Bab18 | Gara-gara Hijrah
Budayakan vote dulu sebelum membaca okey?
***
Sekian lama tak ada kabar. Kini kehidupannya jauh lebih baik. Dia bersyukur, sangaaat bersyukur pada Allah atas apa yang telah diberikan-Nya. Allah itu baik, baiiik sekali. Dia memberikan hidayah kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Namun yang lebih tepat, hidayah itu dikejar. Mustahil kita mendapat hidayah jika kita hanya tinggal diam. Berdoa memang sangat dibutuhkan, tapi ia harus dibarengi dengan usaha.
Kadang, untuk mendapatkan kemuliaan itu perlu ada pengorbanan, sebesar apapun itu.
____________________________________
Gadis cantik itu mengikat rambut panjangnya, kemudian ia sisipkan helaian rambut yang berada di wajahnya ke belakang daun telinga. Setelahnya, ia memakai ciput agar kelak rambutnya tak terlihat, dilanjut dengab memakai kerudung panjang warna putih karena ia akan pergi sekolah.
Ini hari pertama sekolah setelah sekian minggu liburan. Ah, bagi gadis itu liburannya benar-benar bermakna. Karena ada perubahan drastis dari dirinya. Pagi itu dimulainya dengan keceriaan. Bangun shubuh? Ya! Ini pertama kalinya bangun shubuh. Ia senang dengan perubahannya saat itu, walau terkadang selalu ada saja sikap buruk yang menutupi hijrahnya.
Ada sedikit ragu di hati untuk memulai kebaikan di hadapan orang banyak itu pasti. Terlebih, apabila kita memang sudah dicap buruk oleh banyak orang. Hanya sebuah keyakinan yang berasal dari hati yang mampu menguatkan sebuah tekad.
Baginya, selama apa yang ia lakukan itu baik dan benar, akan ia lakukan. Peduli-peduli amat sama ocehan orang, bodo amat ah, batinnya.
06.50
10 menit lagi bel sekolah akan berdering tanda pembelajaran akan segera dimulai. Namun, gadis yang baru mulai melangkah hijrah itu masih sibuk berkutat memakai kerudung segi empat di kamar. Hati-hati sekali ia menusuk jarum ke kerudung segi empatnya. Maklumlah, ini pertama kalinya memakai kerudung seperti itu. Deuh, ribet, batinnya.
"Syifaaaa, buruaaan!!!" Teriakan keras itu terdengar oleh Syifa yang tengah kesulitan menusuk jarum. Karena kaget dengan teriakan itu, jarumnya menusuk jari telunjuk Syifa, darah pun menitik. "Sshhh ... aww, " Syifa meringis, terlebih saat setitik darah keluar dari jarinya.
"Buruan, atau gue tinggalin!" ancam lelaki di luar sana.
Syifa berlari ke arah balkon kamarnya. Ia melihat ada lelaki gagah di bawah sana, tengah duduk di atas bumper mobil Lamborghininya sambil menyilangkan kaki kanan di atas kaki kirinya. Syifa terkekeh pelan dan bergumam, "Keren juga dia hari ini. "
"Malah cengengesan! Cepetan, kita udah telat nih!" protes lelaki itu.
"Jangan marah-marah dong, kaya cewe lagi PMS aja. Ntar cepet tua loh, eh, emang tuaan lo dah, daripada gue juga, upss, haha ... Lagian, siapa suruh sih, nungguin gue?" tanya Syifa sambil tersenyum jahil pada lelaki itu.
Lelaki di bawah sana bangkit dari duduk kerennya dan berkata, "Ampun dah si Syifa! Lo yang ngajak gue berangkat bareng. Kalo gamau, yaudah! Fine, gue bisa berangkat sendiri. Masih mending gue nungguin juga! "
Melihat aksi lelaki itu yang mulai memasuki mobilnya, Syifa dengan langkah cepat mengambil ransel, kemudian berlari ke luar menemui lelaki itu.
Dengan nafas yang tersenggal-senggal, Syifa menghampiri mobil sport putih yang mesinnya sudah dinyalakan sang pemilik, tanda bahwa mobil itu akan segera dilajukan. Ia mengetuk keras kacanya.
"Buka, oyy, buka!!!"
Kaca itu terbuka secara perlahan ke bawah, hingga menampilkan lelaki yang berteriak tadi. Melihat itu, Syifa ternganga. Lelaki itu benar-benar terlihat keren hari ini, terlebih ia memakai kaca mata gelap hingga menambah kesan tampan di wajah putihnya.
