Chapter 2

Setelah membaca chapter pertama di akun Kak primamutiara_ , selamat datang di akunku untuk membaca chapter kedua.

Happy reading guys. ❤

***

Merebahkan tubuhnya di atas kasur, Azima mengembuskan napas panjang. Hari yang melelahkan berhasil ia lalui, meski susah payah. Memiringkan tubuh ke sisi kanan ingatan Azima berputar pada kejadian di kantor tadi. Kenzo si anak baru di kantor yang entah kenapa tiba-tiba membelikan Azima minuman meski itu tidak perlu.

Memangnya dia pikir Azima tidak mampu membeli minumannya sendiri? Azima dibuat dongkol oleh pemikiran tersebut. Terlebih saat mewawancarai lelaki itu, Azima tidak salah mendengar saat Kenzo memujinya cantik.

"Tu cowok kenapa, sih? Salah makan apa kurang obat? Aneh banget," gumam Azima, tidak habis pikir dengan tingkah Kenzo yang cukup absurd. Apalagi lelaki itu dengan gaya sok cool-nya berusaha mendekati Azima. Penolakan Azima dengan bahasa tubuh yang begitu kentara tak lantas membuat Kenzo beringsut menjauh.

Menggeleng pelan, Azima berusaha mengusir ingatan tentang sosok Kenzo. Saat mengedarkan pandangan, tak sengaja mata Azima menangkap ponselnya yang tergeletak di sisi bantal. Segera diraihnya benda tersebut. Membuka aplikasi chatting dan mengernyit tatkala melihat banyaknya pesan yang mendarat di ponselnya.

Membuka satu per satu pesan yang ia terima, netra Azima terkunci pada nama Agata. Sahabatnya yang sudah mengenal Azima dengan baik, tidak terkecuali masalah percintaan gadis itu. Karena sosok Kenzo dan semua sikapnya masih menghantui Azima, gadis itu berniat membagi keluh kesahnya pada Agata.

Selagi menunggu Agata menerima sambungan teleponnya, mata Azima menatap lurus langit-langit kamar. Kenzo bukan lelaki pertama yang mencoba mendekati Azima, tetapi entah kenapa baru sehari berada dalam jangkauan yang sama dengan lelaki itu membuat Azima tak ayal kesal dengan kehadiran Kenzo. Terlebih lelaki itu seperti menempelinya terus-menerus.

Azima seketika mengejap ketika suara Agata menyapa gendang telinganya. Gegas ia mengubah posisinya menjadi duduk.

"Halo? Kenapa Ma? Tumben banget nelepon jam segini."

"Ehm, gue mau cerita nih," ujar Azima tanpa ragu, seraya menggigiti bibirnya. "Gue lagi dongkol banget soalnya."

"Cerita apaan? Awas kalau nggak seru!"

"Jadi gini, Ta, di kantor gue ada anak baru gitu. Baru tadi sih masuknya."

"Ya terus?" Agata penasaran.

"Ya gue nggak suka sama dia. Hari pertama aja udah ngasih kesan yang buruk, gimana hari-hari selanjutnya. Gue aja heran, kenapa harus itu orang yang keterima di kantor gue. Gara-gara kantor gue lagi butuh anak di bagian marketing, sih, dan cuma dia yang melamar di bagian itu."

"Jadi nih anak baru buat lo sebel gitu?" tembak Agata.

"Ya gitu deh. Pokoknya nyebelin." Azima seketika bergidik mengingat tingkah Kenzo.

"Emangnya tu anak baru ngapain aja sampe buat lo kesel gini? Omong-omong cewek apa cowok?"

"Hem, cowok, Ta. Ya masa dia beliin gue minuman? Terus tingkahnya enggak banget pula. Gue kan jadi keki ngelihatnya."

"Ganteng nggak?" Cowok ganteng selalu jadi magnet bagi Agata.

"Apaan sih, Ta? Pake nanya ganteng apa nggak."

Di seberang sana, Agata terkekeh mendengar nada bicara Azima. Ia sudah membayangkan saat ini pasti Azima sedang mengerucutkan bibirnya. Dan tebakan Agata benar. Karena kini, selain mengerucutkan bibirnya, Azima juga tengah menekuk muka.

"Ya kalau ganteng kan siapa tahu bisa gue pepetin gitu, hihi..."

"Ganteng apaan? Ngeselin sih iya."

"Eh, terus, terus? Kenapa sampe lo dongkol setengah mati gini ke dia? Nyebelin banget ya, emang?"

"Banget!" seru Azima tanpa basa-basi.

"Buset, woles aja, Sis. Nggak usah teriak gitu. Eh, gue jadi penasaran sama tu cowok. Besok kantor lo nggak libur, 'kan?"

"Ya nggak lah. Emang kantor gue ada acara apa sampe libur hari Rabu?"

