11. Persaingan
Cindy mengerjapkan matanya berulang, memastikan benar tidaknya apa yang ditangkap oleh netranya.
Benar! Sosok yang keluar dari mobil mewah Audi RS7 hitam tersebut, adalah dokter Bisma.
Dokter Bisma yang dengan balutan kemeja hitam dan celana hitam menambah kesan, always young.
Hmm ... sepertinya benar kata Chan, dokter Bisma adalah dokter vampir yang menolak akan tua.
"Asalamualaikum," salam dokter Bisma yang memecah lamunan Cindy.
Tangan Cindy dicolek oleh Nafisah, yang sejak tadi masih setia berada di sampingnya.
"Kak Cin. Siapa?"
Nafisah yang sejak tadi tak banyak bersuara akhirnya memamerkan suara lembutnya.
"Waalaikumsalam."
Cindy kikuk mesti menjawab yang mana dulu. Akhirnya salam dokter Bisma yang dijawab terlebih dahulu.
"Senior kakak di rumah sakit," bisik cepat Cindy terhadap Nafisah.
Dokter Bisma berdiri di hadapan Cindy dan Nafisah. Ada rasa tidak percaya, atau ini hanya halusinasi Cindy semata.
"Ekhem ...." Dokter Bisma berdeham sesaat. "Maaf saya terlambat. Agak sedikit macet tadi."
"Nggak apa-apa, Dok, acaranya juga belum dimulai, kok. Silakan masuk," titah Cindy pada Dokter Bisma.
Menit berikutnya mereka sudah berada di ruang tengah, di mana semuanya sudah berkumpul.
Dokter Bisma sudah menyatukan diri, duduk bersila di antara tamu laki-laki lainnya, Cindy dan Nafisah kembali ke dapur membantu bunda dan yang lainnya menyiapkan jamuan untuk para tamu.
Cindy yang sedang sibuk membantu Kak Ina menata makanan, terlonjak kaget karena ulah Claudya secara tiba-tiba.
"Cindy, kata Nafisah ada senior lo yang datang. Ganteng banget! Jangan-jangan ... itu Dokter B?" tebak Claudya dengan mata berbinar.
Cindy hanya mengangguk. "Hmm ...," sahutnya singkat.
Cindy menoleh saat sekotak tisu ditaruh sedikit tergesa diatas meja, jangan ditanya itu ulah siapa. Sang pelaku sudah berlari kecil menuju pintu penghubung ruang tengah dan dapur. Jangan lupakan Nafisah, yang sudah mengekor di belakang Claudya.
Cindy menghela napas berat, melihat tingkah Claudya saja cukup membuatnya geleng-geleng kepala. Tak terbayangkan jika Nafisah juga bertingkah sama.
Cindy yang masih memperhatikan Claudya, gadis itu menyibakkan gorden pembatas, mengintip diam-diam keadaan ruang tengah. Saat gorden terbuka sedikit, netra yang pertama Cindy tangkap adalah Chandrika. Dengan lekat Chandrika memperhatikan gerak-gerik Claudya yang sedang asyik dengan dunianya— mari mengamati dokter B.
Terlihat jelas, Ada sedikit rasa ketidaksukaan yang tertampil di air muka Chandrika. Tangannya yang berada pada tumpuan pahanya terkepal kuat.
Claudya kembali berjalan ke arah Cindy, mendudukan tubuhnya pada kursi di seberang Cindy. Menopang dagu dengan kedua tangannya, dengan senyum sudah terkembang sejak tadi.
Nafisah? Sama halnya seperti tadi, layaknya seorang adik yang patuh akan sang kakak. Mengikuti kemana langkah Claudya ... sudah duduk di seberang Cindy dan berada di samping kanan Claudya.
"Kak Cla, Kak Cin," panggil Nafisah bergantian
"Ya," sahut Cindy.
"Aku penasaran, sebelum kalian lahir, Tuhan menjanjikan apa sih pada kalian? Kenapa kalian bisa dikelilingi cowok ganteng seperti ini. Pertama kali Uni Ina ngenalin Bang Cakka, aku sampe nggak percaya, ada cowok seganteng ini. Tadi dibuat takjub sama Kak Chan, ada ya cowok tinggi, ganteng sekaligus humoris. Bener-bener calon imam idamanku. Sekarang dokter ... siapa kak namanya?"
"Dokter Bisma," jawab Cindy cepat.
Cindy baru tahu, diamnya Nafisah saat berada dekat Chan tadi, itu karena dia lagi jaim. Mendengar penuturan Nafisah mengenai Chan, ada sedikit rasa aneh di dasar hati Cindy.
