26. Last Holiday

"Cin, gue mau kesini." Claudya menunjukkan foto yang ia cari di media online dan sosial media.

Cindy hanya mengangguk merespon ucapannya. Sejak pagi-pagi sekali Claudya sudah berada di kamar asrama Cindy-diantar oleh Chan, dengan alasan sudah tidak sabar ingin cepat untuk jalan-jalan.

Chandrika kembali lagi ke hotel. Percuma juga jika ia ikut ke sini, ia pasti tidak akan bisa masuk di asrama ini. Mengingat ini adalah asrama perempuan.

"Cin, gue juga mau ke pantai seminyak," lanjut Claudya yang masih sibuk mencari tempat wisata lain yang ingin ia kunjungi.

"Iya, ke seminyak. Sekarang ke mana lagi? sekalian aja lo kunjungi semua tempat, bila perlu lo netap tinggal di sini," ujar Cindy, yang mulai bosan dengan permintaan Claudya yang ingin ke sana, ke situ. Semua ingin dikunjungi hari ini juga. Seperti tidak ada hari lain.

Claudya terkekeh. "Habisnya, Bali itu tempatnya instagramable banget, sih," ujarnya.

Claudya masih mengotak-atik ponselnya. "Cin, nanti kita mampir ke Sangeh juga, ya. Gue pengin ketemu sodara lo."

"Sodara gue?" Cindy mengerutkan dahi.

Bukannya, kita nggak ada sodara yang tinggal di Bali.

Hampir satu menit, Cindy akhirnya paham 'sodara' yang di maksud Claudya.

"Kurang ajar! Sodara gue, kan lo?! Jadi lo monyetnya," sungut Cindy.

Untung gue cuma punya satu adik, kalo ada cadangan aja. Udah gue giveaway lo, Cla.

Claudya tertawa terbahak-bahak menertawakan Cindy.

Sangeh Bali Monkey Forest, objek wisata kawasan hutan lindung yang didominasi pohon pala, dan terdapat ratusan monyet yang hidup di taman wisata alam Sangeh.

"Siap-siap, sana. Mau pergi nggak lo."

Claudya bergeges bersiap sesuai yang Cindy perintahkan.

***

"Wah, banyak sodara lo, Chan," ledek Claudya.

Mereka memutuskan untuk ke taman Sangeh terlebih dahulu. Sudah tahu kan? Yang di maksud sodara oleh Claudya.

Raut muka Chandrika berubah datar. Claudya berlarian kecil ke sana ke mari dengan tangan menenteng kantong plastik, penuh dengan makanan yang ia bawa untuk sodara Chan.

Cindy dan dokter Bisma hanya tertawa geli mendengar ledekan Claudya terhadap Chan. Mereka sudah berada di tengah-tengah kawasan wisata, ada beberapa pohon pala menjulang tinggi.

"Chan buruan sini." Claudya memanggil Chan yang sedang asik memberi makan monyet-monyet tersebut.

Chandrika mendekat. "Kenapa? Mau ngeledekin lagi?" sungut Chan.

"Fotoin gue, dong," pinta Claudya.

"Sini gue aja yang motoin," tawar Cindy. "Lo ikut foto sama Cla aja, Chan."

Wajah Chandrika berubah ceria. "Thanks, Cin. Nanti gue traktir lo," ucapnya.

Cindy hanya memutar bola mata. Selalu saja begini. Ujung-ujungnya traktir. Seolah-olah apa yang Cindy lakukan tidak ikhlas, hanya demi traktiran saja. Cindy mengambil beberapa foto Chan dan Claudya dengan berbagai pose.

"Eh, Mas. Mau foto sama Cindy? Sini gue fotoin."

Cindy hampir tersedak udara yang ia hirup, saat mendengar ucapan Chandrika. Ini untuk pertama kalinya Chan mengajak dokter Bisma berbicara terlebih dahulu.

