CHAPTER I
"Nikahi Lea, Lik!” Lirih suara seorang pria berusia 65 tahun yang tidak lain adalah ayah mertuanya, terus terngiang-ngiang di telinga Malik Hakim hingga hari ini.
Pria matang berusia 33 tahun yang menjabat sebagai Dosen Sejarah Pendidikan Islam, di salah satu Universitas Negeri terkemuka di Jakarta. Malik Hakim, mengetuk-ngetukkan pulpen nya ke atas meja dengan pelan, kebiasaannya ketika sedang berpikir keras.
Azalea Murdaningrum, adalah teman satu sekolahnya dahulu saat ia menempuh pendidikan selama 3 tahun di SMA Negeri 95 Jakarta. Perempuan dengan begitu banyak kasus dan masalah di sekolah.
Mulai dari siswi yang seringkali tertangkap basah sedang duduk di pojokan kantin pada jam pelajaran sekolah. Siswi dengan reputasi terlambat datang ke sekolah. Juga siswi yang selalu tertangkap oleh guru pada saat razia seragam sekolah.
Ya tentu saja, dengan rok minimnya serta lengan baju yang dilipat. Azalea, selalu berakhir duduk manis bersama guru BK di ruangan konseling. Meski begitu, tidak pernah membuat perempuan itu jera.
Azalea, perempuan yang dengan berani dan percaya diri, menyatakan cintanya kepada Malik Hakim di lorong sekolah pada saat acara pentas seni di Sekolah. Azalea, dengan rok minim dan seragam putihnya yang ketat. Ia berdiri di hadapan Malik Hakim, dengan sepatu sneaker putih kebanggaannya. Rambut panjang hitam Lea, menjuntai hingga ke pinggang. Bibirnya yang kecil mungil berwarna merah muda tampak menggairahkan. Tapi tidak begitu dengan Malik Hakim. Ia malah merasa, Azalea, sungguh menggelikan!
“Gue suka sama, Lo!” ucap Lea, dengan berani kala itu. Ia dan dua orang rekannya menghadang jalan Malik Hakim di lorong sekolah yang terlihat sepi karena saat itu semua siswa dan siswi berkumpul di tengah lapangan, menyaksikan pentas seni yang sama sekali bukan selera seorang Malik.. Dirinya begitu percaya diri bahwa Malik Hakim akan membalas cintanya. Tentu saja karena Azalea, tergolong siswi yang cantik. Begitu banyak murid pria bahkan kakak kelas terdahulu yang menginginkan dirinya. Tapi tidak satupun yang digubris oleh Lea. Ia sudah terlanjur jatuh hati pada Malik Hakim.
“Terus?” sahut Malik Hakim datar. Berdiri santai dengan sebelah tangan masuk ke dalam saku celana, seolah hal yang baru saja dia dengar adalah hal biasa baginya. Pria itu sudah dari sananya berperangai tak acuh bahkan tergolong dingin. Mendengar jawaban dari Malik Hakim, membuat tubuh Lea yang sejak tadi bergerak dengan percaya diri seketika membeku.
“Emmm….,”
“Terus maunya apa?” ulang Malik Hakim.
Membuat Azalea, kelimpungan tidak mengerti sekaligus malu. Mengapa dia tidak mempersiapkan jawaban untuk hal ini. Lea, hanya ingin Malik Hakim tahu bahwa selama ini dia menyukai pria itu. Lea, pikir setelah mengutarakan perasaannya Malik Hakim akan memintanya menjadi pacar dan bukannya malah memberikannya pertanyaaan.
Bukankah Malik Hakim seharusnya dapat bersikap sedikit lebih baik dengan mengatakan ‘terima kasih’ atau setidaknya ‘aku juga menyukaimu’. Bukannya malah menantang wanita itu untuk mengutarakan seluruh niatan hatinya. Dia sudah menyatakan lebih dulu, lantas mengapa Malik Hakim tidak mengalah dan menjadi pria gentleman yang menembak wanitanya dalam ajang ‘pernyataan cinta’ saat ini.
Atau jangan-jangan ternyata selama ini Azalea, bertepuk sebelah tangan? Padahal ia sudah sangat yakin pria itu juga menaruh hati kepadanya. “Ya enggak gimana-gimana sih, Cuma mau bilang itu saja.” Balas Lea, sedikit mengangkat bahunya dengan santai. Malik Hakim mengangguk pelan, dan menjawab “Oke,” lalu berjalan melewati Lea dan dua orang teman wanitanya di belakang.