"Ya kirain libur, hihi. Gue serius nih mau ke kantor lo besok buat ngeliat tu cowok. Penasaran gue gimana dia sampe bikin lo senewen gini. Boleh, 'kan?"

"Silakan aja kalau mau ke kantor gue, nggak ada yang ngelarang juga."

"Beneran, nih?" tanya Agata memastikan.

"Iya! Udah deh bawel banget. Kalo lo ikutan ilfeel sama tu cowok, gue nggak tanggung jawab, ya."

"Dih, kayak apaan aja pake tanggung jawab segala. Emang lo bisa gitu ngapa-ngapain gue?"

"Agata! Nggak lucu bercandaannya."

"Haha, iya deh, iya. Oke deh kalau gitu, tunggu kedatangan gue besok di kantor lo, ya. Jangan kangen, besok lo ketemu gue kok."

"Geli gue! Udah ah, makin males gue lama-lama. Gue tutup ya?"

"Oke, see you tomorrow."

Azima gegas memutuskan sambungan telepon. Ia semakin dongkol karena Agata seolah tidak membenarkan tingkahnya yang kesal dengan Kenzo. Kembali merebahkan tubuhnya, mata Azima menatap nyalang ke langit-langit kamar. Dada Azima tiba-tiba terasa sesak tatkala bayangan seseorang di masa lalu menghantui pikirannya.

***

Dengan langkah lebar Kenzo mendekati Keenan yang tengah duduk di bench ditemani barbel di tangannya. Lelaki itu tengah sibuk membentuk otot tubuhnya yang terpampang jelas hingga tidak menyadari kehadiran Kenzo. Melempar pandangan ke sekeliling, Kenzo berdecak tatkala melihat beberapa gadis tengah mencuri pandang pada Keenan yang mengenakan Under Armour ketat.

"Pantesan betah di sini," celetuk Kenzo begitu sudah berdiri di dekat Keenan, "lo banyak fans ternyata."

Terkekeh, Keenan meletakkan barbel di dekat kakinya kemudian beranjak dari bench dan duduk di lantai. "Salah satunya sih itu, makanya gue pake ginian aja di sini. Kali aja ada cewek yang nemploki gue kalo lihat yang beginian."

"Anjir!" decak Kenzo. "Ngarep amat lo."

"Why not? Rejeki nggak bakal ke mana."

Mengedikkan bahu, Kenzo ikut duduk di lantai, tepat di hadapan Keenan. Menyadari Kenzo kali ini mengenakan kemeja biru dan celana kain hitam, membuat kedua alis Keenan tertekuk naik.

"Lo yakin nggak salah kostum? Lo niat nge-gym pake baju ginian? Lo sakit?"

Alih-alih marah, Kenzo malah tertawa. "Ya nggak lah, gue lagi nggak pengen nge-gym."

"Terus? Baju lo ini?"

"Gue diterima kerja," kata Kenzo dengan senyum teramat lebar di wajahnya.

"Ha? Apa? Ulangi lagi, gue nggak denger," titah Keenan. Bahkan ia mengorek telinganya dengan jari kelingking.

"Gue diterima kerja, hari ini," ulang Kenzo.

Mata Keenan seketika melebar, ia bahkan menjatuhkan handuk kecilnya ke lantai. "Elo? Diterima kerja? Di mana?"

"Iya, di PT. Prima Nusa. Akhirnya ada juga perusahaan yang mau nerima gue kerja."

"Seriusan? Elo? Kerja? Di PT. Prima Nusa? Hari ini?"

"Ya elah, lo budek, ya? Udah dibilangin dari tadi gue diterima kerja. Malah nanya terus. Nih ya, dengerin baik-baik, gue diterima kerja hari ini di Prima Nusa." Kali ini Kenzo sengaja menaikkan volume suaranya agar Keenan mendengar dengan baik.

"Anjir! Kok bisa sih?" seloroh Keenan tak percaya. "Mereka nggak sakit, 'kan, pas nerima elo kerja di Primus?"

Keenan sengaja menyingkat Prima Nusa menjadi Primus. Lagi pula masyarakat memang suka menyebut PT. Prima Nusa menjadi PT. Primus supaya lebih mudah diingat.

"Woi, kutu kupret! Maksud lo apa ngomong ginian? Sembarangan nih kutu satu!" delik Kenzo tidak terima. Satu toyoran pun ia hadiahkan pada Keenan yang kini tergelak.

"Anjir! Gue tetep nggak percaya lo bakalan kerja di Primus. Kebagusan buat lo."

"Sialan! Nih orang lama-lama mulutnya minta dikasih pelajaran ya."

"Ugh! Mau dong dikasih pelajaran. Tapi sama cewek yang itu."

