16. Bali
Saat mendengar kata Bali, apa yang melintas dalam pikiran kalian?
Pegunungan berapi yang hijau?
pantai?
Terumbu karang yang cantik?
Terasering sawah yang unik,
atau liburan?
Hal itu juga seketika memenuhi pikiran Cindy. Siapa yang tidak girang bisa pergi atau bahkan menetap sementara di pulau yang menyajikan sejuta keindahan. Ya, meski masih dalam embel-embel ... kerja
Meeting tiga hari lalu membawa Cindy menjadi bagian tim medis yang akan di tempatkan sementara di Rumah Sakit Kalandra yang berada di Bali.
***
Senyum Cindy sejak keberangkatan tadi pagi terus terbit, seakan menjadi pesaing bagi mentari pagi yang terbit menghangatkan bumi.
Hari ini, sesuai jadwal yang telah ditetapkan, hari ini keberangkatan Cindy dan beberapa tim medis lainnya yang akan bertugas sementara di Bali.
"Welcome to Bali, guys," teriak semangat dokter Jian saat pesawat yang mereka tumpangi baru saja mendarat di bandara Ngurah Rai, Bali.
Menempuh perjalanan udara kurang lebih satu jam lima puluh tujuh menit, tidak begitu melelahkan karena exited-nya mereka pada pulau ini.
"I-itu Dokter Bisma, 'kan," ucap salah satu rekan kerja Cindy.
Atensi Cindy beralih mengikuti arah pandang itu, maniknya menangkap sosok dokter Bisma duduk di dekat sebuah mobil, setelan kemeja putih dan kaus berwarna senada sebagai dalamannya dengan tangan kemeja digulung sampai siku, membuat ia tidak terlihat seperti seorang dokter kebanyakan, melainkan seperti mahasiswa semester pertama yang sedang mengikuti studytour dari kampusnya.
Kembali Cindy mengingat julukan yang diberikan Chandrika terhadap dokter Bisma yaitu 'dokter vampir menolak akan tua'.
"Bukannya, dokter Bisma udah sampai lebih dulu dari kita, 'kan?" sahut rekan kerja Cindy yang lainnya
"Iya, Penerbangannya satu jam lebih awal dari kita. Ngapain dokter Bisma disana?"
Telinga Cindy menangkap jelas percakapan mereka.
Ya, jadwal penerbangan dokter Bisma tidak sama dengan mereka, ia berangkat lebih awal, dengan kata lain harusnya ia sudah lebih dulu sampai di tempat beristirahat, hotel ... mungkin.
"BROTHER ...," teriak dokter Jian kembali memenuhi gendang telinga.
Cindy menoleh ke arah dokter Jian yang berdiri tepat di belakangnya. Dengan seksama Cindy memperhatikan gerakan tangannya melambai ke arah dokter Bisma.
Dokter Bisma beranjak dari posisi duduknya, berjalan santai ke arah rombongan.
"Kalian sudah sampai?" sapa pembukanya.
"Iya, Dok," sahut rombongan hampir bersamaan
"Bro, ngapain di sana? Nunggu gebetan, ya?" goda dokter Jian.
"Iya, ini gebetan saya semua, itu ... itu ... itu ... dan ... ini."
Dokter Bisma menunjuk satu per satu Tim medis perempuan mulai dari yang agak jauh, sampai berakhir di Cindy yang tepat berada di hadapannya.
"Wah, banyak banget, Bro. Bisa jadi lagu, Bro. Saatnya kuharus berubah ... I want to be a fuckboy."
Semua tertawa mendengar gurauan dokter Jian dengan gaya khasnya yang cukup menghibur.
"Sudah, sudah, ayo semua, mobilnya sudah menunggu dari tadi, di sana," tunjuk dokter Bisma menghentikan gelak tawa mereka.
Mereka semua berjalan menuju mini bus yang ditunjuk. Bergegas masuk mencari tempat duduk sebelum akhirnya mobil ini membawa mereka ke lokasi tujuan.
Cindy menatap ke luar jendela mobil.
Dokter Bisma tidak ikut masuk pada mobil yang mereka tumpangi, ia masuk ke dalam mobil mewah. Dan ... ia menyetir sendiri.
