Bab 6

Selow 😁
Lepas ini siapkan lap sama ember ya

Seminggu berlalu..

Amira menjalani aktifitasnya seperti biasa. Seolah tidak ada beban di dalam hidupnya. Mertuanya dan juga teman-temannya tidak pernah ada yang tau beban pikiran yang selalu membuatnya tidak bisa tidur nyenyak.

Siang nan terik, Amira berjalan gontai melintasi rel kereta api yang memisahkan kampung atas dan kampung bawah. Tiba-tiba ponselnya berdering, dengan cepat Amira merogoh saku kemejanya dan mengeluarkan benda pipih tersebut.

"Mas Pras? Assalaamu'alaikum, Mas," Amira menjawab panggilan dari suaminya.

"Wa'alaikumussalam. Dua hari lagi Mas pulang kerumah Dek,"

"Alhamdulillah. Mas betulan pulang kan?" Ujar Amira seolah tak yakin kalau suaminya akan pulang.

"Iya, Dek. Mas pulang ke sana. Kamu kenapa? Kok seperti tidak percaya begitu?"

"Bu bukan begitu, mas." Amira menjeda ucapannya sejenak dan menghela nafas dalam. "Apa mas tidak sibuk? Maksudku ... mas kan biasanya sangat sibuk," ujar Amira menjelaskan maksud dari ucapannya tadi.

"Mas libur seminggu," ujar Pras.

"Mas mau aku buatin apa? Nanti biar di siapin dirumah," jawab Amira penuh semangat. Perasaan bimbang dan kecewanya menguap entah kemana.

"Tidak usah, Dek. Mas gak pengen apa-apa. Cuma pengen kumpul saja sama keluarga dirumah,"

Tanpa terasa Amira sudah tiba di depan rumah mertuanya. Di kejauhan tampak Zein yang sedang bermain bersama teman sebayanya.

"Mas, apa mas mau bicara sama zein? Dia kangen sama papa katanya," ujar Amira pada sang suami.

"Iya, Dek, mas juga kangen sama Zein,"

"Sebentar ya mas, aku panggil Zeinnya dulu," Amira memanggil Zein lalu menyodorkan ponsel di tangannya.

"Papa mau bicara sama Zein," ucap Amira pelan.

"Papa!" Teriak Zein begitu tau yang ada di seberang telepon adalah papanya.

Zein terus berbicara dan menceritakan banyak hal pada Pras. Sedangkan Amira hanya memperhatikan tingkah laku sang anak tanpa ada niatan untuk menghentikan percakapan antara ayah dan anak itu.

Amira terus memperhatikan Zein, binar bahagia tampak begitu jelas tercetak di wajah cantiknya. Ya ... Amira sangat bahagia hanya dengan mendengar kabar suaminya akan segera pulang. Segala kerisauan dan prasangkanya lenyap sudah tak tersisa.

Kebahagiaannya semakin menjadi begitu melihat Zein yang terus berceloteh dan menceritakan kesehariannya di sekolah pada sang papa dengan semangat.

Lelah berbicara pada papanya, Zein segera menghampiri Amira dan menyerahkan ponselnya.

"Mami, besok papa pulang ya?" Ujar Zen sambil menatap lekat wajah Amira.

Amira tersenyum kecil lalu menjawab, "iya, besok papa Zein pulang kesini,"

"Aku mau bilang Husein, papaku besok pulang." Zein langsung berlari meninggalkan Amira yang masih berdiri mematung.

Amira langsung masuk kedalam rumah, tubuhnya terasa sangat lengket juga lelah setelah seharian bekerja di pabrik.

"Alhamdulillah, akhirnya mas Pras besok pulang." Gumam Amira sambil .elangkah memasuki kamarnya.

"Ndok, kamu baru pulang?" Tanya Ibu mertuanya yang sudah berdiri tak jauh dari Amira.

"Ibu. Sudah dari tadi, Bu. Tadi kan mas Pras teleponan sama Zein, jadi Mira diluar lama," jawab Amira, seulas senyuman tampak menghiasi bibir tipisnya.

"Pras telepon? Syukurlah. Piye kabare jarene?" Ujar Ibu.

"Inshaa Allah besok mas Pras pulang, Bu,"

"Alhamdulillah, mugo-mugo ae ora lenggang kangkung," sahut Ibu sambil melangkah pergi.

Amira tersenyum kecut mendengar ucapan Ibu mertuanya. Selama Pras bekerja, sangat jarang dia diberi uang. Jangankan uang belanja, uang untuk jajan Zein saja tidak pernah sekalipun Pras ingat.

"Semoga saja, Bu." Gumam Amira getir.

***

Seperti yang sudah Pras janjikan, dua hari kemudian dia benar-benar pulang kerumah. Pukul delapan malam Pras menelpon Amira dan memberinya kabar, bahwa dia sudah berada di Bandara Juanda, Surabaya.

Prasetya menumpangi mobil travel dari Bandara menuju Malang. Pukul sebelas malam dia tiba di Stasiun Kota Lama, Malang. Sebelum tiba di sana, Pras kembali mengabari Amira.

