1
Malam sudah larut saat Narendra menyelesaikan pekerjaannya. Beberapa bulan ini permintaan terhadap suku cadang buatan eropa cukup tinggi. Terutama karena motor memiliki pangsa pasar cukup besar. Maka tidak heran penjualan otomotif naik pesat. Narendra menekuni bisnis ini sudah lima tahun lebih. Ia punya beberapa showroom di pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera. Ia juga mengimport suku cadang yang berasal dari amerika latin dan jepang. Termasuk memiliki beberapa bengkel khusus motor diberbagai kota di pulau Jawa. Meski bukan bisnis raksasa tapi namanya cukup dikenal.
Diusia yang memasuki tiga puluh empat tahun. Ia sudah mapan secara materi. Meski sampai saat ini masih tinggal di lantai tiga salah satu ruko yang sekaligus menjadi gudang dan kantor. Ia memang memilih tinggal disana dengan alasan efisiensi. Terutama karena letak ruko yang sangat strategis. Sehingga memudahkannya untuk pergi kemana pun. Jika letih atau bekerja hingga larut malam seperti sekarang, ia tidak perlu bermacet macet di jalan hanya untuk tidur dirumah.
Di ruko , selain Naren juga tinggal Bu Darti sebagai juru masaknya dan Mang Husin suaminya. Mereka sudah bekerja pada Naren lebih dari sepuluh tahun. Ketika Naren memulai usaha, mereka berdua membuka kedai nasi disamping bengkel kecil miliknya. Dari dulu Naren memang suka dunia otomotif. Setelah bengkel tersebut semakin besar, Naren pindah. Dan saat warung makan Bu Darti digusur maka pria itu menawarkan mereka untuk bekerja padanya.
Sekarang Mang Husin membantunya membersihkan ruko sekaligus kantor. Dan Bu Darti memasak untuk karyawan kantor yang jumlahnya hanya dua belas orang. Meski Bu Darti dibantu oleh dua orang asisten merangkap office boy. Naren sangat mempercayai mereka berdua.
Baginya karyawan adalah aset. Maka ia memanjakanmereka dengan fasilitas yang baik. Sehingga semua betah bekerja padanya. Tidak ada karyawan yang keluar hanya karena alasan tidak betah.
***
Siang itu Naren harus mewawancarai dua orang calon sekretarisnya. Martha sekretaris yang sekarang ingin resign karena akan melahirkan. Dari seluruh kandidat yang ada, ia membebaskan Martha untuk memilih sendiri siapa yang menurutnya cocok. Dan Naren hanya akan mewawancarai orang yang direkomendasikan oleh Martha.
Naren tengah duduk menanti orang terakhir yang harus diwawancarainya. Ditatapnya foto gadis itu sekilas. Lily Paramitha namanya. Lulusan terbaik sebuah akademi sekretaris ternama di Jakarta. Sebenarnya ia ragu, apakah calon yang satu ini bersedia bekerja ditempatnya yang hanya perusahaan kecil, mengingat lulusan akademi tersebut biasanya bekerja diperusahaan besar.
Sampai kemudian pintu ruangannya diketuk.
***
Aku melangkah memasuki ruangan Pak Narendra Gautama setelah mendengar perintah
"Masuk!"
Dengan sedikit takut aku memasuki ruangan. Suara itu terdengar dingin dan sangat tegas. Benar saja saat pintu terbuka aku melihat sesosok pria berkulit putih khas pria keturunan Chinesse. Berkacamata dan memiliki tatapan tajam. Tubuhnya sangat atletis dan terlihat menjulang. Aku sedikit menunduk saat mendekati meja kerjanya.
"Silahkan duduk!" ucapnya sambil ikut duduk dan menautkan kelima jarinya.
"Kamu Lily Paramitha?"
"Ya pak." jawabku
"Coba kamu lihat saya kalau sedang bicara. Saya tidak akan menerkam kamu." perintahnya tegas.
Aku merasakan debaran jantungku semakin tak karuan. Perlahan mengangkat kepala, memberanikan diri menatap wajahnya.
"Begitu lebih baik." ujarnya kemudian.
"Di surat lamaran yang kamu kirim, ini akan menjadi pengalaman pertama kamu dalam bekerja?"
"Iya pak."
"Pernah magang, kan?"