Sekitar satu jam tiga puluh menit perjalanan dari bandara menunju tempat pertemuan.
Dua puluh menit yang lalu, Cindy beserta rombongan telah berada di resor mewah Hanging Gardens Of Bali yang terletak di Gianyar, Bali.
Disinilah mereka sekarang, kurang lebih sudah lima belas menit menunggu dalam sebuah ruangan luas. Tempat diadakannya pertemuan antara tim medis dan para petinggi pemegang saham maupun investor.
Pintu berderit terbuka, menampilkan sosok pria dengan tubuh tegap berpakaian serba hitam, membuka lebar pintu ruangan. Derap langkah khas dari sepatu pantofel dan highheel mengalun mengudara memenuhi penjuru ruangan, sontak membuat mereka seketika berdiri dari tempat duduknya, menyambut mereka yang sejak tadi ditunggu.
Netra Cindy menangkap barisan pria dan wanita dengan pakaian formal, hanya ada beberapa yang Cindy tahu termasuk Bapak Dzuhairi Kalandra selaku pimpinan, selebihnya Cindy tidak banyak mengetahui petinggi maupun pemegang saham Kalandra Hospital.
Namun, pandangan Cindy jatuh pada tiga orang di belakang, wanita dan pria paruh baya berjalan beriringan dengan tangan si wanita mengait pada lengan si pria, dan salah satu lagi dari mereka lebih muda. Jelas Cindy mengenali sosok ini. Dokter Bisma, yang telah berganti pakaian dengan setelan jas hitam, melangkah hampir mendekati posisi Cindy berdiri.
Saat dokter Bisma dan kedua orang tersebut sudah hampir mendekati posisinya, Cindy tundukkan kembali Pandangannya.
"For you."
Meskipun tidak melihat pelakunya, Cindy bisa mengenali dari suaranya. Dokter Bisma meletakkan satu botol kecil minuman dengan rasa strawberry pada meja Cindy.
Cindy bingung, bukankah di meja masing-masing sudah ada minum yang disediakan.
Cindy mendongak, menoleh menatap punggung dokter Bisma yang telah jauh berlalu. Sebelum akhirnya netranya nanar memperhatikan sekitar, tatapan sekelilingnya seakan menghujani dengan pertanyaan menuntut penjelasan dengan apa yang baru saja terjadi.
"Selamat siang. Dan selamat datang," ucap salam pembuka dari Pak Dzuhairi yang telah berdiri di podium.
Cindy melirik jam tangannya, sudah menunjukkan pukul sepuluh empat puluh lima menit, cukup siang.
Pak Dzuhairi menyampaikan sepatah dua patah sambutan, sebelum akhirnya memperkenalkan para petinggi Kalandra Hospital.
Baru Cindy ketahui, wanita dan pria paruh baya yang tadi berjalan beriringan bersama dokter Bisma adalah kedua orang tua dokter Bisma.
Cindy manaruh kagum pada kedua orang itu, sang ibu begitu anggun dan masih terlihat sangat cantik. Sepertinya Cindy tahu dari mana dokter Bisma mewarisi awet muda seperti menolak tua.
lihat ayahnya, meski sudah berumur terlihat masih sangat muda.
Wajar saja anaknya ganteng. Orang tuanya aja begini.
Apakah barusan Cindy memuji dokter Bisma?
***
Pertemuan antara tim medis dan para petinggi sudah dilewati sejak satu jam lalu. Mereka semua sudah beristirahat pada kamar masing-masing yang disediakan di Hotel ini.
Cindy melirik jam digital pada nakas, waktu sudah menunjukkan pukul 15.12 WITA.
Cindy berdiri di balkon kamar hotel, menikmati pemandangan indah yang tersaji. Sungguh nyaman hotel ini. Terletak di hutan hujan rindang yang menghadap ke sungai terpanjang di Bali, sungai yang mengalir sepanjang 68,5 Km, Sungai Ayung.
"Sepertinya menikmati sore dengan berjalan-jalan akan jadi ide yang sangat sempurna," gumam Cindy.
