wanita itu tidak tahu kalau dia sangat haus? Pikir Akhtar.

"Mas Akhtar kenapa bengong, gak mau makan?" Akhtar melirik adiknya lalu menatap meja yang di penuhi makanan.
Bukan Akhtar tidak mau makan sungguh perutnya sangat lapar, tapi biasanya Dira akan mengambilkan makanan dan minuman untuknya bukan?

Lama di tunggu tapi Dira tidak juga datang ke meja makan. Akhtar akhirnya menyendok nasi sendiri dan mengambil lauk pauknya. Dia menyantap makanannya dalam diam. Sudut matanya melirik Dira yang tengah membantu Mbok mencuci piring dan perkakas bekas memasak.

"Mbak Dira gak ikut makan?" Mbok yang heran melihat Dira mendekat dan berbisik.

"Bentar lagi Mbok, tunggu cucian selesai,"

"Enggak usah Mbak, ini kerjaan si Mbok, udah tinggal saja,"

"Tanggung satu lagi." Dira melanjutkan mencuci panci lalu menaruhnya di rak cucian piring. Selesai mencuci dia segera bergabung di meja makan bersama suami dan juga mertuanya.

"Ayah dengar kamu bertemu teman-temanmu tadi Nak?" Ayah mertuanya menatap Dira yang sedang menyendok nasi.

"Iya Yah, tadi Dira ketemuan sama teman di restoran," jawab Dira. Dia sekuat tenaga mengabaikan suaminya yang duduk di sebelahnya dan bolak balik melirik.

"Tadi Mbak di antar siapa pulang?" Tanya Airin pada iparnya.

"Tadi Mbak di antar mas Arif, teman kuliah dulu,"

"Ganteng ya Mbak orangnya."

Dira tersenyum mendengar ucapan Airin, Arif memang tampan pikirnya. Akhtar yang merasa di abaikan segera menyelesaikan makan malamnya dan bergegas meninggalkan ruang makan.

Sungguh dia sangat benci dengan situasi canggung seperti itu. Apa lagi melihat keluarganya yang seakan abai terhadapnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top