Bab36 | Hadir Kembali
Sekarang aku paham,
Bahwa sakit yang dulu pernah ku rasa, tidak lain adalah untuk menjadikanku lebih kuat.
***
Saat itu, hari sudah semakin gelap. Setelah makan-makan di rumah Syifa, Bagas dan kedua orang tuanya pun pulang. Tak ada kata yang terlontar di antara Bagas dan Syifa. Tak ada yang berani memulai pembicaraan di antara keduanya.
Jika dulu, saat pacaran, Syifa masih bisa curhat bahkan merengek pada Bagas. Tapi setelah segala proses hijrah mereka, semuanya berubah drastis. Suasana di antara keduanya seketika membeku. Apalagi saat ini. Sudah tak ada kata lagi di antara mereka.
Bagas telah pulang. Namun kegugupan Syifa tak kunjung berhenti. Tangannya masih berkeringat dingin. Saat ini pun masih berusaha semaksimal mungkin untuk mengatur detak jantungnya yang masih saja berdetak tak karuan.
Perihal jodoh,
Hanya Allah saja yang tau dan kita jangan sok tau. Baik atau buruk menurut kita, yang Allah takdirin pasti yang terbaik.
____________________________________
Hari ini adalah hari terakhir Ilham dan Syifa berada di rumah, karena besok mereka harus kembali mengajar di Pesantren Al-Ikhlas. Mereka hanya diberi waktu tiga hari dari pihak Pesantren.
Hari ini pula Ilham ingin menempati janjinya pada Arsyad untuk membelikan es krim. Sekaligus ingin mentraktir Syifa juga. Sekali-kali berbuat baik sama adik. Kapan lagi kan Ilham baik, batinnya sambil tersenyum.
"Yeaay, Kak Ilham mau ajakin kita jalan-jalan, De." Syifa semangat.
"Umi sama Bunda gak mau ikut?" tanya Ilham pada Nisa dan Shilla.
"Kalian aja yang pergi. Hari ini banyak pesenan online yang harus disiapkan. Kalian jagain aja Arsyad, ya," ucap Shilla yang terlihat sibuk mengurusi barang yang akan dikirim.
Mereka pun pergi ke salah satu rumah makan yang tidak terlalu jauh dari komplek rumah mereka. Bukan apa-apa, tapi Ilham takut Syifa kecapean karena besok mereka harus sudah berada di Pesantren lagi.
Mereka duduk di salah meja yang dekat dengan jendela agar mereka bisa melihat keadaan luar. Setelah memesan makanan, Ilham dan Arsyad pergi ke sebrang rumah makan untuk membeli es krim yang diminta Arsyad kemarin.
"Jangan lama-lama loh, Kak. Jangan lupa juga es krim coklat buat Syifa," pesan Syifa saat Ilham dan Arsyad akan pergi.
"Siap."
Ilham dan Arsyad pun pergi meninggalkan Syifa menunggu makanan sendiri. Karena bosan, ia pun membuka ponselnya untuk sekedar memastikan, apakah ada pesan penting atau tidak untuknya.
Saat ia melihat pemberitahuan, ada yang menarik di instagram.
@azam_thalib mengunggah foto untuk pertama kalinya.
Sontak saja membuat Syifa penasaran dan segera membuka instagram. Dia melihat apa yang Azam unggah. Ternyata itu adalah foto Azam, Zahra dan Zidan. Tiga bersaudara itu duduk bertiga di satu shofa. Mereka duduk berurutan sesuai dengan urutan lahir. Azam berada di antara Zahra dan Zidan dengan sebuah senyuman hangat mengembang di bibirnya. Senyuman itu masih sama seperti senyuman yang dulu pernah ia beri pada Syifa. Senyuman hangat yang terlihat kaku.
Di bawah gambar itu terdapat caption yang berisi.
Sekian lama tak jumpa, akhirnya bisa berkumpul. Ini hanya sebagian dari potret kebahagiaan. Dan harapannya, semoga di antara kami bertiga, ada yang segera berpasangan😅 Hehe, its only kidding✌ @zahrara @mzidan
Syifa tersenyum saat membaca caption Azam itu. Ternyata Azam sudah pulang. Dan mungkin sudah lulus S1. Waktu memang tak terasa telah berlalu. Kisah masa kecil mereka pun telah berlalu dari pikiran Syifa.
Ya. Syifa telah melupakan masa lalu itu. Saat ini, jujur saja ia hanya ingat sedikit-sedikit. Harapannya pada sosok Ali pun kian memudar. Atau mungkin sudah... tak ada. Ia hanya bisa tersenyum saat tiba-tiba ingat kembali kisahnya sebagai Fatimah dan Azam sebagai Ali di masa lalu. Ah, itu hanyalah kisah masa lalu yang kebetulan teringat kembali.
Kini, saatnya untuk membuka lembaran baru. Memulai kisah baru dengan seseorang yang akan membersamainya terus menjadi baik dan istiqomah.
Syifa tau Azam baik. Saking baiknya,
Syifa merasa sangat tak pantas jika harus bersanding dengan Azam.
Allah memang Maha Tahu. Syifa merasa begitu bersyukur meskipun dulu pernah sakit karena Azam tak percaya bahwa dirinya Fatimah teman masa kecilnya. Tapi sekarang ia paham, bahwa sakit yang dulu pernah ia rasakan tidak lain adalah agar menjadikan hatinya lebih kuat.
"Assalamualaikum. " Sapa seseorang membuat Syifa sadar dari lamunannya.
"Astagfirullahal'adziim. Waalaikumussalam," jawab Syifa yang terkejut.