Mengernyitkan dahi, Kenzo lalu mengikuti arah pandangan Keenan. Satu toyoran mendarat lagi di kepala Keenan setelah Kenzo tahu apa objek yang tengah menjadi bidikan mata lelaki itu. Di salah satu sisi ruangan, tampak seorang gadis yang cukup menggoda dengan pakaian yang ia kenakan, legging hitam dan tank top warna kelabu. Gadis itu tampak serius melakukan push up dengan bantuan side dumbel cateral. Kenzo yakin, yang membuat Keenan melirik gadis itu adalah karena buah dada gadis itu akan terlihat jelas saat ia menunduk.

"Bibirnya kissable banget, sumpah. Gue yakin sejuta persen!" ucap Keenan sembari mengedipkan matanya pada si gadis yang ternyata tengah menoleh ke arah mereka. Kenzo hanya bisa menggeleng karena si gadis merespons Keenan dengan balik mengedipkan mata dan tersenyum menggoda.

"Semprul! Bisa-bisanya flirting ke cewek!"

"Mumpung masih muda, gue masih bebas menentukan pilihan," balas Keenan setelah ia memberikan gadis itu kode untuk bertemu setelah nge-gym. Tanpa dikatakan lagi, Kenzo sudah tahu apa yang akan Keenan lakukan pada si gadis cantik yang sekarang tengah memperbaiki kuciran rambutnya itu.

"Udah, nggak usah dilihatin terus! Target gue itu, jangan lo embat."

"Emang siapa juga yang naksir sama tu cewek. Ambil aja gih sana, nggak peduli gue."

"Cih, kayak ada aja cewek yang mau lo gaet." Setelah Keenan mengatakan hal itu, entah kenapa sosok Azima terbayang di benak Kenzo. Tak ayal, sebuah senyuman tergaris di wajah lelaki itu.

Menyadari senyuman di bibir Kenzo, Keenan menyeletuk, "Ngapain lo senyam-senyum? Lagi ngebayangin yang jorok-jorok, ya?"

Kenzo sontak mengejap. Ia mendelik karena tidak setuju dengan tuduhan yang dilayangkan Keenan. "Sembarangan! Ya nggak lah. Mana mungkin gue mikir jorok!"

"Elah, sok suci lo! Giliran lihat cewek-cewek seksi di film, elo langsung melotot sambil ngiler gitu. Lagak lo pake bilang nggak mungkin mikir jorok. Mana percaya gue."

"Semprul! Itu beda cerita. Kalau sekarang gue lagi nggak mikir jorok, tapi mikirin manajer gue."

"Manajer lo?" beo Keenan. "Cowok?"

"Sembarangan! Ya cewek lah! Ngapain gue mikirin manajer gue kalo dia cowok? Kayak apa aja deh."

"Ya kali aja lo tiba-tiba berubah haluan. Untungnya nggak, ya."

"Tuhan... dosa apa punya temen kayak nih manusia satu?" desah Kenzo dramatis sembari menengadahkan tangannya.

"Lebay gila nih orang!" celetuk Keenan. "Omong-omong kenapa manajer lo itu? Lo naksir?"

"Iya lah! Cowok mana yang nggak naksir cewek secantik dia." Mata Kenzo seketika menerawang, membayangkan wajah Azima meski seringnya gadis itu cemberut ketimbang mengulas senyum.

"Secantik apa?" tanya Keenan penasaran.

"Kayak bidadari," balas Kenzo tanpa pikir panjang.

"Buset, kayak bidadari!" Keenan seketika tergelak. Apalagi saat dilihatnya tampang Kenzo yang tidak meyakinkan. "Bidadari yang jatuh dari langit-langit karena nyium bau parfum lo?"

Kenzo tidak mengubris banyolan Keenan, sebaliknya, ia malah menambahkan, "Dia cantik, tapi sayang galak."

Keenan tidak dapat menahan tawanya. Ia lantas terpingkal-pingkal membayangkan manajer Kenzo yang diceritakan lelaki itu. "Perjuangan lo berat, Bro."

"Iya, gue tahu. Tapi gue nggak akan menyerah!" sahut Kenzo dengan tekad bulat.

"Iyain aja deh. By the way, good luck! Semoga berhasil naklukin tu manajer galak."

***

Kenzo bersiul girang melihat aneka makanan di atas meja. Ia menarik kursi dan mendudukinya. Belum sedetik ia memindahkan nasi ke piring, aktivitasnya seketika terhenti saat sebuah tepukan mendarat di punggung tangan lelaki itu. Menoleh, Kenzo hampir tersedak ludahnya sendiri melihat Wira-ayahnya-berdiri dengan tatapan dingin yang menghunus matanya.

"Tidak sopan! Tunggu orang tua dulu baru boleh makan," cetus Wira yang kini sudah menduduki singgasananya.