Cindy bergegas masuk, mengambil slingbag-nya yang diletakkan di atas tempat tidur, menarik flatshoes yang dia taruh di rak, lalu mengenakannya agar terasa nyaman.
Disinilah Cindy sekarang, destinasi yang dia pilih untuk didatangi, Neka Art Museum. Berjarak sekitar 13 Km dari hotel.
Sejak dulu Cindy sangat menyukai karya seni yang mengandung sejarah dan kebudayaan. Rasanya pilihan yang tepat mendatangi tempat ini.
Museum Seni Neka, tidak hanya memamerkan karya seni lukis tapi juga berbagai keris terpampang di museum ini.
Dan yang sangat Cindy sukai dari museum ini adalah arsitektur bangunannya yang sangat mencirikan khas bangunan Bali.
Keadaan yang nyaman seakan membuat perasaan tenang, rasanya mengisi penuh semua jiwanya, matanya sudah puas dimanjakan dengan pemandangan indah Museum Seni Neka.
Cindy berjalan menapaki jalan menuju pintu keluar dari museum, tenggorokannya terasa tercekat, butuh pelepas dahaga.
***
Akhirnya Cindy menemukannya, dia bersorak girang dalam hati saat menemukan kafe terkenal ini. Tanpa berpikir panjang Cindy memasuki kafe ini.
Sengaja Cindy memilih di bagian sedikit agak di luar, agar bisa sambil menikmati pemandangan hiruk pikuk kendaraan di Bali.
Cindy sudah memesan, tinggal menunggu pramusaji mengantarkan pesanannya saja. Duduk manis di bangku yang disediakan.
"Rahajeng sanje, geg. ini pesanannya."
Pria berperawakan atletis dengan kemana putih dan apron melekat pada pinggangnya, kulit eksotis dan ... senyuman yang manis. Ia menyimpan pesanan Cindy di atas meja. Cindy melirik bordiran nama yang melekat pada dada kiri di seragamnya—Kalingga.
"Bli, maaf, geg apa ya artinya? Saya dari Jakarta kurang paham."
Pria itu tersenyum manis.
"Geg, itu sapaan untuk remaja putri di Bali, jegeg artinya cantik."
Sang pria menjelaskan dengan logat Bali yang kental,
"Hmm, sepertinya usia saya tidak pantas lagi disebut remaja," sanggah Cindy.
"Oh, sudah jadi mahasiswa, bukan?"
Cindy menggeleng pelan. "Saya, sudah kerja," jelasnya.
"Dije megae?"
"Huh? Maaf?" Cindy bingung apa yang dia ucapkan.
"Kerja di mana?"
"Kalandra Hospital," sahutnya cepat.
"Aah ... dokter?" tebaknya.
Cindy hanya mengangguk membenarkan."Baiklah, silakan menikmati. Tyang jagi mepamit dumun."
Cindy tersenyum. "Terima kasih," ucapnya.
"Suksma mewali," ucapnya sambil berlalu.
Cindy menatap lapar pesanannya, tidak sabar mencicipinya. Cindy memotong cake menggunakan garpu kecil yang telah disediakan, sebelum akhirnya melahap dengan seksama. Garpu kecil yang ia gunakan masih berada dalam mulutnya, ia biarkan begitu saja sembari menikmati cake nan lembut ini meleleh dalam mulut.
Dessert-nya benar-benar sangat Cindy sukai, begitu enak. Cindy tidak sabar mencicipi minumannya, sebelum ia melaksanakan niatnya, manik matanya menangkap sosok pria berjalan ke arahnya dengan kamera pocket di tangannya.
Ini halusinasi karena terlalu nikmatnya makanan ini, atau ini benar terjadi. Dia lagi!? Ini kebetulan atau dia mengikutiku?
Suara ketukan pada meja berbahan kayu ini menyentak lamunan Cindy.
"Kamu, lagi? Kok, bisa di sini."
Cindy menutup mulutnya, ucapan refleknya membuat ciut seketika.
.
.
.
TBC
Published : 13 Mei 2020
Revisi 04 Des 2020
Hayo itu siapa yang di lihat Cindy. ?
Bonus pict
Si manis berkulit eksotis, Kalingga.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top