"Itu semua, tergantung amal perbuatan ya, Nak. Anak Solehah rejekinya emang beda," sahut asal Claudya, yang tanpa repot-repot memalingkan wajah ke arah Nafisah.
"Kak, Cla. Kenapa, kakak tadi manggilnya dokter B?" Nafisah sedikit memutar wajahnya menoleh pada Claudya. "Aku mau panggil begitu juga, ya?"
"Kamu panggil dokter Bisma aja, Naf."
"Kenapa, Kak?"
"Itu panggilan khusus, gue yang ciptakan. Nggak boleh ada yang manggilnya seperti itu kecuali gue."
"Tapi, aku mau panggil begitu juga, Kak. Kan lebih simpel aja."
"Itu punya gue! jangan macem-macem, kalau nggak mau pankreas lo gue slending."
Cindy mengerenyitkan dahi, heran. Menyimak perdebatan kecil mereka berdua.
"Ck! kalian berdua ini, emang yakin dokter Bisma mau sama cewek pemalas, kayak kalian berdua ini?" Interupsi dari Cindy mengakhiri perdebatan mereka.
Cla menatap Cindy tajam. "Lo kalo nggak matahin semangat orang, emangnya nggak bisa ya, Cin? Kayaknya idup lo nggak tenang ya?" ucap sarkastik Claudya.
"Iya, kita bukan gadis pemalas, Kak Cindy," sambung Nafisah yang tak terima juga.
"Kalau bukan gadis pemalas, terus apa? dari tadi kerjaan cuma ngomongin cowok aja. Bukannya bantuin ini." Claudya dan Nafisah memutar mata malas. "Untuk informasi aja ya, dokter Bisma itu suka sama cewek yang rajin dan cekatan, loh."
Mendengar sedikit informasi dari Cindy, Nafisah dan Claudya bergegas, mengambil alih apa yang Cindy kerjakan sedari tadi.
***
Acara pengajian yang digelar sudah berlalu sejak satu jam lalu, ini saatnya bersantai berbincang-bincang ringan.
Suasana ruang tengah menjadi hangat akan kebersamaan.
Cindy menyempatkan memperhatikan dokter Bisma, dia sedikit khawatir, takut dokter Bisma merasa tidak nyaman berada lingkungan seperti ini ... mengingat status sosialnya berada di kalangan atas.
Sedikit rasa lega, melihat dokter Bisma bisa merasa nyaman, terlebih lagi ia sangat menikmati bermain, bersenda gurau dengan anak-anak dari panti asuhan, yang sengaja di undang kemari.
Devina, anak perempuan berbaju pink, yang berada di samping dokter Bisma, melambaikan tangan kecilnya ke arah Cindy, isyarat ia mengundang Cindy bergabung bersama mereka.
Cindy berjalan pelan, melangkahkan kakinya ke arah dokter Bisma, Devina, dan anak-anak yang lainnya. sebelum akhirnya tangannya ditarik ... Claudya.
"Cin, mau ke mana?"
Cindy hanya menunjuk, mengarahkan dagunya ke arah keberadaan dokter Bisma.
"Ikut ...." Bukan. Bukan cuma Claudya yang berucap demikian, tapi juga ada Nafisah yang sudah mengekori Cindy.
Cindy, Claudya, dan Nafisah sudah berada di dekat dokter Bisma. Sejenak dokter Bisma mendongakkan kepalanya.
"Hai, mau bergabung?" tawar dokter Bisma. Memang ini tujuan awal Cindy, tanpa menunggu kompromi lagi, langsung menerima tawaran dengan senang hati "Boleh."
"Hai, Dokter B. Kita ketemu lagi," ujar Claudya yang sudah duluan menyapa dokter Bisma.
"Hmm, iya. Terima kasih sudah mengundang saya." Senyum khas dokter Bisma terkembang kemudian. "Bagaimana keadaan, kamu?"
"Alhamdulillah, sudah sehat, Dok. Kita yang terima kasih sudah meluangkan waktu Dokter untuk datang."
Dokter Bisma hanya mengangguk. Cindy memperhatikan gerak kecil Nafisah, menarik lengan baju Claudya. "Kak ... aku, Kak. Aku."
Jelas terdengar di telinga Cindy, mungkin ... di telinga dokter Bisma juga. Namun, tidak diindahkan Claudya.
"Kenapa, Naf," tanya Cindy.
"Itu, kak. Aku belum kenalan." Sejurus kemudian, Nafisah sudah mengulurkan tangannya tepat di depan dokter Bisma. "Halo, Kak. Aku Nafisah."
