4. Doctor B, Makes Chan jealous.
"Terus, siapa yang di maksud dokter Bisma pacar lo tadi?" tanya Cindy penuh selidik.
"Ya, lo tau sendirilah, Cin. Siapa cowok tinggi kayak galah pohon mangga, yang selalu nempel di gue," jelas Claudya.
Cindy dan Claudya sejenak saling memandang, kompak menyebutkan satu nama.
"CANDRIKA," ucap mereka yang mengundang gelak tawa.
"Ya, kenapa? ada Apa?"
Gelak tawa semakin pecah memenuhi ruangan. Menyaksikan wajah bingung Chan yang datang dari balik pintu, terkejut sekaligus bingung. Saat mereka dengan keras berteriak menyebut namanya.
"Ada apa, sih?" tanyanya menatap Cindy dan Claudya bergantian, sembari menyimpan keranjang buah yang dia bawa.
"For you princess." Chan memberikan sebouquet kecil bunga untuk Claudya. Chan sangat mengenal Claudya dengan baik. Mengetahui semua apa yang disukai dan tidak disukai Claudya termasuk bunga.
"Thank you," ucap Claudya.
Kurang dari sepuluh detik tangan Chan terulur mengacak puncak kepala Claudya dengan gemas.
"Eh, Chan! Lo tadi ditanyain dokter Bisma loh," ucap Cindy memberi tahu sekaligus menginterupsi kegiatan mereka.
"Dokter Bisma? Siapa?" Chan menatap dengan tatapan bingung, dengan mulut sedikit terbuka.
Ini anak badan aja yang gede kadang-kadang suka lucu juga ekspresinya. Seperti anak paud minta dibelikan es kiko.
"Itu loh, Chan. Klinik Dokter yang suka kita datengin dulu, yang deket kampus kita," jelas Claudya yang mengerti Chan sedang bingung.
Mata Chandrika seketika semakin bulat, sepertinya sudah mengingat dokter Bisma yang dimaksud.
"Oh ... dokter vampir peminum formalin itu."
Kening Cindy berkerut mendengar penuturan Chandrika. "Kok, dokter vampir, sih?" sahut Cindy menanggapi ucapan Chan.
"Iya. Liat aja mukanya, persis anak SMA baru ikut MOS. Padahal, 'Kan jauh lebih tua dari kita. Mungkin waktu kecil tiap hari bukannya minum susu. Tapi minum formalin biar awet," sungut chan dengan nada bicara sedikit kesal.
"Bagus, dong! Berarti awet muda. Emangnya lo," timpal Claudya.
"Emang gue kenapa, Cla?"
"Muka lo kayak bapak-bapak."
"Tapi ganteng, 'kan?"
Claudya memutar bola mata malas, sementara Cindy hanya tersenyum tipis.
Chandrika memang berlebihan. Dokter Bisma tidaklah setua itu. Usianya hanya berjarak lima tahun dari Cindy dan Claudya, itu berarti hanya terpaut empat tahun dari Chan.
Masih tidak terpaut jauh, kan?
Chan benar-benar seperti anak kecil jika dalam keadaan seperti ini.
Ingat kemarin dia layaknya anak lima tahun, mengadu ke Claudya dengan cara menggemaskan saat bertengkar dengan Cindy.
Dan lihat sekarang, saat kalah adu argumen dengan Claudya. Seolah dia minta dukungan Cindy. Persis seperti penjahat kecil meminta pembelaan dari orang dewasa.
"Emang dia dokter disini, Cin?"
Pertanyaan yang Chandrika lemparkan kepada Cindy, sembari menjatuhkan tubuhnya pada kursi di samping tempat tidur Claudya.
"Iya, Chan. Rumah sakit ini juga, 'kan milik keluarga Kalandra. Masa lo nggak tahu gimana pengaruh keluarga Kalandra dalam dunia medis."
"Wait ... siapa nama dokter vampir itu tadi?"
"Bisma," jawabnya singkat.
"Nama lengkapnya, Cin."
"Bismaka Kalandra."
"Ka-kalandra!? Jadi dokter vampir masih bagian dari Kalandra's Castle?"
"Astaga naga ... what the fu—"
Umpatan Chandrika harus terhenti karena mendapat tatapan tajam tak suka dari Cindy.
