Bab 5
Happy reading
Sorry typonya merajalela 🤭
Hari jum'at adalah hari yang selalu di tunggu-tunggu oleh seluruh Karyawan Pt. Cemara Biru. Seluruh Karyawan akan menerima upah mingguan mereka dari pabrik.
Mira dan beberapa temannya berkumpul di ruangan QC, mereka saling bertukar cerita.
"Mbak Mir, nanti mau ikut pergi gak?" Tanya Yani.
"Ke mana?" Amira menatap Yani yang bersiri tak jauh darinya.
"Mau ke Plaza. Aku mau beli baju, udah lama gak pake baju baru hehe ...," ujar Yani sembari tertawa lepas.
"Duh, Yan, gayamu mau beli baju. Bukannya kemarin ambil baju di Mbak Suci ya?" sahut Mey yang duduk di sebelahnya.
"Itu kan kreditan, mbak Mey. Bukan dapet beli di mal," sahut Yani.
Mey hanya berdecap mendengar jawaban Yani. "Apa bedanya baju dari mbak Suci sama yang di mal?" Tanya Mey.
"Err ... apa ya ...?" Yani menggaruk tengkuknya sendiri, tak tahu harus menjawab apa.
"Kamu sendiri bingung Yan!"
"Bedanya satu ngutang, satunya beli cash plus kantongnya bermerek hahaa ...!" Sahut teman mereka yang sedari tadi hanya diam dan menyimak. Yani hanya mendelik karena di olok-olok oleh temannya.
Amira pulang kerumah dengan membawa banyak belanjaan, setiap hari jum'at dia membeli segala kebutuhan pokok mulai dari beras, minyak dan lain sebagainya.
Dia tidak ingin membebani kedua mertuanya yang sudah sepuh. Cukuplah mereka di repotkan dengan di titipi Zein setiap hari.
Sampai dirumah dia segera menaruh belanjaannya dan menghampiri sang anak yang tengah bermain. "Zein mau ikut Mami gak?" tanya Mira pada Zein.
Bocah kecil itu menatap Amira lalu meletakan mainannya dan berjingkrak girang.
"Ikut Mami ...!" Teriaknya penuh suka cita.
"Cuci muka, tangan sama kaki terus di lap yang kering, bajunya langsung ganti ya," ucap Mira, dia segera berlalu meninggalkan Zein dan masuk kedalam kamarnya. Menyiapkan pakaian bersih lalu kembali kedapur untuk merapikan belanjaan.
"Iya Mami," Zein berlari menuju kamar mandi, dia membasuh wajahnya, mencuci kedua tangan serta kakinya dengan cepat.
"Mami udah!" Teriaknya dari arah kamar mandi.
"Di lap pake handuk!"
Zein menurut, dia langsung mengambil handuk dan melap wajahnya. "Bajunya cepetan di buka, ambil yang bersih di kamar,"
Mendengar ucapan Amira, Zein langsung berlari ke kamar dan mengambil baju.
Amira memperhatikan Zein dari kejauhan, dia masih sibuk mengeluarkan belanjaan dan menyusunnya sebagian. Selesai menaruh belanjaan Amira segera menghampiri anaknya.
"Bisa pakai baju sendiri gak?"
"Susah Mami!"
Amira memakaikan baju Zein dan juga celana. "Mau pakai sabuk?"
"Iya,"
"Pakai sepatu yang ini?"
"Enggak. Mau yang kayak Mami punya,"
Amira mengambil sepatu Zein yang sama persis seperti sepatunya.
"Kembaran ya Mami?"
"Iya. Bagus 'kan?"
Ibu dan anak itu keluar dari rumah. Amira mampir ke rumah Bulek yang hanya berjarak dua rumah dari sana.
"Assalaamu'alaikum, Bulek!"
"Wa'alaikumussalam, opo'o Ndok?"
"Mau titip uang arisan PKK, Mira mau ajak Zein jalan. Gak bisa hadir,"
"O iya. Hati-hati di jalan yo."
"Iya Bulek, Assalamu'alaikum,"
Mira menggandeng tangan Zein, mereka berjalan menyusuri gang yang berliku sampai tiba di dekat Stasiun Kota Lama.
Keduanya berdiri dipinggir jalan menunggu angkutan yang akan mereka naiki.
"Mami, ada tante Yani," ucap Zein sambil menatap pada Yani yang berjalan mendekat.
"Iya. Kita pergi jalan-jalannya sama tante Yani," jawab Mira dengan suara pelan.
"Mbak Mey mana?" Mira menatap Yani yang datang sendirian.
"Mbak Mey diantar suaminya, naik motor," sahut Yani, dia tampak menghela nafas panjang.
"Hmm ... ya sudah yuk. Keburu sore."
Amira, Zein dan Yani duduk bersebelahan di dalam angkutan. Sepanjang perjalanan keduanya hanya mendengarkan celotehan Zein yang seakan tidak lelah menceritakan banyak hal dan bertanya.
