7. Untung ada kamu
°°°
Kamu selalu menjadi sayap kupu-kupu ku. Disaat aku terjatuh dan tak bisa bangkit, kamu ada untuk mengulurkan tangan, memberi bahu untuk bersandar, menjadi pembimbing di saat aku butuh tuntunan. Terimakasih sudah hadir di Bumi, Allen.
-Aquella Sukmawati Putri-
°°°
Setelah ganti baju Ara turun ke bawah sambil membawa buku tugas kimia menuju rumah pohon.
Sejak rumah pohon ini terbentuk, saat itu pula Ara dan Allen memutuskan bahwa ruangan kecil beralas papan ini menjadi tempat favorit mereka.
"Ara, sudah di atas belum?" teriak Allen dari bawah sana.
"Aku sudah di atas Al." Ara ikut berteriak, masih dengan posisi telentang sambil memandang langit-langit ruangan kecil yang terbuat dari susunan beberapa papan tebal.
"Al kamu punya periodik unsur 'kan? tanya Ara saat Allen sudah tiba di atas.
"Punya dong," jawab Allen menunjukkan tumpukkan buku dalam dekapannya.
"Baguslah. Jadi, aku enggak perlu beli."
"Maksudnya gimana coba jelaskan!"
"Ya, aku pinjam punya kamu aja," sahut Ara datar.
"Enggak boleh, kan mau dipakai sama aku."
"Kita kan ngerjain tugas sama-sama Al," seru Ara mulai membuka buku tugasnya.
"Ah paling ujung-ujungnya malah aku yang ngerjain sendiri."
"Hehe ...." Ara hanya memperlihatkan deretan giginya yang putih.
"Huh dasar!" Allen melempari sahabatnya dengan Tipe-X.
Ara membalas lemparannya dengan pulpen, akhirnya mereka main lempar-lemparan alat tulis.
"Aww sakit!" pekik Ara, saat sebuah pulpen menusuk lengannya.
"Kena ya, Ra? Mana coba lihat, sakit gak?" tanya Allen tiba-tiba khawatir.
"Tapi bohong!" ledek Ara menjulurkan lidah.
"Wah, kamu mau main-main ya sama aku!" ucap Allen mulai mendekat pada Ara, lalu menggelitik pinggangnya.
Ara yang merasa geli, hanya teriak-teriak meminta Allen berhenti. Namun, lelaki itu masih terus menggelitik Ara.
"Ampun gak?"
"Al stop. Ampun Al!" teriaknya.
Sampai Ara lelah berteriak minta ampun, Allen baru menghentikan tindakannya. Akhirnya kami tiduran telentang, lelah bermain-main.
"Aku haus Al."
"Mau aku ambilkan minum gak?" tanya Al menawarkan.
Ara menggeleng, "gak usah deh."
"Yaudah yuk, ngerjain tugas!" seru Allen.
"Aku masih capek Al," jawabnya malas.
"Ayo, Ara, bangun!" Allen menarik lengan Ara, sampai ia berubah posisi menjadi duduk.
Akhirnya Ara pasrah dan ikut mengerjakan tugas kimia, yang menurutnya akan membuat kepala pecah.
"Kamu enggak paham di bagian mana?"
"Semuanya."
"Serius?" tanya Allen seakan tak percaya.
"Aku pusing belajar atom. Aku aja gak paham apa itu atom, yang aku tahu hanya bom atom!"
"Ara, belajarnya yang serius dong."
"Iya maaf. Aku belum paham bagian Proton, Neutron, Elektron," sahutnya memanyunkan bibir.
"Jadi, Proton yaitu partikel bermuatan positif dengan massa satu satuan massa atom. Neutron yaitu partikel tak bermuatan (netral) dengan massa satu satuan massa atom. Sedangkan Elektron yaitu partikel bermuatan negatif dan umumnya ditulis sebagai e-. Elektron tidak memiliki komponen dasar ataupun substruktur apapun yang diketahui, sehingga ia dipercayai sebagai partikel elementer. Elektron memiliki massa sekitar 1/1836 massa proton."
Allen menjelaskan begitu teliti, Ara tak fokus pada apa yang disampaikannya. Justru lebih fokus pada wajah Allen yang terlihat sangat memesona saat menjelaskan materi seperti barusan.