Amira menunggu suaminya datang di depan gang menuju kediaman mertuanya. Walaupun lelah dan mengantuk, sekuat tenaga dia tahan.

"Dek!" Prasetya yang melihat Amira berdiri di depan gang, segera memanggilnya.

"Assalaamu'alaikum, mas," Amira menyalami suaminya dengan takzim.

"Eh iya, wa'alaikumussalam. Kenapa kamu nunggu mas di sini?" Sahut Prasetya merasa tak enak hati melihat istrinya diluar malam-malam.

Amira hanya tersenyum tanpa menjawab.
Tiba dirumah Prasetya segera meminggirkan koper yang di bawanya. Dia tampak melirik sekeliling rumah yang sudah sepi.

"Zein sudah tidur ya, dek?"

"Iya, mas. Dia tidur dari jam delapan tadi," jawab Amira. Dia segera melangkah kedapur dan mengambilkan air minum untuk suaminya.

"Ibu sama Mbah Kung sudah tidur juga?" Prasetya kembali bertanya, karena dia tidak melihat ibunya ataupun ayahnya.

"Iya, mereka juga sudah tidur. Mira rasa belum lama. Mau panggil Ibu?"

"Hmm nggak usah ... syukurlah kalau mereka sudah tidur," ujar Prasetya. Dia menatap wajah cantik Amira yang terlihat agak pucat.

"Hah? Kok begitu mas?" Ujar Amira tidak paham dengan ucapan suaminya.

"Karena mas kangen sama kamu," sahut Prasetya. Dia bergeser dan mendekati Amira. Kedua tangannya dengan leluasa mendekap tubuh semampai Amira dan menghirup aroma tubuhnya.

Amira berontak dan berusaha melepaskan dekapan suaminya.

"Jangan begini, mas. Nanti ada Ibu atau Mbah Kung datang. 'Kan malu,"

"Mas kangen sama kamu, dek," Prasetya tidak melepaskan dekapan kedua tangannya, dia semakin erat memeluk tubuh sang istri.

"Kamu nggak kangen sama, Mas?"

"Ya ka kangen, mas," ujar Amira terbata. Tak dapat Amira pungkiri dia memang merindukan suaminya itu. Setelah beberapa bulan tidak bertemu dan komunikasi yang tidak lancar, seringkali membuat Amira berpikiran yang tidak-tidak.

Pras tersenyum geli melihat tingkah istrinya yang masih saja malu-malu. Pras memutar tubuh Amira perlahan, sekarang keduanya duduk berhadapan.

Amira membuang pandangan kearah samping, walaupun Pras suaminya tetap saja jika berhadapan sedekat itu membuatnya sangat malu dan salah tingkah.

Pras menangkup wajah istrinya dengan kedua tangan dan menatapnya lekat. Amira yang usianya jauh lebih muda darinya, tampak wajahnya masih terlihat kekanakan.

"Usiamu sekarang berapa, dek?" Tanya Pras, tatapan kedua matanya tidak berpindah dari wajah sang istri.

"Mau dua puluh empat, Mas," jawab Amira lirih.

Perlahan Pras mendekatkan wajahnya pada wajah Amira, lalu mencium keningnya dengan lembut.

"Kamu cantik, dek, tapi kenapa wajahmu pucat begini?" Gumam Pras, tetapi masih bisa di dengar jelas oleh Amira.

"Nggak papah kok, mas. Mungkin hanya kelelahan saja," ujar Amira. Memang akhir-akhir ini tubuhnya terasa sering lelah dan lemas. Amira berpikir mungkin karena dia lelah bekerja setiap hari dan kurang istirahat.

"Dek, bolehkan mas minta hak mas sekarang?"

"Apa tidak sebaiknya mas mandi dulu?"

"Iya. Mas mandi dulu sebentar," tanpa banyak bicara lagi Pras melepaskan tubuh istrinya san langsung berjalan menuju kamar mandi.

Amira menghela nafas dalam. Dia segera beranjak dan masuk kedalam kamar. Amira mengambil pakaian ganti untuk suaminya.

Selang sepuluh menit Pras keluar dari kamar mandi, tubuhnya hanya berbalut handuk yang hanya sebatas pinggang. Dia segera mengambil pakaian yang sudah disiapkan oleh istrinya.

Pras melirik putranya yang tengah tertidur lelap, lalu menghampirinya dan menciumi selebar wajahnya.

"Anak papa, tidur yang nyenyak ya sayang." Puas menciumi wajah putranya, Pras menghampiri istrinya yang masih duduk di pinggiran tempat tidur.

"Dek,"

Amira paham apa yang diinginkan oleh suaminya. Walau tubuh lelah tetap saja dia harus menunaikan kewajibannya sebagai seorang istri.

Malam beranjak semakin larut, menghantarkan kedua anak manusia yang tengah memadu kasih setelah sekian lama tak bersua.

Breath in
Breath out

🐒🐒🐒🐒🐒

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top