25. Liburan. Aku dan kamu.
"KEJUTAN ...." Suara nyaring seseorang dari dalam kamar asrama Cindy.
"CLAUDYA ...," teriak Cindy.
Cindy terduduk di lantai memegangi dada kirinya. Tubuhnya lemas, masih syok, pikirannya sempat kacau. Bagaimana bisa kamarnya terbuka sementara dia sangat mengingat jelas telah menguncinya. Belum lagi ucapan dokter Bisma yang menambah ketakutan.
Dokter Bisma membantunya berdiri, menopang tubuh Cindy agar tidak terjatuh, lututnya masih lemas. Cindy menoleh ke arah belakang, di ambang pintu luar ada sosok tinggi yang selalu menempeli Claudya—Chandrika.
"Nyebelin banget, sih, kalian," jerit Cindy.
"Maaf ya, Cin," cicit Claudya, yang sudah memegang tangan Cindy meminta ampunan.
Cindy menarik tangannya, dia tidak marah hanya kesal dengan Claudya. Cindy duduk di depan Claudya dan Chandrika, melipat tangan di dada menatap tajam mereka bergantian.
Merek sudah di cafetaria asrama di lantai dasar.
"Udah, maafin aja. Lagi pula—"
Cindy mendelik menatap dokter Bisma yang duduk di samping kirinya. "Dokter juga, sama aja!" Sungutnya.
"Sekarang ... ceritain ke gue kenapa lo bisa sampai sini, mau ngapain lo berdua ke sini? Honeymoon?"
"Ide yang bagus, Cin. Makasih ya ide lo cemer—"
Nyebelin banget, kan. Jawabannya itu ... yang tadinya nggak emosi mendadak bikin emosi jadi mendidih.
Chandrika menghentikan ucapannya, tangan Cindy sudah meraih sebotol air mineral di atas meja. Jika saja dokter Bisma tidak mencekal pergelangan tangannya, mungkin saja kepala Chan sudah kena hantaman botol air mineral itu.
"Sabar, oke? Kamu bisa melukai temanmu," papar dokter Bisma.
Tangannya di genggam dokter Bisma di bawah meja, takut-takut jika tangan Cindy akan kembali berulah lagi. Cindy menatap Claudya meminta jawaban.
Claudya membuka suaranya. Menarik pelan napasnya sebelum berucap, "Gue minta maaf, Cin. Kalo gue buat lo khawatir sama gue. Gue pengin liburan bareng sama lo, lagian juga, kan lo yang bilang nanti kita liburan bareng, gue konsultasikan dahulu sama dokter B, kok. Kalo nggak percaya tanya aja sama dokter B."
"Iya, saya yang memberi izin. Sesuai hasil pemeriksaan bulan ini, Claudya cukup sehat untuk berpergian jauh," terang dokter Bisma.
"Gue cuma nemenin Cla, Cin. Gue nggak mungkin, kan ngebiarin Cla pergi sendiri—"
"Udah tahu, nggak usah dijelaskan. Emang sudah kerjaan lo nempelin Claudya," potong Cindy.
Cindy menatap Claudya, mengaduk-aduk minumannya tanpa berniat meminumnya.
"Sekarang jelasin juga, kenapa bisa lo masuk kamar gue. Gue ingat betul, kamarnya gue kunci."
Claudya dan Chan menunduk. Mulut mereka mendadak bungkam belum ada yang mau membuka suara.
Bagus! Kompak ya kalian berdua.
"Kalau yang itu, tanya ... dokter B," cicit pelan Claudya.
Cindy memutar pandangan, menatap dokter Bisma menuntut jawaban.
"Saya minta kunci cadangan kamar kamu pada pihak penanggung jawab asrama. Memberikannya ke Claudya."
"Kok bisa?" tanyaku bingung.
"Bisa dong, kamu lupa siapa say—"
"Iya. Iya. Aku ingat siapa Dokter. Calon pimpinan Kalandra Hospital, kan?" Cibir Cindy.
Dokter Bisma tergelak. Cindy melanjutkan ucapannya. "Jangan-jangan, Dokter mengajakku ke luar hari ini, sudah direncanakan oleh kalian?"
Dokter Bisma meringis, mengangguk pelan. Cindy menarik tangannya yang masih di genggaman dokter Bisma.
Ngeselin! nggak tahu apa gue hampir mati tadi karena ketakutan.
"Cin, sunset," ucap Claudya yang sudah menatap ke luar melalui kaca pembatas.
"Mau lihat sunset?" tanya dokter Bisma dan Chandrika berbarengan.
"Kompak banget, udah kayak yel-yel anak pramuka," sindir Cindy.
"Nggak! Duluan gue kok, yang ngomong," protes Chan.
***
Sesuai keinginan kanjeng putri, Claudya. Mereka berempat sudah di pantai, menikmati sunset. Claudya sangat antusias jika sudah berhubungan dengan pantai.
Chandrika?
Tidak usah ditanya, antek-antek Claudya satu itu sudah pasti mengikuti ke mana Claudya. Mereka berdua berlarian saling kejar, menulis di atas pasir.
Cindy duduk di atas pasir, masih memperhatikan Claudya dan Chandrika di ujung sana.
Claudya sedang berpose dengan membelakangi matahari, temaram dari sinar matahari yang mulai terbenam mempercantik posenya. Chandrika memotretnya dengan kamera ponselnya.
"Dokter Cindy," panggil dokter Bisma, yang keberadaanya di samping kiri Cindy, yang sempat ia abaikan, karena terlalu asik memperhatikan dua sejoli alay di ujung sana.