"Pernah pak, tiga bulan." jawabku berusaha untuk tenang. Kemudian ia menanyakan beberapa hal lain, menyangkut pekerjaan. Aku menjawab semampuku. Aku bisa menilai ia adalah sosok yang cerdas.
"Ok, apa kamu bersedia bekerja diluar jadwal kantor?" Tanyanya lagi.
"Maksud bapak?" Tanyaku heran.
"Begini, sering kali saya harus pulang malam dari luar kota. Dan saat itu juga saya akan butuh kamu untuk membereskan beberapa dokumen. Karena besok paginya saya harus kembali pergi. Atau kadang saya harus berangkat pagi-pagi sekali dan saya akan meminta kamu datang sangat awal untuk menyiapkan semuanya. Kalau saya sedang sibuk kamu juga harus bersedia lembur sampai tengah malam. Bisa?"
Aku menatapnya ragu. Tampaknya ia mengerti akan keraguanku.
"Saya kasih kamu gaji awal enam juta rupiah perbulan. Akan naik kalau prestasi kamu bagus. Semua di luar uang lembur. Fasilitas yang saya berikan sama dengan karyawan lain. Kamu bisa sarapan, makan siang bahkan makan malam di sini kalau lembur. Di lantai tiga ada kamar kosong, kamu bisa istirahat sebentar di sana kalau lelah. Jangan takut, ada bi Darti disana yang menemani kamu.
Juga ada supir yang mengantar dan menjemput kalau kamu harus lembur. Sesekali kamu harus ikut saya ke luar kota kalau sekiranya saya tidak bisa meng-handle pekerjaan saya di sana. Bagaimana?" Tanya pak Narendra.
Aku terhenyak mendengar kata enam juta rupiah. Pekerjaanku sebanding dengan gaji yang diberikannya. Saat ini aku harus membantu keuangan keluarga. Bapak sudah pensiun dan ibu hanya berjualan gado gado. Sementara dua adikku masih harus sekolah. Akhirnya aku mengangguk dan berkata ya. Tidak peduli pada kata lembur dan jam kerja yang tak beraturan tersebut.
***
Lily baru saja menutup pintu ruanganku. Ia menerima tawaran pekerjaan. Entah kenapa aku merasa degup jantung semakin kencang ketika ia berada dihadapanku. Ia terlihat manis dan mungil. Tingginya kutebak tidak sampai seratus enam puluh sentimeter. Tapi ia memiliki bentuk tubuh yang sangat bagus. Meski ditutupi oleh pakaian yang sangat sederhana menurut ukuran seorang sekretaris.
Sebenarnya ada kandidat lain, tapi aku sudah tidak berselera. Entah kenapa hatiku terpaut pada Lily. Bola mata bening miliknya membuat aku tenggelam disana. Belum apa-apa aku sudah memikirkannya. Ya Tuhan, ada apa denganku? Teriakku dalam hati. Mencoba menghilangkan gundah. Pesona Lily seolah menghipnotisku. Aku tak pernah seperti ini. Tepatnya tidak pernah membiarkan diriku terpesona oleh seorang makhluk bernama perempuan. Aku biasanya bisa menahan diri. Tapi pada gadis mungil itu. Aku gagal!
Aku segera menghubungi Martha
"Ya pak."
"Tolong kamu training anak baru bernama Lily itu sebelum kamu resign. Saya lihat anaknya cukup cekatan."
***
Aku baru sampai rumah saat kulihat mata penuh harap bapak memandangku. Dengan tak sabar bapak bertanya,
"Bagaimana Li?"
"Diterima, Pak." jawabku sumringah
Kedua adik dan ibuku segera memeluk dengan erat. Dan terakhir bapak.
"Terima kasih Tuhan." ucap bapak berkali kali.
"Lily digaji lumayan pak. Enam juta." ujarku senang. Kulihat mata ibu berkaca kaca.
"Mbak itu besar sekali?" Kata adikku.
"Iya, tapi disitu jam kerjanya nggak tentu. Kalau pak Naren mau keluar kota aku bisa lembur sampai tengah malam. Atau pagi-pagi sekali harus ke kantor. Nanti kalau lembur ada supir yang menjemput dan mengantar katanya pak." jelasku
"Atasanmu sudah tua?" Tanya ibu menyela
"Belum, bu. Paling tiga puluhan."
"Sudah menikah?" Tanya ibu lagi dengan nada sedikit khawatir.
