CHAPTER 9

Malik Hakim, sedikit terkejut ketika ia melihat Anantha, ada di dalam rumahnya sedang menemani Sakura bermain di teras depan. "Eh ada lo, Tha. Lea nya dimana?" Sapa Malik, memarkirkan sepeda motornya di halaman depan rumah.

"Ada di kamar lagi kurang enak badan, tadi dia nelf minta Gue datang buat jagain Sakura sebentar.

"Tante sakit, Pah." Sakura, berlari menghampiri Malik dan berakhir di dalam pelukan pria itu.

"Kok masih panggil tante?" tegur ayahnya

"Eh, maksud Sakura, Ibu Lea sakit." Ujar gadis kecil berambut keriting, mata bulat serta bibir tipis peninggalan Seruni. Usianya baru 3 tahun, tapi Sakura sudah sangat pandai dalam menyampaikan sesuatu hal.

"Dia kalau datang bulan biasa seperti itu, enggak usah khawatir." Sela Anantha. Malik mengangguk dan menuju kamar.

Perlahan Malik Hakim membuka pintu kamar dan melihat Lea sedang meringkuk di atas kasur dengan selimut menutup sampai ke leher. Diletakannya dengan pelan tas kerja Malik ke atas meja samping tempat tidur, lalu berjalan mendekat ke arah Lea, melihat wanita itu merintih menahan sakit.

"Le,.." panggilnya, mencoba menyentuh bahu Lea, lembut "Kamu enggak apa-apa?" dilihatnya lengan Lea, kuat mencekram bagian perut. Tapi wanita itu hanya menggeleng pelan, tanpa membuka matanya.

"Kita perlu ke dokter?"

Lea, mengangkat tangannya ke atas memberi isyarat bahwa hal itu tidaklah perlu "Nanti juga baikan kok, sudah biasa begini kalau hari pertama datang bulan."

Malik Hakim, menatapnya iba. Seruni juga sama ketika awal-awal pernikahan mereka, namun setelah melahirkan Sakura, keram perutnya perlahan memudar saat ia datang bulan. "Aku buatkan air hangat ya, kamu perlu mengompresnya agar sakitnya sedikit mereda." Ujar Malik Hakim, dan keluar kamar menuju bagian belakang. Pria itu terlihat mencari sesuatu di dalam kardus berisi barang-barang peninggalan Seruni. Kardus itu belum sempat dibongkar sejak kepindahan mereka ke tempat ini.

Akhirnya Malik Hakim, menemukannya. Dengan sigap ia menyiapkan bantal pemanas yang dulu pernah juga ia lakukan untuk Seruni. Malik, membantu Lea untuk tidur telentang dan mengabaikan protes wanita itu saat ia mengangkat selimut dari tubuh Lea dan menempelkan bantal panas tepat di bagian perut bagian bawahnya. Malik, menekan nekannya sedikit "Buat mengurangi rasa sakitnya, Le."

Lea, menatap Malik tanpa daya.

"Selalu begini yah ketika menstruasi?" tanya Malik lagi, Lea mengangguk lemah.

"Ternyata kalian kakak beradik sama saja," Malik tersenyum mengenang lalu beralih melihat tetesan air mata di sudut mata Lea, pasti rasanya begitu sakit.

"Coba tidur menyamping, Le." pria itu kembali memberi perintah, dan Lea menurut. Sebelumnya ia hanya seorang diri di apartment setiap kali merasakan keram perut seperti ini, Atau sesekali Anantha dan Ghaitsa menemaninya saat mereka tidak sibuk. Biasanya sakit itu akan hilang pada hari kedua.

Malik, mengambil handuk panas dan mengompres bagian belakang Lea, mengusap - usap dari punggung hingga bagian pinggul berulang kali. Hingga ia melihat Lea tertidur dengan tenang pada akhirnya, Malik mengambil bantal panas yang sejak tadi mengompres bagian perut Lea, merapikan semuanya dan kembali membiarkan wanita itu tertidur pulas.

***

Lea, membuka matanya perlahan saat telinganya sayup -sayup mendengar seseorang melantunkan bacaan Ayat suci. Ternyata Malik, terlihat sedang mengulang-ulang bacaan. Ia sedang menghafal?

Malik, melihat Lea terjaga dan menyudahi hafalannya. "Sudah baikan? Kamu belum ke kamar mandi loh sejak sore tadi, memang tidak apa-apa pakai pembalut selama itu?" tanya Malik, pria ini benar-benar seolah memahami hal rahasia perempuan.

Lea, mencoba bangkit "Mau aku bantu, kamu bisa jalan?" tawar Malik Hakim,

"Aku itu cuma sakit datang bulan kok, Lik, bukan pengidap sakit kronis. Kamu itu kadang suka berlebihan kalau cemburu, dan ternyata suka berlebihan juga kalau cemas," jawab Lea dengan parau,

"Itu bukan berlebihan namanya, Le, tapi memang harusnya begitu tugas suami sebagai pendamping istri. Bukan cuma perkara soal nafkah, tapi hal-hal yang menurut kamu kecil seperti barusan."

Lea, menatap Malik seraya bergumam dalam hati 'pantaslah banyak wanita jatuh cinta pada pria seperti dirinya'

"Aku enggak bermaksud bilang itu hal kecil, kok." gumam Lea. "Anantha, sudah balik?" seolah ia baru ingat akan sahabatnya itu.

"Sudah. Enggak lama aku pulang kerumah, ia pun pamit pulang."

"Oooh,.. terus Sakura sekarang dimana? Sudah tidur?" Tanya Lea cemas.

Malik mengangguk "Sudah tidur di kamarnya,"

"Hmmmm....,"

"Lain kali, kalau ada apa-apa aku mau kamu telfnya ke aku saja. Bisa kan?" pinta Malik pelan.

Lea, menatap Malik sesaat sebelum akhirnya mengangguk "Bisa," jawab Lea, "Kamu melakukan hal yang sama juga terhadap Uni? Seingatku kami berdua sama ketika hari pertama menstruasi datang." Sambung Lea.

Malik, mengangguk samar "Ya, tentu saja. Tapi semua itu hilang dengan sendirinya setelah Seruni melahirkan Sakura."

"Oh ya?"

"Nanti kita bisa coba kalau kamu enggak percaya. Tapi ya sebelumnya kamu harus mengijinkanku terlebih dahulu untuk membuahi,-"

"Mulai deh bicara ngaconya," Lea, menyela dan bangkit berjalan hendak keluar kamar.

"Ya tapi mau sampai kapan menghindar sih, Le. Kita nikah sudah sebulan lebih dan kamu masih berkutat sama masa lalu. Sudahi dendam itu, kita bisa mulai dari awal semuanya."

Lea, tersenyum tipis "Aku mau lihat sejauh mana kamu sabar menunggu aku siap. Seperti aku yang nunggu kamu bertahun-tahun lamanya," usai mengatakan hal itu Lea, pun menghilang dari balik pintu.

Malik, tahu bahwa untuk menaklukkan Lea butuh kesabaran khusus. Ia tidak dapat bertindak gegabah dan malah membuat wanita itu merasa terkurung dalam dunianya. Malik juga harus sabar menunggu Lea memaafkan dirinya di masa lalu. Menunggu Lea, kembali mencintainya seperti dulu.

Tidak mudah, Malik tahu itu. Tapi ia yakin mampu membuat Lea kembali mencintainya dan membawa wanita itu ke arah yang lebih baik. 


-----Bersambung----

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top