14. Pasta and Strawberry Drink
Sudah terhitung tiga hari berlalu, Cindy kembali pada rutinitasnya. Sama seperti harapannya sebelum-sebelumnya, semoga kali ini Cindy benar-benar bisa melupakan segala jejak tentang Chandrika.
Lamunannya terhenti saat tepukan di pundaknya terasa.
"Dok," panggil suster Erika yang sejak tadi bersama Cindy.
"Ya?"
"Ngelamun, ya? Dokter, mau istirahat makan siang sekarang bersamaku atau nanti?"
"Hmm, sepertinya kamu duluan saja, Sus. Aku masih ada yang mesti diurus."
"Baik, Dok." Suster Erika berlalu ke luar ruangan.
***
kekosongan perutnya sudah membutuhkan asupan makan siang. Cindy sudah berada di kafe ... yang akhir-akhir ini sering dikunjunginya, entah itu bersama rekan yang lain, atau seperti sekarang ini ... sendiri.
Cindy sudah memesan makanan apa yang akan dia berikan pada perutnya.
Dia menatap ke luar melalui kaca pembatas. Seperti sudah menjadi tempat favoritnya, duduk di pinggir sisi kaca pembatas. Selagi menunggu pesanan, Cindy bisa melihat hiruk pikuknya orang lalu lalang.
"Permisi. Ini Pesanannya, Mbak," ucap ramah pramusaji.
"Terima kasih," balas Cindy dengan tak kalah ramah.
Pasta!
Ya, untuk makan siangnya kali ini Cindy memesan pasta. Makanan kesukaannya dan Claudya. Namun, tidak dengan Chandrika. Dia sangat tidak menyukai yang namanya pasta dan sejenisnya.
Baru saja Cindy akan menuntaskan rasa laparnya, menyuapkan makan pasta ke dalam mulutnya. Tiba-tiba Satu cup besar minuman dari brand terkemuka mendarat tepat di hadapan Cindy. Minuman berwarna pink dengan beberapa potongan stroberi.
Cindy mendongakkan kepalanya, mencari tahu siapa pelakunya. Dia terkesiap, Cindy sedang tidak berhalusinasi, 'kan? Dokter Bisma sudah berdiri di depannya, dengan minuman yang sama di tangannya.
"Eh, dokter Bisma?" ujar Cindy sedikit rasa gugup.
"Boleh duduk, di sini?" tanyanya dengan senyum khasnya.
"B-boleh, Dok. Silakan."
Dokter Bisma sudah menduduki kursi kosong di depannya. Cindy bingung, kikuk, entah apa yang hendak dia lakukan.
"Ekhem." Cindy berdeham guna mengusir kecanggungan.
Dokter Bisma mengangkat wajahnya, mengalihkan pandangan yang sejak tadi terfokus pada tulisan daftar menu, yang entah sejak kapan sudah berada di tangannya dengan seorang wanita berseragam khas kafe ini berdiri di sampingnya, dia menyerahkan pesanan dan buku menu pada pramusaji.
Tangannya terulur, mendorong minuman yang tadi disimpan di depan Cindy agar lebih mendekat padanya.
"Minum," katanya, seolah menjadi titah untuk Cindy. Cindy segera menyeruput minuman dingin itu.
"Enak?" tanyanya memastikan.
"Hmm ...." Cindy mengangguk.
"Suka?"
"Iya." Sekali lagi Cindy mengangguk. "Aku suka stroberi," ungkap Cindy kemudian.
Dokter Bisma menyunggingkan seulas senyum, sebelum akhirnya menuturkan sebuah fakta. "Same, I also like strawberries, sepertinya kita berjodoh dalam hal minuman."
Cindy terlonjak kaget mendengar penuturan dokter Bisma. Apa tidak berlebihan menyebut ini dengan 'jodoh' meski ada embel-embel dalam hal minuman.
"Dokter, kenapa sendirian?" Pertanyaan yang sejak tadi tercekat di pangkal tenggorokan Cindy.
"Terima kasih," ucapnya.
Bukan!
Itu bukan jawaban atas pertanyaan Cindy, melainkan ucapan terima kasih untuk seorang wanita yang mengantarkan dan menyajikan pesanan dokter Bisma tadi.
Cindy membulatkan mata kecilnya, melihat apa yang dipesan dokter Bisma. Dokter Bisma memesan pasta sama seperti pesanan Cindy.
"Hmm, tadinya bersama dokter Jian. Hanya saja dokter Jian mendadak ada keperluan. Jadi, ya beginilah ... sendiri."
Cindy hanya mengangguk mendengar penjelasan dokter Bisma.
"Dokter Bisma suka pasta?" Akhirnya Cindy kembali mengeluarkan pertanyaan yang tercekat.
"Hmm, saya sangat menyukai pasta."
"Sama! Aku dan Claudya juga sangat menyukai pasta."
Dokter Bisma menarik seulas garis senyum, ia menaikkan alisnya sebelah. Seakan bisa membaca pikiran dokter Bisma Cindy langsung cepat memotong. "Jangan bilang, berjodoh lagi," potong Cindy cepat.
Dokter Bisma terkekeh, setelahnya tidak ada obrolan, hanya dentingan sendok dan garpu yang beradu pada piring porselen.
"Dokter Cindy," panggil dokter Bisma di sela-sela keheningan yang sempat tercipta.
"Ya, Dok?"
"Sorry."
Cindy bingung, kata maaf yang baru saja dia ucapkan untuk apa. Baru saja akan mengeluarkan pertanyaan kecil. "Sorry, for?"
