2. Bertemu sama dengan bertengkar

°°°
Pertengkaran-pertengkaran kecil yang sering kita lakukan, percayalah itu bentuk dari sebuah rasa sayang. Aneh, tapi tak ada salahnya saling menyayangi dalam sebuah hubungan PERSAHABATAN.

°°°

Mentari mulai berpamitan pada langit, perpisahan yang selalu menimbulkan warna jingga nan menawan. Ara tak begitu pandai mengartikan senja, yang ia tahu senja adalah salah satu hal indah yang di buat oleh alam semesta.

Adzan sudah berkumandang di seluruh masjid yang ada di sekitar rumah. Menandakan waktu Maghrib sudah tiba. Selesai sholat berjamaah di rumah bersama orang tuanya, Ara mulai bersiap-siap untuk menghadiri acara makan malam di kediaman Allen.

"Ma, cepat sedikit ya," ujar sang suami yang sudah rapih menggunakan kemeja kotak-kotak berwarna biru dan dipadukan dengan celana berwarna hitam, yang terlihat serasi.

Sementara Ara hanya menggunakan dress berwarna pink, warna favoritnya. Lengkap dengan flat shoes berwarna merah menyala. Berbeda dengan mama yang tampak anggun menggunakan dres polos berwarna biru awan, sangat cocok dengan legging berwarna moca.

"Yuk berangkat, Pa," ujar sang istri yang baru saja keluar dari kamarnya.

Keluarga kecil mereka cukup sederhana, tapi semoga selalu bahagia. Berharap begitu.

Mereka bertiga hanya perlu berjalan menuju rumah Allen, yang berada tepat di seberang rumah. Rumahnya tampak sudah terang dengan lampu yang menyala di setiap sudut ruangannya. Termasuk lampu warna-warni yang melekat di ujung genteng rumah Allen, menjadikan rumahnya seperti kedai-kedai yang ada di pinggir jalan.

Setibanya di rumah Allen, orang tua Ara menghampiri orang tua Allen.

"Hai cantik, siapa namanya?" tanya seorang perempuan dewasa -yang Ara ketahui bernama Shintia- sembari mencolek dagu perempuan kecil itu.

"Aquella, Tante Tia," sahut Ara menarik kedua ujung bibirnya, sehingga membuat lengkungan manis.

"Dari mana tahu nama Tante?" tanyanya lagi, seperti sedang menginterogasi Ara.

"Tadi Mama cerita padaku. Aku juga tahu yang itu namanya pasti Om Reno." Ara menunjuk lelaki dewasa yang sedang berbicara bersama papanya di dekat meja makan.

"Anak pintar," ujar Tia mengelus bahu Ara, yang membuat perempuan berbaju merah itu harus sedikit berlutut di hadapan Ara.

"Anakmu dimana Tia?" tanya Nova pada Tia.

"Masih di kamar mungkin," jawab perempuan berbaju merah itu.

Ara mengembuskan napas gusar, rasanya lega saja kalau tak harus bertemu dengan anak kecil lelaki yang sangat menyebalkan itu. Ara takut namanya jadi bahan tertawaan lagi seperti tadi siang.

"Yasudah yuk duduk semuanya," ujar Reno mempersilahkan mereka untuk duduk.

Selang beberapa waktu, "selamat malam, Ela!" ujar anak lelaki yang baru saja bergabung di meja makan bersama mereka.

Ara yang mendengar suara anak itu, rasanya ingin melemparkan garpu ke wajahnya. Benar-benar tak terima dengan panggilannya yang terdengar agak norak.

"Hai," ucap Ara memaksakan tersenyum agar tak di cap sombong apalagi kurang ajar.

"Kamu menyapa siapa Al?" tanya mama Allen.

"Aquella, aku panggilnya Ela saja. Bolehkan Om, Tante?" Allen memasang muka melas sekaligus seperti sedang meledek Ara.

Orang tua Ara kini saling melirik seolah saling minta persetujuan. Sementara Ara mulai dibuat emosi dengannya.

"Panggil aku Ara, Al! Bukan Ela," gerutu Ara memasang wajah tak terima dengan memanyunkan bibir.

"Panggil Aquella, Ara. Mengerti?" mamanya Allen berbisik di telinga anak lelaki itu.

Anak lelaki itu hanya mengangguk seperti sudah mengerti, tapi entahlah besok akan mencari masalah dengan Ara lagi atau tidak.

"Yasudah mari kita mulai makan malamnya! Sebelumnya terimakasih Pak Aldy, Bu Nova, dan Aquella. Sudah datang di acara syukuran pindahan kami sekeluarga ke tempat tinggal yang baru ini.

"Iya Pak, sama-sama. Semoga keluarga kita bisa bertetangga dengan baik," jawab papanya Ara antusias.

Akhirnya mereka menyantap makanan yang sudah tersedia sampai tak tersisa lagi.

Selesai makan Ara langsung berpindah duduk ke ruang tamu sambil menonton televisi milik Allen. Tak lama kemudian anak lelaki itu menghampiri dan ikut duduk di sebelahnya.