"Ya," sahutnya.
"Saya minta maaf, ya. Atas kejadian tadi."
"Dok, nggak bisa diubah ya? Kalo ngomong harus banget pakai saya? Nggak bisa pakai aku, gitu?"
"Bisa saja, mau coba," celetuknya.
"Kenapa nggak pakai aku kamu aja, Dok. Saya itu terkesan formal banget. Kaku kaya kanebo kena jemur. kering!"
Dokter Bisma terkekeh renyah, tangannya terulur mencubit hidung Cindy.
"Akh ... sakit, Dok," rengek Cindy.
"Habisnya kamu ini, bisa saja buat aku gemas."
"Dok? Kok, malah aneh kata aku diucapkan oleh Dokter," canda Cindy.
Dokter Bisma mengusap puncak kepala Cindy, ia memalingkan wajahnya yang sudah memerah. Bisa-bisanya di usia 27 tahun dia malu, seperti anak remaja saja.
"Dokter Cindy," panggil dokter Bisma.
Cindy menoleh ke kiri, dokter Bisma sudah memotret Cindy lagi. Sepertinya kebiasaan barunya.
Cindy berdecak. "Kenapa nggak bilang, sih. Suka banget ngambil foto spontan kayak gini, hobi ya?" ledek Cindy.
"Ya, udah, sini difoto lagi."
Cindy tersenyum, berpose menghadap kamera. Matanya sengaja ia pejamkan, dengan dua jari masing-masing tangannya diletakkan pada sisi mata.
Cindy sedang bermain-main dengan pose ini. Dokter Bisma terkikik dengan pose absurd yang Cindy tunjukkan.
Dokter Bisma mengulurkan tangannya, menunjukkan layar kamera pocket-nya. "Eh? Beneran difoto? Ih ... apaan ini, Dok. Hapus. Hapus."
Tangan Cindy hendak meraih kamera di tangan dokter Bisma, tapi sayangnya pergerakan dokter Bisma sudah lebih cepat.
Dokter Bisma berdiri, meninggikan kameranya. Dokter Bisma tidaklah setinggi Chandrika, tapi jika di bandingkan dengan Cindy, ia cukup tinggi. Itu sebabnya membuat Cindy kesulitan menjangkau kamera di tangannya.
Aksi merebut kamera dari tangan dokter Bisma cukup melelahkan. Cindy merengut, melipat tangan di depan dada, menghentakkan satu kaki diatas pasir. Cindy gagal.
Akhirnya dokter Bisma mengalah, menyerahkan kameranya begitu saja. Aksi pura-pura merajuk Cindy berhasil merobohkan pertahanannya.
"Say goodbye, deleted." Cindy bergumam pada foto yang akan dia hapus.
***
"Beneran, lo nggak mau nginep di asrama aja, sama gue?"
Claudya hanya mengangguk, tersenyum simpul. "Tapi, gue masih kangen lo, Cla," ucap Cindy lirih.
"Besok, kan kita ketemu lagi, Cin. Gue jagain Cla malam ini," sambung Chan.
"Jagain. Jagain. Awas lo macem-macem sama Cla. Gue aduin Bang cakka," ketusnya.
Chan mengulurkan kedua tangannya, menangkup kedua pipi Cindy. "Pikiran lo, kalo nggak suudzan ke gue. Bisa nggak, sih?"
Pipi Cindy menghangat, skinship yang dilakukan Chan selalu sukses membuat pipinya bersemu.
"Ekhem ...," deham keras di belakang Cindy menyentak.
"Ya, udah, kita masuk dulu. Dokter B, makasih sudah repot-repot nganterin kita ke hotel," ujar Claudya.
Cindy tidak tahu respon apa yang diberikan dokter Bisma, karena ia fokus pada Claudya.
Claudya menatap Cindy. "Cin, ingat besok lo harus temani kita jalan-jalan, oke?"
"Iya. Oke," sahutnya.
Chandrika dan Claudya sudah masuk hotel tempat mereka menginap selama di Bali.
"Pulang sekarang? Atau—" Suara dokter Bisma menggantung.
Cindy berbalik menghadap dokter Bisma. "Pulang aja, Dok. Udah capek juga," potongnya.
Tangan dokter Bisma terulur, merapikan rambut Cindy, membawanya ke belakang telinga. "Oke, baiklah. Ayo," ajaknya.
***
"Dok, makasih, ya. Untuk hari ini," ucap Cindy, saat mobil Bisma sudah berada di basemen asrama.
"Iya sama-sama, ingat kamu masih punya janji," ucapnya mengingatkan.
Cindy mengernyitkan keningnya. "Janji?"
"Bayaran untuk foto itu," ujar dokter Bisma, menunjuk ponsel Cindy yang ia genggam.
"Oh, baiklah. Kalau begitu aku naik dulu, Dok. Permisi," pamit Cindy.
"Hmm, baiklah. Kamu istirahat. Besok aku jemput lagi."
Cindy mengangguk, tersenyum simpul mendengar penuturan dokter Bisma.
Besok aku jemput lagi. Ya, Tuhan, kuping gue belum terbiasa denger dokter Bisma ngucapin kata 'aku'. Apa mesti gue suruh pakai saya aja lagi ya?
Dasar ... kanebo kena jemur. Kaku!
.
.
.
.
Bersambung...
Tanjung Enim, 17 Juni 2020
Revisi : 15 Desember 2020
Salam
RinBee 🐝
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top