"Gue tau gue ganteng. Itu mah udah dari sejak gue lahir. Tapi biasa aja dong liatnya, tiap hari juga lo liat gue. Gue aja ampe bosen liat wajah li, " celetuknya.
Seketika Syifa tersadar dari lamunannya, "Dih, amit-amit, ganteng dari kolong jembatan? "
"Berisik! Buruan, ah, lama?!"
Syifa kemudian segera masuk ke dalam mobil. Dan tanpa mereka sadari, jika bel sekolah telah berdering 5 menit yang lalu.
Kadang, perdebatan tidak penting hanya akan membuang-buang waktu saja.
____________________________________
Mobil putih bersih mengkilap itu telah berada di depan gerbang sekolah yang tentu saha sudah ditutup, bahkan dikunci. "Gara-gara lo kita jadi telat! Lo lama amat dandannya, dasar cewe!" gerutu lelaki di samping Syifa sambil memukul stirnya.
Beberapa detik kemudian, ada salah satu satpam yang datang menghampiri mobil mereka. Melihat itu, Syifa langsung turun dari mobil, mengabaikan gerutuan lelaki yang berstatus sebagai kakaknya itu.
"Pa, izinin kita masuk dong! Please!"
"Kalian telat! Gak bisa masuk lagi!" ucap satpam itu tegas.
Saat itu Syifa berusaha mencari sesuatu di dalam otaknya. Euh, ayo Syifa, ayo... cari..., ucapnya dalam hati. Yang ia cari saat itu tentunya adalah sebuah ide. Berharap bisa menjadi seperti kancil yang cerdik walau sesaat. Ini darurat.
"Pa, tau gak, alasan Syifa telat? Syifa sekarang udah hijrah. Tolongin Syifa. Izinin masuk ya, Pa? Nanti Syifa bantuin deh buka gerbangnya, pasti cape," mohon Syifa memelas.
Pa Satpam bername tag "Budi A" itu bercakak pinggang sambil melotot seram ke arah Syifa. Syifa sempat kaget, tapi ia tak akan membiarkan dirinya menyerah begitu saja.
"Apa hubungannya, hijrah kamu sama bukain gerbang? Gaada masuk masuk! Kamu terlambat parah. Jam 8 baru dateng, mau ngapain? Dikira ini sekolah kakek kamu?"
Syifa menunduk. Lebih tepatnya mencari ide lagi.
"Jangan beralasan macet! Itu alasan basi!" lanjut pa Satpam.
Syifa menenangkan diri. "Jadi gini ceritanya, Pa ...," Syifa bercerita tanpa disuruh. "Tadi Syifa ribet sama kesusahan pake kerudung segi empat ini. Nah, alasan Syifa telat tuh gara-gara hijrah. Pa, ayolah bukain. Bantuin orang yang baru hijrah dapet pahala loh, Pa. Gini-gini juga Syifa udah berusaha biar gak telat. Bukain lah, Pa. Memberi bantuan pada orang yang baru hijrah, disayang Allah loh. Terus masa Bapa gak tau, kalo orang yang membantu sesama, maka ia bakal dibantu juga sama Allah." Syifa berusaha meyakinkan Pa Satpam.
Ilham yang berada di dalam mobil hanya menghembuskan nafasnya pasrah, jika semua usaha adiknya tertolak. Saat itu juga Ilham siap-siap menyalakan mesin mobil agar ketika Syifa masuk, ia tinggal melajukan mobilnya. Tak lama setelah itu, Syifa masuk ke mobil dengan ekspresi datar.
"Yu, pulang!"
Syifa menatap heran sang kakak. "Pulang apaan? Ayo kita masuk! Tuh, gerbangnya udah dibukain Pa Budi. "
Ilham menganga tak percaya jika satpam tegas dan disiplin seperti Pa Budi mengizinkan mereka untuk masuk. Dan lamunan Ilham buyar seketika saat Dyifa menepuk keras pundaknya. "Euh, ayo buruan! Sekarang pelajaran Bu Rina nih!"
Gara-gara hijrah ia terlambat. Tapi gara-gara hijrah juga ia bisa masuk ke sekolah. Walaupun, ada satu tahapan lagi yang akan dia hadapi. Yaitu menghadapi Bu Rina.
___________________________________
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top