10. Dimas Bayu Candra

°°°
Mungkin beberapa orang memang dihadirkan pada waktu yang tidak tepat. Menghilangkan yang diinginkan, lalu mendatangkan yang tidak diharapkan. Ternyata semesta selucu itu, ya!

°°°

Allen sudah menceritakannya pada Ara bahwa ia terpilih untuk mengikuti lomba cerdas cermat mewakili sekolahnya, dalam bidang sains. Allen memang pintar dalam bidang sains, apalagi dalam pelajaran kimia. Ia juga bercerita bahwa dirinya tidak hanya sendiri, ia bersama Reanata Anggraini, salah satu siswi pintar di kelas sebelas.

Ara senang mendengar bahwa Allen bisa mewakili sekolah dalam lomba cerdas cermat. Hari ini Allen bilang bahwa dirinya sedang mencari buku referensi untuk lomba itu, yang akan diadakan seminggu lagi. Allen janji akan menjemputnya di sekolah, setelah dari toko buku, tapi sampai saat ini ia belum juga datang.

Sekolah mulai sepi, para siswa dan siswi sudah pulang dari tadi, termasuk Yura.

Hujan mulai turun dan kilatan petir terkadang menganggu penglihatan Ara, suara gemuruh membuat bulu kuduknya berdiri. Sesekali ia meremas tas yang ada di pangkuannya, sekedar penghilang rasa takut dan dingin, yang menjalar ke seluruh tubuh.

Hari semakin sore, langit jingga sudah tak terlihat karena gumpalan awan hitam menutupi seluruh permukaan langit. Perutnya sudah berbunyi, Ara lupa bawa bekal karena tadi pagi sudah kesiangan jadi tidak sempat menyiapkan bekal untuk di bawa ke sekolah.

Ara merogoh saku kemeja, mengambil ponsel, berniat untuk menelepon mamanya. Papanya sedang berada di luar kota, jadi tak mungkin ia meminta papanya untuk menjemput di sekolah.

Namun, ponselnya lowbet. Bagaimana dengan nasib Ara. Pak satpam sedang patroli ke dalam kelas-kelas. Ia sendirian, duduk di depan pos satpam.


Hujan turun semakin deras, suara gemuruh menyelinap masuk ke dalam telinganya.

Mungkin Al terjebak hujan. Batin Ara.

Tubuhnya menggigil karena kedinginan. Entah kenapa air matanya menetes begitu saja. Ara bingung, apa yang harus ia lakukan. Ia ingin pulang saat ini juga, ia ingin memeluk mamanya. Ara takut pada petir.

"Ara!" seseorang memanggilnya.

Ara mendongak menatap wajah lelaki yang ada di belakangnya. Dugaannya salah, awalnya ia pikir itu Allen, tapi ternyata ...

"Dimas," panggilnya.

Ara langsung berdiri dan menatap Dimas dengan senyum, lalu memeluknya erat. Air matanya tumpah di kemeja Dimas. Ara menangis sejadi-jadinya, mencengkeram kemeja putih yang menutupi punggung Dimas.

"Ara jangan nangis!" pinta Dimas yang tiba-tiba terdengar khawatir.

Dimas mengelus rambutnya pelan, seperti sedang menenangkan. Tetap saja, ara takut. Untuk saat ini hanya ada Dimas di sampingnya, bukan sahabatnya.

"Aku takut," ucapnya lirih, Ara semakin erat memeluk Dimas, menenggelamkan wajah pada dada bidang milik lelaki itu.

"Tenang dulu, Ara. Ada aku disini, kamu jangan takut ya."

Ara mengangguk masih dalam pelukan Dimas, wajahnya mungkin sudah penuh dengan air mata sekarang, juga kemeja putih milik Dimas yang basah karena ulahnya.

"Aku antar pulang ya," ajak Dimas.

Ara hanya mengangguk lalu melepas pelukan pada Dimas. Lelaki ini menuntunnya menuju mobil yang terparkir tak begitu jauh dari pos satpam.

Ara mengikuti tiap langkah Dimas, lalu lelaki itu membukakan pintu mobilnya untuk Ara dan ia melangkah ragu masuk ke dalam mobil Dimas.

Matanya masih menatap gerbang sekolah, berharap Allen datang menjemputnya, tapi semua harapnya sirna saat Dimas mulai melajukan mobilnya, keluar dari gerbang sekolah dan mulai menyusuri jalanan basah menuju rumah Ara.

