13. Like (Not) Mariposa
"Ini Bukan kisah seorang remaja putri yang berjuang tanpa ampun, mengejar pria yang
dicintai meski sudah ditolak berkali-kali.
Aku bukan tokoh utama dalam novel Mariposa yang akhirnya meraih cinta.
Aku tokoh utama dalam rumitnya kisah cinta dan persahabatan yang ada.
Jika Acha dalam Mariposa akhirnya meraih.
Lain dengan aku yang lebih memilih melepaskan-menyerah
~ Cassidy Zea Joanne ~
.
.
.
Kata orang, lebih baik pernah merasakan mencintai lalu kehilangan cinta itu. Daripada tak pernah merasakan mencintai sama sekali.
Lalu, bagaimana dengan Cindy?
Selama ini Cindy mencintai seseorang yang tidak pernah tahu jika dia mencintai orang itu.
Cindy sudah kehilangan, sebelum mendapatkan.
"Cin, ke toko buku, ya. Gue mau cari buku." Claudya membuyarkan sejenak pikiran yang ada dalam kepala Cindy.
"Hmm ... boleh, gue juga sama. Ada buku yang mau gue beli," balas Cindy.
Cindy melirik jam tangan pada pergelangan kirinya, sudah menunjukkan pukul 13.10 wib.
"Chan?" panggil Claudya.
"Yes, princess?"
"Habis dari toko buku, beli eskrim ya," pinta Claudya.
"Siap, laksanakan, Tuan Putri."
Cindy hanya memutar bola jengah, Claudya bersorak riang. Lengan Cindy sudah diapit oleh lengan Claudya.
Sesampainya mereka di sebuah toko buku, Cindy mengitari beberapa rak buku, mencari buku yang dibutuhkan. Cindy juga mengambil beberapa novel, untuk dibaca saat lagi bosan di waktu senggang.
Begitu juga dengan Claudya, ia sibuk mencari buku-buku apa saja yang ia butuhkan.
Sudah selesai dengan perburuan mencari buku, di sinilah mereka sekarang. Cindy dan Claudya duduk di salah satu kedai eskrim, menunggu Chan memesan eskrim.
"Permisi. Ini pesanannya, Mbak-mbak cantik," gurau Chan yang berlagak seperti pelayan pramusaji.
"Ini eskrim stroberi, pesanan Mbak dokter." Chan menyimpan satu cup eskrim berukuran sedang di hadapan Cindy.
"Dan ini, eskrim spesial untuk orang yang spesial," lanjutnya, meletakkan satu cup eskrim rasa cokelat di hadapan Claudya, yang ukurannya sama dengan punya Cindy.
Tersisa satu cup berukuran lebih besar, eskrim berwarna agak kekuningan dengan topping potongan pisang. Punya siapa lagi, kalau bukan punya Chandrika.
Cindy menikmati rasa dingin sekaligus segar, perisa manis stroberi dari eskrim. Atensinya teralih, melihat interaksi kedua anak Adam di depannya.
Chan yang sudah dengan sifat bawaan lahirnya—jahil. Menggoda Claudya dengan memakan eskrim milik Claudya. Claudya, yang seakan tidak mau berbagi, menunjukkan air muka tidak suka. Dengan bibir bibir di majukan dan pipi mengembung.
Melihat reaksi Claudya, Chan semakin gencar menggodanya.
"Chan ...," rengek Claudya. "Eskrim lo ada sendiri. Kenapa malah makan punya gue," rajuk Claudya, masih dengan mode kesal.
"Habisnya, punya lo lebih enak. Apa karena ... sendoknya bekas bibir lo ya, makanya jadi lebih manis"
"Ngaco, ngomong apaan sih lo." Claudya menempelkan telapak tangannya pada dahi Chan. "Wah, sepertinya kebanyakan makan eskrim. Demam, 'kan lo."
Chan terkekeh, dan menatap Cindy sejenak. "Cin, tumben lo diem," tanya Chan.
"Biasa aja, emangnya gue mau ngapain? joget-joget?" ketus Cindy.
Gelak tawa Chandrika terdengar. "Ya, siapa tahu, kalau lo mau joget-joget juga. Gue sih nggak masalah."
Cindy merotasikan bola mata malas.
"Cin," panggil Claudya.
"Hum," sahut singkatnya, yang masih menyendok eskrim yang sudah mulai mencair.
"Habis ini, kita jalan ya. Kita 'kan udah lama nggak ngemall bareng."
Cindy hanya mengangguk, respon terhadap ajakan Claudya.
***
Cindy dan Claudya sudah berjalan beriringan, masuk toko satu ke toko lainnya.