"Ara, maafkan aku ya," ucapnya memelas mengulurkan tangan ke arah Ara yang masih fokus menonton.

"Maaf untuk apa?" tanya Ara mengernyitkan kening tanpa menoleh.

"Maaf tadi memanggil kamu pakai sebutan, Ela," ucapnya dengan tampang memohon.

"Tak apa-apa Al, sudahlah lupakan saja!" pinta Ara tak membalas uluran tangan Al.

"Baiklah, aku tak akan memanggilmu dengan sebutan itu lagi," ucap Al meraih remote televisi yang berada di atas meja depan sofa, "kalau aku gak lupa, Ra!" ucapnya datar.

"Allen!" pekik Ara sambil menjambak rambut Al.

"Ra, sakit!" teriak Allen, mukanya sudah memerah menahan sakit.

"Aku kesel sama kamu, Al!" Ara ikut berteriak, kini ia menarik rambut Allen semakin kencang.

"Ara, ada apa?" tanya Nova menghampiri mereka yang masih bertengkar.


Nova melepaskan tangan putri kecilnya dari rambut Allen.

"Ada apa Nova?" tanya Tia.

"Gak tau nih, kenapa pada bertengkar?" ujar Nova menatap putrinya lalu menatap Allen bergantian.

"Ada apa Al?" tanya Tia pada Anaknya.

"Gak tau Bu, tiba-tiba Ara menarik rambutku," ucap Allen seperti ingin dibela.

"Aku kesal dengan Allen, dia selalu memanggilku dengan sebutan, Ela!" protes Ara pada kedua perempuan dewasa diantara mereka.

"Yasudah maafkan tindakan Al, ya!" ucap Tia mengelus puncak kepala Ara.

Ara mengangguk sambil menggigit bibir bawahnya, menahan amarah yang terpendam di dalam dada.

"Aku minta maaf ya, Ara!" pinta Al mengulurkan tangannya, kini wajahnya terlihat benar-benar tulus.

Aku meraih tangannya, "iya, maafkan aku juga Al," ucapnya lirih.

"Nah gitu dong gak boleh berantem, nanti kalian akan jadi teman yang baik kan," ucap Aldy yang baru saja berdiri di belakang Ara.

"Sudah selesai, Pa?" tanya Nova menoleh ke arah suaminya.

"Sudah Ma, mau pulang sekarang?" ajak Aldy, "Yasudah kita pulang dulu, ya. Terimakasih jamuan makan malamnya," lanjut lelaki itu berpamitan pada keluarga Allen.

"Mari saya antar," ujar Reno.

Ara dan mamanya bangkit dari tempat duduk dan mulai beranjak keluar rumah.

"Sekali lagi terimakasih sudah mau berkunjung ke tempat kami," ucap Reno.

Papa dan mama Ara hanya mengangguk sambil tersenyum manis. Kemudian mereka pun bergegas pergi meninggalkan rumah keluarga Allen. Suasana sudah menjadi gelap gulita, udaranya pun terasa sangat dingin dibandingkan tadi sore. Ara menunggu mamanya membuka pintu, kemudian langsung berlari menuju kamarnya yang berada di lantai dua.

Ara membuka flat shoes yang dikenakan. Kemudian berganti pakaian menjadi piyama. Lalu mengempaskan tubuhnya ke atas kasur empuk yang dilapisi seprai bergambar beruang madu berwarna pink dan putih, perpaduan warna yang serasi bagi Ara.

Ara masih terus memikirkan kenapa tadi ia bisa semarah itu pada Allen. Ara paham betul bahwa Al hanya berniat mengajaknya bercanda, mungkin. Namun, Ara tak bisa mengontrol emosinya. Alhasil Ara mengamuk pada Al begitu saja.

Lumayan lelah juga menarik rambut Al sekuat tenaga.

"Ara, minum susu dulu nak!" ujar mamanya sembari mengetuk pintu kamarnya.

"Masuk aja, Ma, gak dikunci kok," jawab Ara, kemudian Ara membenarkan posisinya menjadi duduk dan bersandar pada sandaran tempat tidur.

Nova membawa segelas susu hangat, lalu memberikannya pada putri kecilnya. Ara meraih gelas itu dan meminumnya hingga tak tersisa.

"Selamat tidur, sayang!" ujar mamanya sembari mengelus wajah ara lalu mencium keningnya.

"Selamat tidur, Mama!" ucap Ara mencium pipi mamanya.

Perempuan berbadan ramping itu beranjak pergi meninggalkan Ara, mematikan lampu kamar lalu menutup pintu. Tubuhnya sudah tak dapat lagi Ara lihat di balik pintu itu.

Kini Ara kembali pada posisi tidur telentang, mulai memejamkan mata untuk pergi ke alam bawah sadar. Berharap akan bermimpi indah malam ini.






_____


Jangan lupa vote dan komen yah 🤗



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top