Panggilan apa itu? Mas? Chandrika memanggil dokter Bisma dengan sapaan mas.

"Hmm, boleh. Jika tidak merepotkan, Bang," balas dokter Bisma.

Cindy dan Claudya bertukar pandang sesaat. Menahan rasa geli ingin tertawa kencang.

Bang? Bang Chan?

Dokter Bisma menyerahkan kamera pocket-nya. Cindy berfoto bersama dokter Bisma dengan Chan sebagai fotografer dadakannya.

Puas berfoto bersama, mereka juga mengambil foto berempat, meminta bantuan salah satu wisatawan yang ada di sini. Mereka terus melanjutkan berjalan di kawasan hutan, tiba-tiba Claudya berhenti saat netranya melihat segerombolan monyet.

"Eh, Chan. Lo tahu nggak?" tanya Claudya.

"Tau apa, princess?"

"Monyet-monyet penghuni hutan ini, kayak semacam ada koloni atau kelompok. Tiap kelompok pasti ada pemimpinnya. Dan mereka juga memiliki satu pemimpin tertinggi, bisa disebut raja kera," jelas Claudya.

Chandrika mendengarkan dengan seksama penjelasan Claudya.

"Nah, Chan. Kalo lo tinggal di hutan ini, mungkin lo bisa jadi raja kera itu," lanjut Claudya sembari menunjuk sekelompok monyet yang ia lihat.

"Terus! Lanjutkan, Cla. Terus nistain gue! Allahu Akbar. Astagfirullah," gerutu Chan.

Cindy tidak tahan menahan tawa. Claudya ada-ada aja ucapannya, yang memicu suasana menjadi semakin menyenangkan.

***

Jika tadi bermain di hutan, sekarang saatnya memanjakan kanjeng ratu princess Claudya di pantai. Pantai Dhyanapura atau terkenal dengan nama lain Pantai Seminyak.

Pantai Seminyak memiliki suasana yang lebih tenang jika dibandingkan dengan Pantai Kuta.

Claudya sudah berlari antusias di hamparan pasir putih. Cindy duduk pada kursi santai, masih memperhatikan Chandrika dan Claudya dari kejauhan.

"Nggak bergabung?" Suara berat dokter Bisma.

Cindy menoleh ke dokter Bisma yang sudah bergabung pada kursi di sebelahnya.

"Nanti saja, masih mau menikmati di sini," jawab Cindy.

Dokter Bisma mengangsurkan segelas orange jus. Cindy menatapnya bingung.

"Kenapa? Mau jus stroberi?" tanya dokter Bisma.

Cindy menggeleng. "Nggak, ini aja cukup." Cindy meraih gelas jus dari tangan dokter Bisma. "Jadi, tadi dokter izin pergi, nyuruh kami duluan ke sini, untuk beli minuman ini?"

Dokter Bisma mengangguk, sembari menyesap jus miliknya. Cindy menatap lurus kedepan, memperhatikan Claudya dan Chandrika yang masih asik bercanda, bermain pasir. Claudya melambaikan tangannya ke arah Cindy, mengajak bergabung.

"Ayo bergabung?" dokter Bisma beranjak mengulurkan tangannya.

Tanpa ragu, Cindy pun turut berlari kecil menghampiri Claudya yang separuh tubuhnya sudah basah karena air laut.

"Cindy ...," panggil Claudya.

Ia menghampiri Cindy, menarik tangannya agar lebih mendekati air laut.

Cindy menjejakkan kakinya pada air laut, bermain air. Menendang kecil air laut agar mengenai Claudya. Seakan tak mau kalah, Claudya pun melakukan hal sama air laut ke Cindy. Hingga terjadilah perang air di antara Cindy dan Claudya.

Bermain air cukup membuat mereka lelah. Cindy duduk di pasir, beralih memainkan pasir sekitarnya. Saking asiknya dengan dunia yang ia ciptakan bersama Claudya, Cindy hampir melupakan dua orang pria yang sedang memperhatikan mereka berdua.

