Prolog
°°°
Kebahagiaan akan selalu datang. Kita hanya perlu menunggu kapan waktu itu datang dan dengan siapa kebahagiaan kita terwujud.
°°°
“Bunda, benarkah kita akan berlibur ke rumah Nenek dan Kakek?”
“Iya sayang, kita akan pergi ke sana,” jawab bundanya.
Keluarga kecil yang bisa dibilang harmonis itu akan melakukan liburan untuk mengunjungi orang tua dari perempuan yang bernama Aquella Sukmawati Putri, pernikahannya dengan Dimas Bayu Chanda, memang baru berjalan tiga tahun dan dikaruniai satu orang anak laki-laki. Allen Bayu Gatra, yang kerap disapa Allen. Anak lelaki yang sangat aktif dan pintar, meski umurnya baru menginjak dua tahun.
“Semua sudah siap?” tanya seorang lelaki menghampiri Ara yang masih sibuk mengemas peralatan Allen.
“Siap, Ayah. Aku udah ndak sambal mau ketemu nenek dan kakek,” sahut Allen dengan nada bicaranya yang belum begitu jelas, wajahnya sangat berantusias.
“Mas, pekerjaan kamu gimana?”
“Aku udah ambil cuti beberapa hari kok, jadi kita akan menikmati liburan tanpa diganggu oleh pekerjaanku,” jawabnya tersenyum.
Ara hanya mengangguk. Suaminya memang selalu pengertian kepadanya dan Allen.
“Yuk, Nak, ayah gendong!” titah Dimas membentangkan kedua tangannya.
Allen langsung lompat ke dalam pelukan ayahnya. Mereka bergegas untuk segera masuk ke dalam mobil.
Tak lupa Ara untuk mengunci seluruh pintu dan jendela rumahnya.
Sejak menikah mereka memutuskan untuk membeli sebuah rumah minimalis dan sederhana di sebuah kompleks perumahan di daerah Jakarta Selatan.
Perjalan mereka lumayan menguras waktu.
Hampir dua jam dalam perjalanan, akhirnya mereka tiba di kota hujan, tempat kelahiran Ara.
"Ara, Mama kangen sekali," ucap Nova, mama Ara.
Perempuan itu langsung memeluk erat Ara. Rindu, satu kata yang hanya bisa tergambar jelas di kedua bola matanya.
"Cucu kakek sudah besar," celetuk Aldy, papa Ara. Ia langsung meraih Allen dari gendongan Dimas.
"Yuk masuk, Nak!" titah Nova pada Ara.
"Mas–"
"Duluan, kopernya biar aku yang bawa." Dimas hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
Satu tahun Dimas dan Ara tak berkunjung ke kota ini. Rasanya kenangan tentang masa lalu tak pernah bisa mereka hilangkan. Tanpa sengaja ia menatap rumah yang berada tepat di depan rumah Ara. Namun, Dimas tak mempedulikan hal itu
Dimas mengeluarkan satu koper yang agak besar dan langsung masuk ke dalam rumah.
"Mas, mau langsung istirahat?" tanya Ara saat Dimas baru saja masuk ke dalam rumah.
"Nanti dulu, aku mau ngobrol sama Mama dan Papa dulu."
"Gapapa, Nak. Kamu istirahat dulu saja. Pasti capek kan nyetir dari Jakarta kesini." Aldy kembali bersuara.
"Yasudah kalau begitu Dimas istirahat dulu ya Ma, Pa," ucapnya lalu beranjak menaiki anak tangga menuju kamar Ara.
Kamar ini masih sama, berwarna pink, warna kesukaan Ara. Suasananya masih sama saat dulu mereka masih berpacaran. Saat Dimas masuk ke dalam kamar Ara untuk mengenangnya.
"Kamu mau kemana?" tanya Dimas.
"Aku ke bawah bentar, nyiapin makan siang buat kamu."
"Nanti saja, Ra. Kamu juga butuh istirahat kan."
Ara hanya mengangguk lalu ikut duduk di sebelah Dimas.
Dimas mulai membaringkan tubuhnya di atas kasur Ara, sampai akhirnya ia tertidur.
Ara kembali mengingat masa lalunya kalau terus-terusan berada di dalam kamarnya. Apalagi melihat foto masa kecilnya. Tentu membuat hatinya merasa sakit.
"Bunda, cini!" pinta Allen sembari menepuk-nepuk sofa.
"Dimas udah tidur, Ra?" tanya Aldy.
"Udah, Pa."
"Apa sayang? Bunda bantu Nenek masak dulu ya," ucap Ara pada Allen.
Ara dan Nova masak untuk makan siang.
°°°
Dimas terbangun dari tidurnya dan langsung menuju bawah.
"Allen mana, Ra?"
"Tidur di kamar Mama."
Dimas hanya mengangguk.
"Makan dulu yuk," ajak Ara.
"Papa dan Mama udah makan?"
"Udah, Selesai makan Mama boboin Allen, kalau Papa pergi keluar bentar."
Dimas dan Ara pun makan bersama. Mata Ara tertuju pada sebuah pintu yang menghubungkan ruang makan dengan teras samping. Menyaksikan sebuah rumah kecil di atas pohon.
"Kamu mau ke rumah pohon?" tanya Dimas.
"Boleh?"
"Boleh dong, tapi sama aku ya."
Ara hanya mengangguk. Meskipun mereka sudah menikah, tapi Dimas masih selalu memperlakukan Ara layaknya sepasang kekasih.
Selesai makan mereka benar-benar menuju rumah pohon. Isinya masih sama seperti baru dibangun.
"Masih nyaman ya, Ra?" ucap Dimas seakan minta pendapat.
"Iya, pasti Papa yang ngerawat rumah pohon ini."
Mata Ara terus menyusuri tiap sudut bangunan persegi itu. Banyak sekali kenangan di dalamnya. Cinta, bahagia, dan kecewa pernah ia simpan dalam bangunan itu.
"Kamu waktu hamil pasti lagi kangen Allen kan?"
Mata Ara terbelalak menatap suaminya, "maksudnya?"
"Lihat deh, Allen waktu kecil persis kayak anak kita." Dimas menunjukkan sebuah foto yang di dalamnya terdapat dua anak kecil satu laki-laki dan satu perempuan.
"Beda, Mas."
"Sama-sama bulet, kayak cilok." Dimas cekikikan membayangkan bagaimana kalau anaknya beneran bulet kayak cilok.
"Astaga jahat banget anak sendiri dibilang kayak cilok." Ara memukul lengan suaminya.
"Becanda sayang, anak kita kan tampan kayak aku." Ledek Dimas menaikkan alisnya.
"Allen cakepnya nurun dari aku lah!" Ara tak mau kalah.
"Dari kita berdua, kan anak kita."
Dimas langsung menarik Ara ke dalam pelukannya. Ara hanya diam dalam pelukan Dimas.
Kini keduanya berbaring di atas karpet berbulu yang cukup hangat sambil menonton televisi.
Ara meletakkan kepalanya di lengan Dimas sambil sebelah tangannya melingkar di pinggang suaminya itu.
Kantuk mulai menyerangnya, ia pun tertidur pulas di lengan Dimas. Mereka masih seperti orang berpacaran. Bahkan sampai melupakan anak mereka yang sekarang entah sedang apa.
Semoga kita akan tetap seperti ini, Ra. Sampai kita tua nanti, tetap jadi istriku ya, Ara!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top