"Mami, aku mau beli robot-robotan seperti punya Husein ya?"
"Robot apa?"
"Ultraman. Husein dibelikan ayahnya, Mi,"
Mira menatap sendu putranya, lalu mengusap lembut puncak kepalanya.
"Boleh. Tapi kita makan dulu ya? Mami belum makan dari siang," ujar Mira.
"Yan, kita makan dulu ya? Lapar banget nih."
"Iya mbak. Kita ke McD saja yuk? Nanti kita ketemuan mbak Mey di Trend saja,"
"Boleh. Zein mau makan ayam goreng?" Mira menatap putranya sekilas.
"Mau Mami. Sama burger ya," ucap Zein. Binar bahagia tercetak jelas di wajah imutnya.
"Iya," Mira menghela nafas dalam. Menghalau perasaan gelisah dan sesak di dalam dada.
Tiba di dekat Plaza, mereka segera turun dari angkutan.
Ketiganya berjalan menyusuri trotoar menuju Plaza yang berasa di seberang jalan.
Mira berjalan lamban karena dia harus menggendong Zein saat menyebrang jalan.
"Mbak, mau beli ponsel gak?" Tanya Yani tiba-tiba.
"Ponsel?"
"Iya, ponsel,"
"Tapi Yan ...,"
Telunjuk Yani mengarah pada sebuah Bilboard yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri.
"Lihat itu. Ada diskon besar-besaran, Mbak," ucap Yani antusias.
Mira mengikuti arah telunjuk Yani, lalu menatap Yani bergantian. Raut wajahnya terlihat jelas kebingungan.
Melihat Mira yang hanya diam mematung, Yani segera menarik tangannya dengan susah payah. Dia membawa Mira memasuki toko ponsel.
"Lihat Mbak. Yang ini bisa di putar begini. Di bagian belakangnya juga ada cerminnya," Yani memperhatikan sebuah ponsel berbentuk kotak yang bisa di putar dan dilipat.
"Merk apa itu?" Gumam Mira, tapi masih bisa di dengar oleh Yani.
"Nexia*, Mbak. Beli ini saja ya? Lihat ... harga diskon," Yani menunjuk angka yang tertera.
"Satu juta dua ratus," ucap Mira begitu melihat harga ponsel tersebut. "Beli gak ya?"
"Mami, aku mau lihat." Rengek Zein yang sedari tadi hanya bisa mendongak.
Mira akhirnya menggendong Zein. Anak itu tampak sangat antusias sama seperti Yani.
"Mbak," Yani menepuk bahu Mira.
"Kenapa?" Sahut Mira tanpa sedikitpun menoleh.
"Yang ini bagus. Di teve kan sudah ada iklannya tuh. Yang dibintangi Maudy Kusnaedi," ujar Yani.
"Beli gak ya? Aku kok ragu-ragu,"
"Kebanyakan mikir. 'Kan Mean bisa chat keluarga yang di Jakarta, bisa telepon tanpa harus ribet seperti pakai ponsel yang itu,"
"Memang ini bisa ya?"
"Ini bisa untuk internetan, Mbak. Facebook bisa, tapi nggak bisa BBM sama whatsapp,"
"Kalau ponsel punyamu bisa semua ya, Yan?"
"Bisa dong. Ini kan samsu**, mau yang seperti ini? Harganya beda dikit,"
"Nggak ah, yang ini saja kali ya, mumpung diskon,"
"Terserah mbak Mira,"
Setelah bolak-balik memilih dan berpikir yang lumayan memakan waktu lama. Akhirnya Amira membeli sebuah ponsel.
Setelah membayar, Mira mengajak Yani dan Zein untuk segera pergi dari sana. Karena mereka sudah janjian bersama Mey di McD.
"Yan, nanti di rumah ..
"Iya. Nanti aku bantu buatin akun facebook, tapi jangan pakai nama mbak Mira ya,"
"Kenapa?"
"Ck. Gak papah. Ayo cepat, mbak Mey sudah disana,"
Mira hanya mengangguk pasrah. Ada perasaan bersalah di dalam hatinya. Dia tidak terbiasa berbohong pada siapa pun, terutama pada sang suami. Rasa takut menggelayut di dalam hatinya. Mira takut kalau Pras akan murka jika tahu dia sudah membeli ponsel tanpa sepengetahuannya.
Namun, dia juga sangat penasaran dan sangat ingin tahu kehidupan Pras yang disembunyikan darinya.
Selama ini Pras tidak pernah jujur dan ada banyak hal yang disembunyikannya.
"Ampuni aku ya Allah" bisik hati Mira.
Cerita ini di ambil beberapa tahun silam
Zaman BBM, whatsapp masih sedikit orang pakai ☺
Kalau Facebook sudah booming sih, tapi hanya sedikit orang yang bisa unggah foto 🤣
Zamannya 0 facebook. 😆
Kalau mau ganti profil harus ke warnet, bayar 3.500 waktu itu. 🤦♂️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top