"Kak?" ucap Claudya yang memutar kepala menoleh ke arah Nafisah.
"Eh, Om," ujarnya Nafisah, yang sukses membuat Cindy terkekeh.
"Dokter Bisma belum setua itu, Naf. Untuk kamu panggil Om," jelas Cindy meluruskan.
"Ya, udah, ulang deh." Nafisah kembali mengulurkan kembali tangannya yang sempat ia tarik sebelumnya. "Halo, Dokter B, Aku Nafisah."
Mata Claudya membola, terkejut tidak percaya. Padahal sebelumnya sudah di ultimatum, bahwa panggilan dokter B hanya boleh dipakai dia saja.
Dokter Bisma menyambut uluran tangan Nafisah. "Halo, saya Bisma, mau panggil Dokter B juga ... no problem."
"Nggak masalah sama dia, tapi bermasalah sama aku, Dok. Panggilan itu, 'kan aku yang bikin, dan hanya boleh aku yang pakai."
Dokter Bisma terkekeh. "Jadi, sudah di hak paten, nih?"
"Ya. Belum, sih." Claudya menundukkan kepalanya.
"Kalau begitu, buruan didaftarkan. Sebelum orang lain nanti yang mengambil alih," gurau dokter Bisma "Nanti saya dapat juga, 'kan. Royalti."
Claudya menatap dokter Bisma. Lucu. "Iya, deh, boleh. Tapi cuma 30% aja ya."
Mereka semua tergelak bersama, menertawakan tingkah lucu Claudya.
Sampai pandangan Cindy beralih pada seseorang yang sedang berjalan mendekat kemari.
"Ekhem ...." Chan berdeham mengusik sesaat, tanpa menunggu persetujuan, Chan sudah bergabung.
Dokter Bisma, terlonjak cukup terkejut. Saat anak laki-laki di pangkuannya mencuri start, mengucup pipinya.
"Wah, you stole a start, boy!" seru dokter Bisma.
Sang pelaku hanya tertawa tanpa suara, memamerkan deretan rapi gigi kecilnya. Dokter Bisma membalasnya, mengecup puncak hidungnya.
"Dokter B, suka anak kecil, ya?" Pertanyaan yang dilemparkan Claudya.
"Hmm. Begitulah, mungkin karena saya anak tunggal. Jadi suka merasa kesepian nggak punya adik atau pun kakak."
"Wah, idaman banget, Dok," sahut Claudya dengan mata memancarkan binarnya.
"Gue, juga suka anak kecil, Cla." Suara Chan menginterupsi.
Entah sejak kapan, Chan sudah memangku dan memeluk Dhanu, eh ... Dharu. Ah! Entahlah, Andhanu dan Andharu anak kembar identik, yang sulit dibedakan. Berbeda dengan Cindy dan Claudya.
Entah itu Dhanu atau Dharu, anak yang semula duduk di pangkuan Chan, seketika turun dari pangkuannya, bergegas mendekati kembarannya di pangkuan dokter Bisma.
"Anak kecil itu polos, dia tahu mana yang benar-benar menyukainya atau cuma pura-pura," ujar Claudya, sembari menepuk bahu Chan.
Chan, hanya tersenyum masam. Seolah merasa terhianati oleh anak kecil. Cindy terus memperhatikan, dokter Bisma yang dengan asiknya larut dalam senda gurau bersama si kembar Dhanu dan Dharu.
Sedangkan Chan menunjukkan sikap tidak mau kalah. Masih dengan tekad kuat, Chan mendekati dokter Bisma. Menarik perhatian si kembar agar bisa ikut bermain bersama. Seolah ingin membuktikan pada Claudya bahwa ia juga bisa.
Inilah yang terjadi sekarang, Chan dan dokter Bisma bergelut, bercanda bersama. Seolah teman yang sudah lama dekat. Sepertinya Chan melupakan sejenak tujuan awalnya, melupakan bahwa dokter Bisma adalah saingannya demi mendapat perhatian dari Claudya.
Cindy mengerutkan kening. Dengan semua tingkah Chan, ini sebagai reaksi dia cemburu terhadap dokter Bisma. Kembali, ada perasaan aneh yang menyeruak. Hati Cindy berdenyut ngilu.
Sampai segitunya, Chan! Lo rela ngelakuin apa pun demi mengambil hati Claudya. Bolehkah gue cemburu? Ah! Tidak. Gue tidak mau menjadi pesaing bagi adik gue sendiri.
.
.
.
TBC....
RinBee ♥️
TanjungEnim, 1 April 2020
Re-publish : 14 NOV 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top