"Ara!" pekik Allen sembari melambaikan tangan di depan wajah Ara.
"Hah, a-apa?" ucapnya terbata, Al membuyarkan lamunan Ara.
"Kamu paham enggak?"
"Iya iya," sahutnya seraya mengangguk. Sebetulnya Ara sama sekali gak paham apa yang baru saja dijelaskan oleh Allen.
"Yaudah kamu kerjain dulu tugas nomor satu sampai lima, kalau ada yang belum paham tanyakan, ya!"
"Oke," jawabnya mengangguk. Ara mengalihkan pandangan dari wajah Allen ke buku tugas di depannya. Menatapnya saja membuat otak Ara seolah berteriak kesakitan.
"Al ..."
"Apa?" tanya Al tanpa menatap, pandangannya masih ke arah buku tugas miliknya.
"Boleh enggak, jalaskan sekali lagi," pintanya ragu dengan tampang melas andalannya.
Allen memelototi sahabatnya, tatapannya begitu tajam. Ara hanya menelan ludah, takut kalau Allen akan marah.
"Tuh kan kamu gak nyimak penjelasan yang aku katakan."
"Iya, maaf Al. Kalau kamu gak mau gak apa-apa deh," ucapku pasrah.
Allen mendekatkan tubuhnya ke arah Ada. Lalu menunjukkan gambar atom yang ada di buku catatannya, kemudian ia menjelaskan kembali penjelasan yang sebelumnya sudah ia katakan.
Sekarang Ara tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini, ia akan menyimak semua materi yang Al jelaskan. Pada akhirnya aku paham, meski masih ada beberapa yang belum aku pahami.
"Sudah paham?"
Ara mengangguk cepat, "sedikit."
"Sekarang kerjakan!" pinta Allen.
Berbekal ilmu seadanya yang sudah diberikan Allen kepadanya, Ara bisa menyelesaikan lima soal tugas tanpa kendala apapun, ya meskipun enggak tahu jawabannya benar atau salah. Setidaknya ia sudah berusaha mencobanya.
"Selesai," ujarnya bersemangat.
Allen menatapnya sambil tersenyum.
"Kenapa menatap ku seperti itu? Bangga ya, punya murid secerdas aku," ungkap Ara membanggakan diri sendiri.
Allen menggeleng-gelengkan kepalanya, "gak boleh sombong jadi manusia!" cetus Al.
"Bukan sombong, lebih kepada memuji diri sendiri."
"Nah pujian itu bisa aja bikin kamu sombong."
"Hmm yaudah lah terserah kamu," desahnya pasrah sambil mengembuskan napas berat.
Al merampas buku tugasnya lalu memeriksa jawaban milik sahabatnya, entah benar atau tidak. Setidaknya Ara sudah berusaha semampunya.
"Sudah betul semua, Ra," ujar Al.
Ara yang mendengar pernyataan Al ikut lega mendengarnya. Ia membaringkan tubuhnya di atas papan berlapis karpet yang lumayan cukup tebal. Allen mengikuti pergerakannya. Kemudian mereka melepaskan penat dari lelahnya berpikir di dalam rumah pohon ini.
Mentari mulai tergelincir ke ufuk barat, menampakkan sinarnya yang berwarna jingga, sinarnya menerobos masuk melewati celah-celah kecil pada langit-langit rumah pohon.
"Allen."
Ara masih menatap langit-langit rumah pohon, begitu juga Allen.
"Apa?"
"Terimakasih ya."
"Untuk apa?"
"Karena kamu sudah hadir di bumi dan menjadi sahabatku."
Deg...
Allen menegang mendengar ucapan Ara itu. Jantungnya seakan berhenti berdetak saat itu juga. Namun, satu kata yang membuat wajahnya berubah menjadi muram. Sahabat.
Masihkah Ara menganggapnya hanya sebatas sahabat?
"Sama-sama, Ra," sahut Allen datar.
Makasih juga sudah mewarnai hari-hariku dengan senyum manis mu. Lanjutnya dalam hati.
Akankah benih cinta sudah mulai tumbuh pada ladang hati mereka? Akankah persahabatan mereka masih tetap berlanjut? Atau cinta akan merusak segalanya.
_____
Jangan lupa vote dan komen yah 🤗🙏👇
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top