Pupil Cindy membesar, detak jantungnya tak beraturan. Pergerakan yang tak pernah Cindy prediksi sebelumnya. Dokter Bisma, menyeka sudut bibirnya menggunakan tisu.
"There's a sauce on the corner of your lips," bisiknya.
Cindy cepat-cepat menenggak air mineral dari gelas kaca yang sudah tersedia sejak tadi hingga tandas.
"Dok?" panggilnya yang sempat beberapa kali ragu.
"Ya," sahut dokter Bisma.
"Jangan lakukan itu lagi, maaf aku agak lancang. Takut dilihat orang-orang rumah sakit, aku jadi nggak enak."
Cindy menelan ludahnya. "Sejujurnya makan bersama seperti ini saja aku merasa sungkan, bagaimana jika ada yang salah tanggap," pungkasku
Dokter Bisma mengedikkan bahu. "Biasa saja, saya biasa makan siang bersama rekan yang lain," tukasnya dengan santai.
Biasa sih, biasa. Tapi nggak Biasa dengan keselamatan jantung dan hidupku, Dok.
Dokter Bisma, memang sosok yang humble. Bergaul dengan siapa saja tanpa memandang status atasan dan bawahan.
Mungkin didikan dari orang tuanya yang sangat berpengaruh besar pada karakter yang dia miliki sekarang ini. Kedua orang tua dokter Bisma dikenal karena sifat humble-nya.
Beberapa belakang Cindy mengetahui bahwasanya, dokter Bisma memang sudah biasa atau bahkan sering makan siang bersama dokter, perawat atau staf rumah sakit lainnya. Tanpa rasa sungkan sekalipun.
Jika Cindy memutar balik ke belakang tidak heran rasanya, saat dokter Bisma bisa cepat beradaptasi dengan lingkungan saat acara syukuran yang diadakan di kediamannya beberapa hari yang lalu.
***
Makan siang yang tak terencana bersama ... dokter Bisma sudah selesai. Mereka berada dalam ruang sempit persegi yang akan membawa mereka ke lantai atas.
Cindy sempat mengerenyitkan dahi, bingung.
Kenapa dokter Bisma menekan angka empat setelah Cindy menekan angka dua. Ruang praktiknya dan dokter Bisma memang berada di lantai dua.
"Saya, ada meeting. Mengenai rumah sakit baru yang ada di Bali," jelas dokter Bisma, yang seakan membaca apa yang ada pikiran Cindy.
Cindy mengangguk paham, sudah menyebar luas di kalangan rumah sakit. Di Bali sudah dibangun rumah sakit bertaraf internasional, kerjasama antara Kalandra hospital dan beberapa investor, tidak hanya dari Indonesia tapi dari luar Indonesia juga.
Pintu lift sudah terbuka, aku melangkahkan langkahku keluar, berbalik menatap dokter Bisma yang masih berada di dalam lift.
"Aku permisi, Dok."
Dokter Bisma hanya menampilkan senyum khasnya.
"Terima kasih minumannya," lanjutnya sembari mengangkat sedikit cup minuman yang masih betah di genggamannya.
"Sama-sama, dihabiskan jangan cuma difoto," sindirnya.
Cindy tersipu malu, ketahuan!
sebelum benar-benar keluar dari area kafe tadi Cindy sempat memfoto strawberry drink pemberiannya. Cindy pikir dokter Bisma tidak mengetahuinya karena posisi Cindy yang berjalan di belakang.
***
Cindy sudah kembali dalam ruangannya. Seketika dia teringat, niat awal mengambil foto minuman ini adalah untuk menggoda Claudya.
Mengingat betapa hebohnya ia jika membahas tentang dokter Bisma.
Cindy meraih benda pipih di dalam saku snelli-nya, mengirimkan foto pada room chat pada kontak yang diberi nama 'Cla ma twins'. Tak lupa dia sisipkan emoticon love berwarna biru.
Me :
Tebak ini dari siapa?
Masih belum terbaca, mungkin Cla sedang tidak memegang ponselnya.
Butuh mungkin sekitar dua puluh menit, handphone Cindy berdering tanda ada chat yang masuk.
Cla ma twins :
Satpam rumah sakit yang jadi penggemar berat Lo.
Me :
Ngaco, ayo tebak. Lo pasti nggak percaya.
Cla ma Twins:
Siapa?
Gue nyerah, dah.
Me :
Dokter Bisma
Cla ma twins :
Seriously? Ah, you must be lying.
Kok bisa?
Me :
Bisa donk, gue tadi makan siang sama dokter Bisma.
Cla ma Twins :
You make me jealous.
Cindy hanya terkekeh, menggoda Claudya terkadang mengasyikkan juga. Cindy melanjutkan menggoda Cla. Sengaja pesan terakhirnya tidak dibalas, tapi tunggu, sudah lima menit berlalu. Namun, ponsel Cindy tak kunjung berdering. Dia putuskan untuk menunggu lagi sampai ... sepuluh menit berlalu, Claudya tak kunjung menghubungi.
Ada rasa perasaan tak enak di sudut hati Cindy.
Ada apa dengan Claudya? Ah, sudahlah. Mungkin Cla memang lagi sibuk.
Yang Cindy tahu pekerjaannya sedang hectic. Naskah yang dia edit sudah dekat dengan deadline.
Ya, mungkin karena sibuk. Bukan karena sesuatu hal yang terjadi.
.
.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top