Chan membekap mulutnya sendiri, dengan mata terbuka sempurna. Seakan tak percaya dengan informasi yang baru saja dia terima.
"Iya, dokter Bisma cucu bapak Kalandra, dari anaknya yang kedua."
Cindy menganggukkan kepala menjawab pertanyaan Chandrika.
"Sekian banyak rumah sakit di Jakarta, kenapa harus masuk di rumah sakit ini, sih," gumam Chandrika.
Chandrika menatap Cindy. "Gue tahu, Cin. Gimana pengaruh keluarga Kalandra dalam dunia medis dan bisnis. Sangat tahu malah. Gue sering ngikutin beritanya. Gue bahkan sempat mengagumi dinasti keluarga ini. Nyesel gue kagum sama keluarga besar ini, kalo tahu itu si dokter vampir bagian dari mereka," lanjut Chan panjang lebar.
Cindy semakin bingung, apa yang terjadi antara Claudya dan dokter Bisma. Hingga membuat Chandrika seolah kebakaran jenggot.
"Tapi kok, si dokter vampir nggak pernah terekspos ya, Cin. Atau jangan-jangan sengaja?"
"Sengaja? Apa? Gimana maksudnya?" tanya Cindy semakin bingung.
Sepertinya setelah ini Cindy harus ke klinik kecantikan untuk treatment pengencangan kulit. Karena sejak tadi ... dahinya tak henti berkerut.
"Si dokter vampir, nggak pernah terekspos atau diberitakan, gitu. Ya ... bisa aja, kan. Si dokter vampir itu, anak yang nggak diakui. Hasil selingkuhan dari salah satu anak bapak Kalandra, gitu. Ya anak har—" Ucapan Chan terpotong, digantikan dengan teriakan. "AKH SAKIT, CLA."
Hadiah kecil di lengan kanan Chan, dia dapatkan dari jemari lentik Claudya, yang tak suka arah pembicaraan Chandrika. Berhasil membuat teriakan Chan mengudara dengan bebas di ruangan ini.
Dan bisa dipastikan itu benar adanya. Sangat sakit! Cla kalau mencubit sudah seperti capit kepiting.
Cindy pun tak menyukai penuturan Chan.
"Jangan ngaco deh, Chan. Lo sadar, 'kan kita lagi di mana. Lagian dokter Bisma anak semata wayang dari perkawinan sah, antara bapak Ismail Gandhi Kalandra dan Ibu Waridah Ayudia," ucap Cindy pelan, takut-takut ada yang mendengar.
Chan sepertinya punya nyawa kucing, punya nyali juga berkata demikian di lingkungan rumah sakit yang pemiliknya orang yang sedang dia bicarakan.
"Apa cuma gue, yang nggak paham dengan apa yang kalian bicarakan?" sambung Claudya, yang tatapannya hanya jatuh beberapa detik pada Cindy. Selanjutnya difokuskan pada lengan Chandrika, yang membekas berwarna merah padam.
"Sakit," rengek Chan, menunjukkan hasil karya terindah Claudya pada lengannya.
"Gimana lo mu paham sih, Neng. Lo, kan nggak pernah mau tau berita tentang dokter, nggak mau ke rumah sakit dan sebagainya," ejek Cindy. "Lagian ... berita apa, sih, yang lo tahu?"
"Berita tentang oppa Korea." Claudya menyengir.
"Oke, Cla ... please stop! How much are you telling me. I still don't understand," potong Cindy. Yang sudah paham jika Claudya sudah membicarakan tentang idolanya tidak cukup waktu dua jam.
Claudya melengkungkan bibirnya ke bawah dengan ekspresi lucu. Layaknya anak kucing minta dikasihani.
"Kalo gitu, gue mau," ucap Claudya tiba-tiba.
"Mau apa? Mau ke Korea?"
"Atau ... mau dicubit," sambung Chan dengan tangannya bersiap bergerak hendak mencubit gemas pipi Claudya.
"Mau dengerin cerita tentang rumah sakit, tentang dokter. Apalagi itu menyangkut tentang dokter B."
Kalimat terakhir terdengar lebih pelan. Namun bisa ditangkap pendengaran Cindy maupun Chan.
Tiba-tiba Chan menyingkirkan pelan tangan Claudya, yang semula mengelus permukaan kulitnya.
