18. Kalandra Hospital

Cindy mengerjapkan mata pelan. Sinar di balik jendela kamar itu mengintip secara perlahan dari celah gorden.

Dia meraih ponsel di atas nakas, lalu berjalan menuju tabir yang menutupi cahaya itu, membuka lebar agar hangat mentari pagi leluasa masuk ke dalam kamarnya.

"Selamat pagi, Bali," gumamnya menyambut pagi.

Cindy berdiri di balkon kamar hotel, menikmati pagi sejuk di Bali. Dia eratkan pelukan pada tubuhnya sendiri. Hawa dingin menerpa tubuhnya.

Cindy melirik jam yang tertampil pada layar handphone yang sejak tadi berada dalam genggamannya. Menunjukkan pukul 06.35 Wita.

Cindy masih menikmati terpaan semilir angin sejuk menerpa wajahnya, semua terhenti saat ponselnya bergetar tanda ada pesan yang masuk.

Cindy memeriksa notifikasi yang masuk, pesan dari grup chat Kalandra Hospital.

Hari ini adalah peninjauan lokasi Rumah Sakit Kalandra yang ada di sini, Bali. Cindy bergegas masuk kembali, mempersiapkan diri. Sedikit rasa gugup, karena ini akan membawanya menemui orang-orang baru.

Cindy sudah selesai dengan urusan dirinya. Kini dia sedang mematut diri di depan cermin kamar mandi. Meneliti penampilannya dari pantulan cermin.

Cindy mengenakan kemeja soft pink bermotif floral dan bawahan rok hitam sebatas lutut.

"Not bad," gumamnya, "oke Cindy, semangat!" Cindy menyemangati dirinya sendiri.

Cindy ke luar dari kamar mandi, meraih sling bag dan snelli yang ia simpan di atas tempat tidur.
Ekor matanya melirik kembali jam digital di atas nakas, sudah menunjukkan pukul 08.16 Wita.

Cindy meraih sepatu kerjanya berwarna dark choco yang dia simpan di rak sepatu, berjalan ke luar, menutup dan mengunci pintu kamar hotel bernomor 207 ini.

Cindy sudah berada di lobi hotel, tempat yang disepakati tim medis berkumpul. Sudah ada beberapa rekan kerja Cindy yang lebih dulu menunggu di sana. Termasuk ... dokter Bisma. Tidak lama kemudian, derap langkah kaki berlari mendekat menghampiri.

"Selamat pagi, maaf saya terlambat," ujar dokter Jian.

***

Semua sudah berkumpul, tidak ada lagi yang ditunggu. Saatnya ke dunia pekerjaan. Cindy dan tim sudah berada di Kalandra Hospital, Bali.
B

angunan dan fasilitas rumah sakit ini tidak kalah mewahnya dengan yang berada di Jakarta.

Mereka semua disambut oleh beberapa tim medis yang ada di sini. Sebagian tim medis dan staf Rumah Sakit Kalandra Bali, memang direkrut dari pelamar yang berasal di Bali. Ya, tentu ... dengan seleksi yang ketat.

Cindy dan tim diajak berkeliling rumah sakit yang dipimpin oleh dokter Bisma. Mereka diperkenalkan letak-letak ruangan yang ada di rumah sakit ini. Mulai dari Instalasi Rawat Inap, UGD, ICU, NICU yang terletak pada lantai bawah. Di lantai dua ada ruang operasi, CCU dan ruang PACU. Sementara di lantai tiga dikhususkan untuk ruang inap pasien VIP dan VVIP.

"Baiklah, cukup. Saya harap kalian semua sudah bisa menghapal letak-letak ruangannya dengan baik. Sekarang, mari kita bertemu dengan para pasien yang ada instalasi rawat inap."

Suara baritone dokter Bisma, terdengar tegas. Cukup membuat Cindy terheran, ia baru mengetahui sisi lain darinya. Dokter Bisma akan berubah tegas dan bijaksana saat sudah bertugas, apalagi beban yang ia emban sebagai ketua tim.

Langkah lebar dokter Bisma berjalan di koridor bangsal rumah sakit seakan menjadi daya tarik tersendiri, siapa pun  yang berpapasan seketika menaruh rasa hormatnya pada dokter Bisma.

Mereka semua sudah berada di instalasi rawat inap, rupanya sedang visit dokter. Terlihat adanya seorang dokter dan dua orang perawat di sampingnya, sang dokter sedang memeriksa pasien-pasiennya, masih belum menyadari keberadaan mereka yang sudah di ambang pintu.

"Selamat pagi, semua. Maaf mengganggu."

Lagi-lagi suara dokter Bisma terdengar tegas di telinga Cindy maupun dokter yang lainnya.

Dokter itu, dokter yang sedang memeriksa pasien-pasiennya, dengan perlahan menoleh ke arah kami yang kian mendekati keberadaannya.

"Selamat pagi," jawab dokter yang  diketahui namanya dari tanda pengenal yang terletak di dada kirinya.

dr. Prabadwipa, nama yang tercetak di bawah pas foto pada id card-nya.

"Semua, perkenalkan ini Dokter Prabadwipa, beliau dokter umum satu-satunya yang bertugas di sini," ucap tegas dari dokter Bisma.

Sejenak dokter Bisma menatap Cindy, lalu berkata, "Dokter Cindy, Dokter Prabadwipa akan menjadi partner Dokter Cindy selama disini,"

"Baik, Dok," jawab Cindy.

Cindy membungkukkan sedikit bahunya, tersenyum ramah pada dokter yang berperawakan tinggi dan sedikit berisi ini.

"Saya Cindy. Mohon kerja samanya, dok," ucap Cindy memperkenalkan diri pada dokter Prabadwipa. Ia hanya tersenyum membalas sapaan Cindy.