"Lily nggak tahu bu."
"Hati hati ya, nak. Jangan sampai terjadi hal hal yang tidak diinginkan. Jaga diri baik-baik. Kamu kan perempuan. Jangan mau kalau diminta macam-macam."
Aku hanya mengangguk, menanggapi kekhawatiran ibu.
***
Pagi ini hari pertama bekerja. Aku mengenakan rok pensil dibawah lutut berwarna hitam dan juga blus berbahan sifon berwarna hijau alpukat. Rambut hanya kugelung, dan make up tipis menghias wajahku. Sepatu hitam dengan hak lima senti kurasa cukup untuk penampilanku. Kulihat disana mbak Martha juga memakai sendal jepit saat bekerja.
Ibu menyiapkan sarapan. Sambil memberikan bekal makan siang. Kuterima saja, meski kata Pak Naren, kami disediakan makan siang. Selesai semua, aku pamit pada ibu. Bapak sudah siap dengan mobilnya. Mengantar aku dan kedua adikku. Mobil tua ini satu-satunya harta berharga milik kami. Dibeli dengan harga murah saat bapak belum pensiun.
Aku sampai di kantor pukul setengah delapan. Lalu mencium tangan bapak dan pamit. Satpam menyambutku dengan senyum tulus. Tidak ada lift di sini. Aku harus naik tangga ke lantai dua. Di sana sudah ada beberapa karyawan yang datang. Aku memberikan salam. Mereka menjawab dengan ramah.
Mereka terlihat sedang memegang sarapan masing masing.
"Ayo, Li sarapan dulu." ajak mbak Martha
"Saya sudah mbak." tolakku halus.
"Disini setiap pagi ada sarapan. Pak Naren menyediakan. Katanya supaya karyawan kerja semangat. Aku saja kalau tidak karena bayiku malas berhenti dari sini."
"Mbak Martha sudah berapa lama kerja disini?" Tanyaku.
"Sudah hampir enam tahun." jawabnya.
Semoga aku juga akan betah. Tak lama mbak Martha mulai memperkenalkan pekerjaanku. Mengajari apa saja yang harus kulakukan setiap hari. Setiap awal dan akhir bulan. Juga mengenai hal-hal kecil kebiasaan Pak Naren.
Misal setiap jam tiga sore dimanapun berada, Pak Naren harus mendapat camilannya. Dan kadang aku juga harus menyiapkan pakaian Pak Naren di lantai tiga kalau ia harus buru-buru berangkat. Kalau masuk ke kamarnya aku akan ditemani Bu Darti.
Aku cukup terkejut dengan tugasku yang satu itu. Masak sih harus menyiapkan pakaian pribadinya juga?
"Memangnya Pak Naren belum punya istri, Mbak?" Tanyaku
"Belum, Li. Pacar saja nggak punya. Atau kamu mau daftar?" Goda Mbak Martha
"Enggak ah mbak. Aku di sini mau kerja saja." jawabku.
"Hati-hati, jangan sampai kamu jatuh cinta sama dia. Nanti kamu patah hati." Mbak Martha memperingatkanku. Aku mengangguk dengan asumsi kalau Pak Naren sudah memiliki kekasih.
Selanjutnya aku diajari mengatur jadwal atasanku. Juga bagaimana cara memesan tiket pesawat dan hotel untuknya. Hampir tiap minggu ia akan bepergian. Dan pak Naren selalu duduk dikelas bisnis. Harus dengan penerbangan Garuda. Ia tidak pernah naik pesawat lain.
Aku bergidik mendengar itu. Aku baru sekali naik pesawat. Saat akan mengunjungi salah seorang paman yang menikahkan anaknya. Kami sekeluarga diundang dan diberi tiket pesawat. Itupun dengan penerbangan murah. Waktu itu rasanya aku sudah kaya sekali. Bagaimana rasanya kalau naik pesawat mahal seperti Pak Naren?
Mbak Martha menghentikan lamunanku dengan menyuruh menggunakan komputernya. Aku kembali berkonsentrasi dengan pekerjaan. Rasanya sangat menyenangkan. Apalagi melepas masa-masa menjadi pengangguran. Aku bersyukur pada Tuhan atas anugerah ini.
🌱🌱🌱
Happy reading.... Maaf untuk typo
Semoga suka yaaaaaa
04 Jan 2019
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top