Lea, merutuk dirinya sendiri. Terdengar suara dua orang kawannya yang berbisik mengatakan bahwa wanita itu bodoh dan semacamnya.
“Lik, tunggu!” Lea, berteriak tertahan dan lagi-lagi menghentikan langkah Malik Hakim. Pria itu berbalik menatap Lea yang merona malu.
“Udah gitu doang tanggapan Lo?”
Malik Hakim, berpura-pura berpikir seraya memutar matanya “Lantas apalagi?”
Lea bungkam sambil menggigit bibirnya dengan keras. Malik Hakim tersenyum mengejek lalu berjalan kembali dengan sorakan kedua teman Lea yang mengatainya ‘angkuh, sok kegantengan, enggak gentle’ whaterver dan Malik Hakim tidak perduli. Karena dia tidak suka perempuan serampangan seperti Azalea Murdaningrum.
***
Hampir 10 tahun berlalu dan mereka kembali bertemu. Pada kondisi yang membuat Malik Hakim terperanjat kaget sekaligus tidak percaya. Hari itu, saat penampilannya terlihat parlente dengan kemeja biru dongker, senada dengan gamis yang dipakai oleh Seruni Wirdaningrum pada acara lamaran pernikahan mereka 5 tahun silam.
Sungguh ia sama sekali tidak tahu bahwa kakak wanita yang sering Seruni ceritakan adalah perempuan yang dahulu pernah menyatakan cinta kepadanya. Azalea Murdaningrum, berdiri di sela-sela banyaknya keluarga yang hadir. Dengan gaun batik selutut berwarna dasar navy berlengan pendek yang dipermanis dengan seutas hiasan tali yang melingkari area bawah dada dengan ikatan simpul di pinggir sebelah kiri. Rambut panjang yang dulu sering Malik, lihat telah digantikan oleh rambut pendek di atas bahu dengan cat berwarna cokelat.
Kini, Malik Hakim kembali dibuat terkejut akan permintaan Ayah mertuanya yang memintanya menikahi Azalea demi menggantikan posisi Seruni yang telah tiada 1 tahun lalu. Seruni mengalami pendarahan saat ia melahirkan anak kedua mereka 1 tahun lalu. Keduanya tidak dapat diselamatkan. Kini hanya Sakura, lah lentera hidup Malik.
“Nikahi Lea, Lik.” Suara itu terus mengulang di telinganya “Bapak sama Ibu enggak tega kalau harus lihat Sakura punya ibu tirinya orang lain.” Sambung Bapak.
“Malik, belum ada rencana menikah lagi kok Pak.”
“Iya, tapi kan kamu masih muda. Seruni juga enggak akan tenang disana kalau kamu masih menduda seperti ini. Sudah 1 tahun berlalu, lekas cari pengganti Seruni, Lik. Demi kamu, demi Sakura juga.” Ibu mertuanya angkat bicara.
“Tapi Bapak maunya kamu sama Lea. Biar kami berdua tenang, karena setidaknya Sakura kan keponakan Lea. Terlebih lagi, Lea begitu sayang sama Sakura.” Bapak menyela.
Malik Hakim, menarik nafas panjang mendengarnya. “Tolong dipikirkan yah Lik,” Bapak menepuk pundaknya pelan pagi itu, “Kami sudah tua, tidak sanggup berpikir yang macam-macam tentang masa depan Sakura.”
Begitulah percakapan yang terjadi 1 minggu lalu ketika Malik Hakim hendak berangkat menuju kampus untuk mengisi kelasnya.
Ditembak gadis itu 15 tahun silam
Menjadi adik iparnya 5 tahun lalu
Dan kini, takdir macam apalagi yang hendak kembali menyatukan keduanya. .
Menjadi suami dari Azalea Murdaningrum, yang serampangan dan keras kepala? Tidak pernah terbersit sedikitpun di benak Malik Hakim. Tapi Bapak berkata benar, bahwa Sakura membutuhkan sosok Ibu yang dapat mencintainya dengan tulus. Dan saat ini, hanya Azalea yang dapat melakukannya.
-----Bersambung----
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top