"Udah nggak sakit lagi. Sakitnya pindah ke sini," ucapnya dengan gerakan menyimpan telunjuk di dadanya.
Antusiasme Claudya ingin mendengarkan cerita tentang dokter Bisma lebih besar dari apapun. Termasuk sindiran halus Chandrika yang seakan tak dia hiraukan.
Ya! Siapa yang tidak mengenal, setidaknya mengetahui berita tentang keluarga Kalandra, kecuali—Claudya. Keluarga Kalandra atau sering dikenal dengan Kalandra's Castle. Keluarga yang melahirkan keturunan orang-orang hebat dalam dunia medis dan bisnis.
Latar belakang pendidikan kedua orangtua dokter Bisma memanglah bukan dokter, seperti dokter Bisma atau anggota keluarga Kalandra kebanyakan. Namun, kedua orangtuanya bergelut di bidang farmasi dengan sukses memiliki beberapa perusahaan di Jakarta dan beberapa kota besar lainnya di Indonesia. Bahkan kedua orangtua dokter Bisma, sedang mengembangkan sayapnya di luar negeri.
Sedangkan rumah sakit tempat dimana Cindy bekerja sekarang ini, salah satu rumah sakit terbaik di Jakarta. Yang dipimpin oleh paman dokter Bisma—adik dari ayah dokter Bisma.
Dan sistem kepemimpinan Kalandra Hospital pun berdasarkan wangsa atau dinasti, yang dipegang oleh satu garis keturunan. Dokter Bisma kandidat pemimpin selanjutnya.
"Kenapa, tadi Chan bilang kalo dokter B, nggak pernah terekspos?"
Claudya menyuarakan rasa penasarannya tentang keluarga Kalandra.
"Hmm ... mungkin karena sejak kecil, dokter Bisma banyak menghabiskan waktunya di luar negeri bersama orangtuanya. Jadi ... jarang terekspos awak media lokal."
"Terus sistem kepemimpinan berdasarkan satu garis keturunan. Pimpinan sekarang adik dari ayah dokter B. Kenapa bukan ayah dokter B?"
Claudya jika sudah penasaran akan banyak sekali rentetan pertanyaan yang mesti disiapkan jawabannya.
Sudah seperti pembawa acara talk show. Melebihi soal SKD tes CPNS. Serius!
"Menurut berita beredar di sini, yang gue dengar. Harusnya, sih. Pemimpin sekarang ayah dokter Bisma, tapi karena ayah dokter Bisma menolak. Dengan alasan beliau hanya ingin fokus pada bisnis yang sedang beliau kembangkan pada saat itu. Akhirnya adiknya yang mengambil alih yaitu paman dokter Bisma."
Cindy sudah paham dengan Claudya, itulah sebabnya dia menjelaskan sedetail mungkin. Karena jika tidak detail, Claudya akan mengeluarkan pernyataan lebih banyak lagi.
"Emang benar, dokter B kandidat pemimpin selanjutnya, Cin?"
Benar, kan. Claudya kalau sudah penasaran tidak cukup dengan satu pertanyaan.
"Menurut desas desus di rumah sakit ini, sih, begitu. Harusnya sewaktu ayah dokter Bisma menolak, dokter Bisma yang menggantikan. Karena waktu itu, dokter Bisma belum menyelesaikan pendidikannya. Untuk sementara diambil alih pamannya. Dan ada satu lagi kandidat."
"Siapa?" tanya Claudya semakin penasaran.
"Adik sepupu dokter Bisma, anak pak Dzuhairi selaku pimpinan sekarang. Tapi sepupu dokter Bisma itu masih menempuh pendidikan S2 di National University Of Singapore."
Claudya mengangguk-angguk kepala pelan. Oh Tuhan. Semoga rentetan panjang pertanyaan Claudya sampai sini saja.
Ekor mata Cindy melirik Chandrika, yang sejak pembahasan mengenai dokter Bisma tadi hanya tertunduk diam. Sibuk dengan benda canggih kesayangannya.
Lalu di detik kemudian Chandrika terpaksa menghentikan kegiatannya, karena panggilan Claudya yang tertangkap indera pendengaran.
"Chan ...," panggil Claudya
"Hmm ...." Chandrika hanya singkat menyahuti panggilan Claudya, wajahnya sejenak menatap Claudya.