Untuk pertama kalinya ia pulang bersama lelaki selain Allen.

Di dalam mobil Ara hanya terdiam. Bukan karena tak ingin berbicara pada Dimas, hanya saja ia sedikit malu pada Dimas karena tadi ia sudah lancang memeluk lelaki itu.

"Kiri atau kanan?" tanya Dimas saat mereka berada di persimpangan jalan menuju rumah Ara.

"Kanan," jawabnya datar.

"Kamu lapar ya, Ra?" tanya Dimas.


Ara hanya mengangguk tanpa menatap Dimas. Wajahnya memelas menahan lapar.

"Mau makan dulu gak?"

Ara mengangguk. Sebelum akhirnya tersadar dan menatap Dimas, "enggak usah, Dimas. Kita langsung pulang aja," jawabnya cepat.

Dimas sepertinya tak merespon perkataan Ara, malah lebih memilih menepikan mobilnya di sisi jalan, tepat di depan sebuah gerobak penjual mie ayam.

Lelaki di sebelahnya itu meraih dua buah kotak makan yang ada di bangku belakang, lalu turun menghampiri tukang mie ayam. Ara hanya memperhatikannya dari dalam mobil.

Beberapa saat Dimas kembali membawa dua kotak makan miliknya, tapi sekarang sudah berisi mie ayam panas.

"Nih makan dulu!" ujar Dimas memberikan satu kotak makannya pada Ara.

Ara menatapnya ragu, lalu mengambil kotak dari tangan lelaki itu.

"Sebentar, Ra," ucap Dimas menghentikan tangan Ara. yang hendak membuka tutup kotak makan ini.

"Pakai jaket dulu, kelihatannya kamu kedinginan gitu." Dimas memberikan jaket miliknya yang tergantung di sandaran kursi mobilnya.

Ara mengangguk, "makasih," lalu memakai jaket yang diberikan Dimas.

"Yasudah dimakan, Ra!" ucap Dimas.


Ara mulai melahap mie ayam ini, ternyata rasanya enak banget. Kalau lagi makan sama Allen, pasti Ara minta nambah.

"Dimas.." ucapnya menggantung.

"Hmm kenapa, Ra?" tanya Dimas menatap Ara.

"Maaf merepotkan kamu."

"Gak apa-apa, Ra. Santai aja."

"Maaf juga tadi udah lancang peluk kamu," ucapnya lirih, Ara mengalihkan wajahnya ke arah mie ayam.

"Gak apa-apa, Ra. Aku senang bisa menolongmu. Kalau kamu ada apa-apa bilang saja padaku, ya."

Ara mengangguk cepat lalu tersenyum pada Dimas, lalu lelaki itu juga ikut tersenyum padanya. Selesai makan mie ayam, Dimas membayar. Mereka melanjutkan perjalanan. Tak lama kemudian mereka tiba di depan rumah Ara.

"Mampir dulu, yuk," ajaknya.

"Gak usah Ra, takut merepotkan."

"Gak apa-apa, nanti aku kenal kan pada Mama," ucapnya bersemangat.

Dimas tetap menolak ajakan Ara, ia bilang masih ada urusan lain. Akhirnya Dimas mulai memutar balik mobilnya.

"Dimas," Ara menghentikannya.

"Kenapa, Ra?" tanya Dimas.

"Makasih, ya," ucapnya.

"Makasih kembali," jawab Dimas tersenyum.

Ara mengangguk sambil ikut tersenyum pada Dimas. Lelaki itu melajukan mobilnya, sampai tak terlihat lagi di tikungan tajam depan sana.

Gadis itu kini hanya berbaring sambil menatap langit-langit kamarnya.

Pikirannya masih tertuju pada senyuman Dimas, yang sudah mengalihkan dunianya. Senyuman itu manis sekali. Tanpa sadar Ara senyum-senyum sendiri mengingat perlakuan Dimas yang sangat manis seperti tadi.

Jantungnya berdetak lebih cepat sekarang, apalagi mengingat kejadian di depan pos satpam tadi. Apa mungkin ara jatuh cinta pada Dimas? Lalu bagaimana perasaannya pada Allen?

Ah sial! Bagaimana mungkin aku bisa memikirkan dimas. Umpatnya pada diri sendiri.

Ara tak ingin ambil pusing, ia memutuskan untuk memejamkan matanya dan larut dalam tidurnya.

_____

Jangan lupa vote dan komen yah🤗🙏👇

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top