"Laper, Yah," rengek Kenzo dengan muka memelas. Sayangnya, Wira tidak terpengaruh dengan ekspresi Kenzo yang minta dikasihani tersebut.

"Ayah juga lapar, tapi tidak seperti kamu yang langsung mencomot makanan."

"Ya elah, Yah, ngambil nasi doang."

Wira melotot tajam, membuat Kenzo seketika bungkam. Peraturan ayahnya yang menginginkan keluarga mereka makan dalam meja yang sama membuat Kenzo seringkali menahan rasa laparnya demi menunggu kedatangan ayah ataupun ibunya.

"Kalau ayah sama ibumu sudah ngambil makanan, baru kamu boleh ngambil juga," ketus ayahnya tiap kali Kenzo mendahului orang tuanya mengisi piring.

"Ayah, nggak boleh begitu sama Kenzo."

Kenzo menoleh, senyumnya mengembang tatkala melihat ibunya datang dari arah dapur sembari membawa teko berisi air.

Kenzo sudah berada di atas angin karena Fatimah tengah membelanya. Namun, Kenzo harus jatuh terhempas ke dasar saat Fatimah kembali bersuara, "Kamu juga Ken, harus lebih tahan hawa nafsu, termasuk soal makanan. Ayahmu kayak begini karena mau kamu jadi orang yang bertanggung jawab. Kalau kamu kekanakan seperti ini, mau di umur berapa kamu dapat jodoh?"

Kenzo hanya nyengir mendapat nasihat dari Fatimah. Meskipun sebenarnya ia tidak tahu apa korelasi antara tanggung jawab dan mengambil makanan setelah kedua orang tuanya. Namun, saat masalah jodoh dikaitkan, sekali lagi sosok Azima membayangi benak Kenzo.

"Nggak mau makan kamu? Udah kenyang karena diceramahi ibumu?" seloroh Wira karena Kenzo masih bergeming, padahal Wira dan Fatimah sudah selesai mengisi piringnya dengan nasi dan lauk pauk.

Kenzo seketika tersentak setelah Fatimah menyentuh punggung tangannya. Memandang kedua orang tuanya, Kenzo hanya meringis pelan.

"Masih laper kok, Yah," kata Kenzo cengengesan. "Ken cuma keinget manajer Kenzo gara-gara ibu bahas-bahas masalah jodoh."

"Emang kenapa manajer kamu?" tanya Fatimah penasaran.

"Jadi gini, Bu, manajer Kenzo itu cantik banget kayak bidadari. Pertama kali lihat, Kenzo langsung jatuh hati," cerita Kenzo yang membuat Wira tersedak minumannya.

"Kamu suka sama manajer kamu itu?" sahut Fatimah, tidak menggubris Wira yang terbatuk-batuk.

"Iya, Bu, udah cantik, tinggi, baik pula. Dia nggak sungkan buat ngajarin Kenzo di kantor." Untuk yang terakhir, Kenzo hanya melebih-lebihkan saja. Lelaki itu tersenyum geli karena kenyataan yang ada justru sebaliknya. Boro-boro membantu, yang ada malah Azima begitu anti melihat wajah Kenzo.

"Subhanallah, Ibu seneng dengarnya. Jangan dilepasin gadis seperti itu, Nak. Ibu akan doakan kamu biar sama dia," kata Fatima tulus.

"Aamiin. Makasih doanya, Bu."

"Sebelum kamu deketin dia, udah ngaca belum kamu?" desis Wira yang membuat Fatimah mengerling tidak suka. Dengan lirikan mata ia memberi kode pada Wira untuk bungkam.

"Emang kenapa, Yah?"

"Gadis itu manajer kamu, sedangkan kamu karyawan biasa, baru masuk pula hari ini. Yakin kamu dia bakalan suka? Apalagi sama tingkah kamu yang suka selebor gini, Ayah makin nggak yakin kamu bisa menarik hati manajer kamu itu."

"Kalau Kenzo bisa?" tukas Kenzo. Ia merasa tertantang setelah mendengar ucapan Wira.

"Ya buktikan kalau kamu memang bisa."

"Oke! Kenzo bakal buktikan kalau Kenzo bisa dapetin hati Azima."

"Sudah, sudah, jangan bicara lagi," sela Fatimah karena merasakan aura ketegangan di sekitar mereka.

Kenzo mengangguk, lantas mulai mengambil lauk pauk untuk mengisi piringnya. Melirik Wira dan Fatimah bergantian, senyum lebar terkembang di wajah lelaki itu. Meski Wira meragukan dirinya, Kenzo akan membuktikan kalau ia bisa menaklukkan hati Azima.

***

Chapter tiga bisa dibaca di akun Rosyana_ yuk merapat ke sana.
Selamat membaca.

Salam sayang dari Azima dan Kenzo
.
.
.
.
.
Winda Zizty

27 Januari 2018

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top