"Tadi ... lo bawa buah, 'kan? Gue mau jeruk," rengek Claudya menampilkan puppy eye andalannya
Di balik sifat mandiri Claudya, terkadang terselip juga sikap manjanya yang hanya diperlihatkan keluarganya. Chandrika adalah satu-satunya orang yang tidak terikat hubungan keluarga, tapi Claudya nyaman bermanja pada Chandrika. Mungkin karena Chan sudah banyak menghabiskan waktunya bersama Claudya.
"Gue mau jeruk Chan ...," rengeknya lagi.
Chan seolah tersihir dengan segala ucapan Claudya. Meski dengan berat hati, dia masih mau menuruti semua permintaan Claudya. Chan membuka plastik pembungkus keranjang buah yang tadi dibawanya.
"Nih." Chan memberikan satu buah jeruk ke Claudya.
"Kupasin, Chan." Kembali puppy eye Claudya menguasai Chan.
Chandrika berkecak. "Kenapa nggak minta kupasin sama dokter vampir aja," balas chan dengan sengit. Namun, tangannya tetap saja menyingkirkan kulitnya dari buah.
"Kalau dokter B ada di sini, kayaknya itu ide bagus. Siapa tau, 'kan kupasan dari tangan dokter B, bikin jeruknya tambah manis," goda Claudya yang semakin membuat Chan melemparkan tatapan tajam.
"Chan, are you jealous?" celetuk Claudya
"No! Im not jealous."
"Ya, you are jealous Chan. You can't lie to me."
"No princess. Im Just a little upset," jawab Chandrika sembari memberikan buah jeruk yang sudah dikupas dan dibersihkan.
"Why?" tanya Claudya lagi.
"Gue kesal Cla, dulu gue sempat berharap banyak dokter vampir itu bisa mengubah sugesti lo yang nggak suka rumah sakit dan dokter. Gue cukup seneng, dulu lo mau berurusan dengan yang namanya dokter. Meskipun ada maksud lain. Gue seneng lihat lo dengan patuh mengkonsumsi obat dan vitamin dari dokter itu."
Chan mengembuskan napas berat. "Kesehatan lo semakin membaik semenjak mengenal dokter itu. Entah siapa namanya dokter itu tadi. Gue kesal, waktu tau dia nggak ada lagi di sana. Lo balik nggak mau lagi berurusan dengan namanya dokter dan rumah sakit. Karena bagi gue kesehatan lo paling utama."
Cindy yang sejak tadi kembali terfokus menyelesaikan pekerjaan, sejenak menegakkan kepalanya, lagi-lagi hatinya tercubit mendengar penuturan Chan. Namun ... tiba-tiba Claudya menginterupsi.
"Chan ...."
"Hmm?" Chan mengangkat kepalanya menatap Claudya yang meletakkan telunjuknya tepat di depan bibirnya. Dengan bibir yang sedikit dimajukan.
Cindy sempat mengernyitkan dahi. Bingung dengan gerakan isyarat yang Claudya tunjukan.
Cindy berpikiran yang tidak-tidak, karena interaksi dua anak manusia di depannya. Adegan yang mereka pertontonkan membuat Cindy berpikir hubungan seperti apa yang sebenarnya mereka miliki.
Detik berikutnya Cindy menyadari maksud dari isyarat Claudya.
Dengan sigap Chan mengulurkan dan memposisikan telapak tangannya di depan mulut Claudy. Claudya mengeluarkan semua biji-biji jeruk yang dia simpan dalam mulutnya. Seolah sudah biasa dengan perlakuan Claudya Chan dengan telaten dan tanpa rasa jijik sama sekali.
"Ekhem, sudah cukup adegan romantisnya, ya. Dari kemarin nggak kelar-kelar adegan bermesraannya. Udah kayak episode tukang bubur naek angkot."
Cindy menginterupsi kegiatan mereka berdua. Ada rasa kesal terselip di sana. Mereka hanya tersenyum menatap balik Cindy. Ada gemuruh tak tertahan dari dalam jantungnya.
*Bersambung*
Haii... akhirnya chapter 4 Publish lagi.
Happy reading semua. Jangan lupa vote coment ya. Paypay 🥰
Salam sayang
RinBee 🐝
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top