Chandrika?
Berjalan di belakang mereka, dengan menenteng beberapa paper bag—
belanjaan Cindy dan Claudya. Kalian pasti tahu bagaimana jika perempuan sudah pergi shopping.
Tergambar jelas, lelah pada muka Chan. Cindy merasa iba melihatnya, muka sayu Chan sudah seperti pasukan prajurit yang akan menerima hukuman.
"Chan," panggilnya.
"Ya? udah selesai belanjanya?"
"Gue, sih, udah. Cla kayaknya yang belum selesai. Tuh, lihat sendiri." Cindy menunjuk Claudya dengan dagunya.
Chan hanya menghela napas berat, memperhatikan Claudya yang masih sibuk memilih di beberapa deretan pakaian.
"Lo capek, ya?" Cindy menatap Chan sejenak, "sini, gue bantu bawain"
Tangan Cindy terulur hendak mengambil alih beberapa paper bag dari tangan Chan. Sebelum akhirnya ... paper bag tersebut berpindah semua ke tangan kanannya. Tangan kirinya terulur mengacak puncak kepala Cindy dengan ... lembut.
Ada perasaan menghangat, rasanya seperti menjalar ke pipi Cindy.
"Udah, biar gue aja. Itulah gunanya punya temen cowok, biar bisa bantuin kalian bawain barang kalian."
Baru saja Cindy tersipu, serasa melayang tinggi, hanya karena puncak kepalanya diusap Chan. Sekarang Cindy terhempas ke dasar dengan ucapan penutupnya.
Teman!
Ya, Cindy saja yang terlalu berlebihan. Cindy saja yang terlalu percaya diri. Apa yang dilakukan Chan, tidak lebih hanya menganggap Cindy teman. Tidak ada perasaan lain, hanya perasaan biasa-biasa saja.
****
Berkeliling mall cukup melelahkan, melirik jam pada pergelangan tangannya, sudah menunjukkan pukul 16.50 wib, itu berarti sudah sekitar lima belas menit ban mobil Chan bersentuhan dengan aspal jalanan Jakarta—terjebak macet.
"Ah. Shit! lama banget, sih."
"Chan, please language," protes Cindy.
Chan menampilkan cengirannya, terlihat jelas dari pantulan kaca spion depan. Bibirnya mengucapkan kata sorry tanpa suara.
Cindy membalik buku yang sedang dibaca. Terjebak macet memang terkadang menjengkelkan. Tatapan Cindy beralih ke depan, Chandrika menghubungkan carplay pada handphone-nya. Mencari lagu yang akan ia setel pada sebuah aplikasi berwarna hijau.
Lelah dengan harapan, kau tak mungkin kudapatkan. Tentang perasaan tak bisa di paksakan.~
Nyanyian sebuah lagu dari tape mobil Chan. Cindy menghentikan aktivitas membaca, terpaku mendengarkan nyanyian yang sedang tersaji.
Sebuah lagu dari soundtrack film Mariposa yang baru saja mereka tonton.
Ternyata perasaanmu padaku
biasa-biasa saja ....
Cindy merasa lirik dari lagu ini seolah sedang menyindirnya.
Cinta itu sederhana, yang rumit itu kamu. Mencintaimu itu mudah, yang sulit adalah membuatmu juga mencintaiku...
Chandrika ikut menyanyikan bagian lirik ini, sembari melirik Claudya dengan ekor matanya. Sementara yang dilirik masih fokus memainkan game pada ponselnya.
Aku mengerti bahwa bahagiamu bukan denganku,
Niscaya semua luka 'kan sembuh bersama waktu.
Maafkan aku yang pernah ada di hidupmu.
Kini ku pergi dan tak kan lagi mengganggu.
Aku telah belajar ikhlas untuk melepas,
Kau abadi sebagai luka yang membekas,
Trimakasih untuk cinta yang pernah hadir, walau bukan seperti ini
Ku bayangkan kan berakhir.
Benar. Bahagiamu bukan Cindy. Bahagiamu sudah kamu pertaruhkan untuk Claudya. Cindy cukup sadar akan itu. Dan mulai sekarang dia belajar untuk mengikhlaskan, bertekad melepaskan, Cindy memilih menyerah ketimbang harus berjuang lebih gigih untuk mendapatkan.
Karena Dia, Cindy. Yang ada di di antara Claudya dan Chandrika. Bukan Acha dalam kisah Mariposa.
.
.
.
TBC
Tanjung Enim, 13 April 2020
Revisi : 24 NOV 2020
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan mengklik tanda Bintang 🌟
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top