"Ini Syifa, kan?" tanya orang yang menyadarkan Syifa dari lamunan tadi.
"Loh, Ukhty Nurul? Kaifa haaluki Ya Ukhty?*" tanya Syifa. "Oh iya, silahkan duduk Ukh."
"Alhamdulillah bi khair. Kamu sendiri, apa kabar, Syifa?" Nurul bertanya balik.
"Alhamdulillah baik, Ukh."
"Di sini gak usah pake Bahasa Arab. Lagian, kita udah lulus dari pesantren, hehe." Nurul terkekeh pelan.
"Hehe, Syifa jadi kangen dihukum gara-gara mgelanggar Bahasa dulu deh, Ukh. "
Tak lama setelah itu, datanglah Ilham dan Arsyad dengan membawa 3 es krim di dalam keresek kecil berwarna putih.
"Alhamdu..." Ilham mengajak Arsyad untuk bersyukur karena akhirnya sampai juga di rumah makan setelah sekian lama mengantri di kedai es krim.
Dengan suara khas balita, Arsyad melanjutkan. "Lillah..."
"Yeee, Arsyad pinter. Cess dulu!" Mereka pun ber'tos' ria.
Baru saja Ilham akan duduk di kursi, ia dikejutkan oleh seorang gadis yang tak asing lagi di penglihatannya. "Loh, Nurul?"
Nurul hanya tersenyum tipis sambil menunduk.
"Sekarang kamu kuliah?" tanya Ilham.
Nurul mengangguk. "Alhamdulillah, iya."
"Jurusan apa?"
"Ekonomi syariah. "
"Masyaallah. Gampang gak, Ukh?" tanya Syifa.
"Yaaa, ada saatnya rumitnya sih, hehe. Oh iya, kamu udah punya anak, Ham?" tanya Nurul yang berhasil membuat Ilham terkekeh.
"Anak dari mana? Orang calon istrinya aja belum aku halalin, Nur." Ilham tertawa.
Nurul tersenyum lega.
______________________________________
"Acara kemarin lancar, Fa? Emang, acara apa?" tanya Ustadzah Aisyah saat Syifa mengunjungi rumahnya untuk memberikan surat izin dan sekeresek makanan.
Syifa tersenyum tipis. "Alhamdulillah, Ustadzah. Acara... biasa kok."
"Alhamdulillah kalo gitu. Oh iya, kamu masih inget kan, kalo Azam itu Ali temen masa kecil kamu?" tanya Aisyah tiba-tiba.
"Ustadzah masih inget?"
"Ustadzah inget betul sama Almarhum ayah kamu. Dulu keluarga kita kan deket, makannya kamu sama Azam bisa deket juga."
Syifa hanya tersenyum. "Ya udah, kalau gitu Syifa duluan ya, Ustadzah. Assalamualaikum. " Syifa mencium tangan Aisyah.
"Waalaikumussalam. Jazakillah ya, Syifa."
"Waiyyaki, Ustadzah."
Syifa pun mulai melangkah untuk pergi ke asrama. Ada beberapa barang yang harus ia bereskan. Ia segera pergi. Matanya masih sehat. Dan dia melihat jelas sosok Azam berjalan berlawanan arah dengannya. Ia merasa canggung. Setelah sekian lama tak pernah bertemu dengan teman masa kecilnya, ia mendapati kembali wajah tenang itu.
Sosok Azam semakin dekat di pandangan. Syifa semakin menunduk. Biarkan hanya tanah yang dilihatnya saat itu. Daripada ia harus melihat lagi wajah tenang namun pernah merapuhkan hatinya.
"Assalamualaikum." Syifa sungguh tak percaya saat Azam mengatakan salam itu. Ia segera menghentikan langkahnya.
"Waalaikumussalam." Syifa semakin menunduk dalam.
"Ukhty Ustadzah di sini, kan?" tanya Azam dengan nada datar dan tentu dengan wajah tanpa ekspresi. Inilah ciri khasnya.
Syifa hanya mengangguk.
"Jam 2 siang, ada rapat kerja Ustadz dan Ustadzah. Kabari Ustadzah yang lainnya nanti rapat."
Syifa mengangguk paham. "Baik."
"Ukhty sehat?" tanya Azam yang terdengar kaku di telinga Syifa.
Syifa mengangguk lagi. "Alhamdulillah. "
"Alhamdulillah." Azam pun segera berlalu dari Syifa tanpa mengucapkan salam.
Dengan sedikit kesal, Syifa mengucapkan salam dengan nada sedikit tinggi karena Azam telah pergi. "Wassalamualaikum, Ustadz."
Azam tersenyum tipis mendengar teriakan yang tak terlalu keras itu dan lantas menjawabnya dalam hati. "Waalaikumussalam."
Syifa yang masih terdiam merasa tambah kesal karena pikirnya Azam tak menjawab salam, padahal Azam menjawab dalam hati.
Ting!
Ponsel Syifa bergetar. Segera ia membuka pesan yang sampai pada ponselnya melalui WA.
Saya menjawabnya dalam hati. Jangan suudzon:)
Semoga Allah selalu memudahkan segala urusan Ukhty.
Syifa semakin tak percaya jika Azam akan mengiriminya pesan. Seketika rasa kesalnya hilang dan berbuah senyuman. Namun, ia segera tersadar.
Astagfirulahal'adzim...
Semuanya memang pasti diuji. Azam memang begitu menguji hatinya. Ia harus kuat.
Kenapa tidak dari dulu saja aku menghapus masa lalu. Agar harapan itu tidak berbekas sampai saat ini.
Wahai hati...
Apakah harus sakit dulu,
Baru bisa berhenti berharap?
______________________________________
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top