Claudya bergabung duduk di pasir dekat Cindy, lalu berteriak, "Chan, fotoin gue dan Cindy dong."

Chandrika agak lebih sedikit mendekat, menyiapkan kameranya sebelum membidik ke arah mereka.

"Lagi?" tanya Chan.

"Iya, ambil yang banyak ya."

Chan menuruti perintah Claudya.

"Dokter B, fotoin juga dong, pakai kamera dokter B," ujar Claudya di tengah-tengah proses pengambilan foto yang dilakukan Chan.

"Cla, nggak cukup gue aja?" protes Chan.

Cindy terkekeh mendengar penuturannya, belum lagi muka Chandrika yang berubah datar, menatap tajam ke dokter Bisma.
Dokter Bisma pun mengarahkan kameranya pada Cindy dan Claudya.

Puas bermain air dan pasir, tidak terasa matahari sudah mulai condong kearah barat. Mereka semua duduk berjajar di pasir pantai, menghadap matahari tenggelam.

"Indah banget," ujar Claudya sembari memotret sunset—kesukaannya.

Cindy menyetujui ucapan Claudya.
Hari ini sangat menyenangkan, membuat Cindy sangat bahagia. Rasanya di mana pun liburannya, jika bersama Claudya akan berlipat ganda menyenangkan bagi Cindy.

"Nanti malam kalian ada acara?" Suara berat dokter Bisma memburaikan lamunan Cindy.

Merek semua menatap dokter Bisma.
"Kayaknya, sih. Nggak ada, Dok," jawab Claudya.

Dokter Bisma melanjutkan ucapannya. "Aku mengundang kalian, makan malam di apartemenku," tandasnya.

"Oke, undangan diterima," potong Claudya.

***

"Jangan ganggu, Cla. Gue tidur sebentar. Lima menit aja," cicit Cindy, saat merasa ada yang mencolek-colek pipinya.

"Claudya, udah aku antar ke hotel," bisiknya.

Claudya sudah di hotel. Iya, Claudya di hotel. Tidak bersamaku lagi.
Terus suara itu? Siapa?

Cindy tersentak bangun dari tidurnya. Tatapannya nanar memperhatikan sekitar. Cindy masih berada di dalam mobil ... dokter Bisma. Sudah berada di basemen asrama.

Cindy menoleh ke sisi kanan. "Aku ketiduran?"

Dokter Bisma mengangguk sambil tersenyum, tangan kanannya masih di stir, tangan kirinya terulur menyingkirkan poni Cindy yang menutupi dahi.

"Kenapa Dokter nggak bangunin aku?"

"Kamu lelah, makanya aku biarkan istirahat sebentar."

Aku mengangguk mengerti.

"Bisa naik ke atas sendiri?"

"Iya," jawab singkat Cindy.

"Nanti jam delapan, aku jemput lagi."

Cindy mengerutkan dahi, nyawanya seperti belum sepenuhnya terkumpul. "Jemput? Ke mana?"

Dokter Bisma mengusap puncak kepala Cindy. "Kan tadi aku mengundang makan malam di apartemenku."

Cindy baru ingat undangan dokter Bisma tadi. "Nggak usah, Dok. Nanti kita bisa sendiri ke sana. Sini alamatnya saja," ujar Cindy.

Dokter Bisma tersenyum simpul, "Nggak. Pokoknya nanti kalian aku yang jemput, oke?"

"Hmm, oke deh. Kalo gitu aku turun dulu ya, Dok. Terima kasih untuk hari ini."

"Hmm. See you," jawabnya.

Aku turun dari mobil dokter Bisma, bergegas menuju lift yang akan membawanya ke lantai atas menuju kamarnya.
.
.
.
Bersambung...
Tanjung Enim, 18 Juni 2020
Revisi : 16 Des 2020

Salam
RinBee 🐝

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top