"Baik, sekarang kita menuju IRNA Anak," ujar dokter Bisma.

"Baik, Dok," ucap tim hampir bersamaan.

Instalasi ruang inap anak terletak tidak jauh dari ruangan yang mereka masuki sebelumnya.

Fasilitas yang disediakan Rumah Sakit Kalandra, Bali. Untuk rawat inap anak, cukup luas dan nyaman. Dengan artistik sesuai psikologis anak. Ruangan ditata sedemikian rupa, sehingga memberikan suasana ceria dan menyenangkan. Guna untuk menghilangkan kejenuhan pada anak selama menjalani perawatan.

Jika tadi ada seorang dokter dan perawat, tidak untuk kali ini. Dalam ruangan ini hanya ada seorang suster yang mencatat dan mengecek pasien-pasien ini.

"Halo, selamat pagi," sapa dokter Bisma menyapa pasien anak-anak.

Tidak!

Kali ini tidak terdengar lagi suara baritone nan tegas itu, kini suaranya lebih rendah dan terkesan lembut. Senyum semuringah itu tercetak bebas pada mukanya.

"Dokter spesialis anak di sini hanya ada satu. Yaitu dokter Dayu. Tapi pagi ini beliau sedang berhalangan hadir, jadi untuk pagi ini, Dokter Andini, kamu bisa menggantikannya. Kamu bisa meminta catatan medisnya kepada suster yang bertugas," jelas dokter Bisma.

"Baik, Dok," tukas dokter Andini.

Mata Cindy nanar memperhatikan setiap sudut ruangan, kamar ini hanya berisi dua tempat tidur pasien.

Cindy menatap bed pasien yang ada di sebelah kanan, seorang anak perempuan berbaring di atas tempat tidur itu. Dengan boneka di pelukannya, menatap Cindy sayu. Atensik Cindy beralih pada anak yang duduk di sebelah tempat tidurnya, yang asik dengan dunianya membaca buku cerita di tangannya.

Secara bergantian, Cindy memperhatikan kedua anak itu.

Mirip! bahkan bisa di bilang sama persis. Tinggi badan mereka pun hampir sama. Mereka berdua kembar.

Kaki Cindy bergerak mendekati mereka, melirik identitas pasien yang tertempel pada tempat tidurnya. Anak ini baru berusia delapan tahun.

"Halo," sapa Cindy.

Anak yang sedari tadi fokus pada buku bacaannya, kini mendongakkan kepalanya menatap Cindy.

"Halo, Dokter," sahutnya.

Sementara kembarannya, masih menatap Cindy tak bersuara. Mungkin terlalu lemah baginya untuk sekadar membalas sapaan Cindy.

"Kalian berdua, kembar?" tanya Cindy.

"Iya," jawab sang anak yang masih setia menggenggam buku ceritanya.

"Orang tua kalian, di mana?" Kembali pertanyaan Cindy dilemparkan pada anak ini.

"Biyang, sedang ke luar sebentar, ajik sedang bekerja," jelasnya.

Cindy hanya mengangguk paham. Melihat mereka berdua, ia teringat masa kecilnya bersama Claudya. Sewaktu kecil ia sering menemani Claudya saat di opname di rumah sakit.

Ngomong-ngomong soal Claudya, Cindy teringat akan ucapan dokter Bisma tempo hari. Sepulang dari Bali, sepertinya Cindy harus pulang ke rumah terlebih dahulu. Dia harus bisa membujuk Claudya untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut terkait kesehatannya.

Seketika otak Cindy berpikir, ia sangat menyukai anak kecil. Sepertinya sangat menyenangkan jika ia melanjutkan study mengambil spesialis anak.

"Dokter Cindy, sudah selesai?"

Suara dokter Bisma menginterupsi kegiatan Cindy.

"iya, sudah, Dok," jawab Cindy.

Dokter Bisma berbalik, melangkahkan kakinya ke luar ruangan. Semua tim mengikutinya. Dokter Bisma berhenti dan berdiri di koridor yang agak sedikit jauh dari ruang rawat inap.

"Oke, semua. Cukup sampai disini. Ada pertanyaan?"

Suara tegasnya memenuhi gendang telinga.

"Tidak, Dok," jawab semua.

"Baiklah, kalian boleh istirahat," ucap dokter Bisma, sesaat melirik jam tangan pada pergelangan tangannya, lalu kembali berujar, "Beberapa meter ke arah selatan ada kafetaria."

Dokter Bisma meninggalkan tim, suara sedikit berbisik disertai tawa kecil mengisi gendang telinga Cindy.

Cindy memperhatikan gerak-gerik kedua dokter koas yang berada di sampingnya— dokter Jian dan dokter Kevin.

"Dokter Cindy," panggil dokter Kevin.

"Ya?"

Dokter Kevin belum membuka suara, ia masih sibuk memegangi perutnya akibat menahan tawa, kemudian ia berkata, "Tadi, dokter Jian bilang ...," ucap dokter Kevin menggantungkan kalimatnya.

"Ciwi-ciwi Bali, cantik, ceunah," lanjut dokter Kevin menjelaskan, perkara apa yang diucapkan dokter Jian tadi.

Hmm ... sepertinya, selama perjalanan tadi, dokter Jian bukan memperhatikan arahan dokter Bisma, melainkan fokus memperhatikan suster dan dokter perempuan yang ada di sini.

Cindy pun ikut tersenyum, memperhatikan tingkah kedua dokter koas ini.
.

.
.
.
.
.
To be continue
Tanjung Enim, 27 Mei 2020
Revisi 6 Des 2020

Jangan lupa VOTE

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top