♥ 3. Obrolan Cewek ♥
Dua hari kemudian Lily diperbolehkan keluar dari rumah sakit, Raisa memaksa Lily tinggal sementara dengan Leon karena kuatir Lily tidak ada yang mengurus. Lily juga sebenarnya enggan tinggal di apartemen Leon karena ia tahu bagaimana sebenarnya kehidupan kakaknya. Ia tidak sudi jika harus bertemu dengan wanita yang dikencani kakaknya. Meski begitu, Leon tetaplah kakak yang menyayangi adiknya semata wayang, ia membujuk Lily agar tinggal bersamanya sampai seminggu.
Tepat ketika Leon sedang membujuk adiknya, Dara kebetulan datang mengunjungi Lily karena ia tahu Lily akan keluar dari rumah sakit.
"Hai, apa aku mengganggu?" tanya Dara setelah sebelumnya mengetuk pintu terlebih dahulu.
Leon menoleh dan untuk alasan yang tidak jelas ia sangat tidak menyukai Dara hadir saat ini. Berbeda dengan Leon, Lily dan Raisa tampak senang dengan kunjungan Dara.
"Hai Kak Dara, kau tidak membawa Anggraini?" tanya Lily sambil mencari sosok gadis kecil itu.
Lily menggeleng.
"Aku meninggalkannya di rumah ibuku. Ia akan menginap di sana malam ini," sahut Dara.
"Siapa Anggraini?" tanya Leon tapi diabaikan oleh Dara.
Ia masih tetap tidak menyukaiku.
"Hai, Dara. Aku belum mengembalikan minyak telonmu," tukas Raisa tampak malu.
Dara tersenyum tipis dan memberi kode dengan ekspresi di wajahnya kalau itu bukan masalah besar.
"Kau akan keluar hari ini, kan?" tanya Dara.
Lily mengangguk. Ia sudah membayangkan hidupnya selama seminggu ke depan yang harus tinggal di apartemen Leon. Sebenarnya apartemen Leon cukup nyaman, Leon adalah pria yang tergolong rapi dan teratur meskipun agak malas membersihkan rumah. Lily tidak biasa tinggal dengannya meskipun Leon adalah kakaknya sendiri karena ia sendiri sudah terbiasa hidup sendiri sejak orang tuanya pindah ke Singapura.
"Aku akan masuk hari Senin," janji Lily.
"Lily, aku tidak setuju. Kau boleh masuk hari Kamis," tegas Leon tak ingin dibantah. Lily mengedipkan sebelah matanya pada Dara seakan memberi kode hari Senin.
"Dara juga guru TK ya?" tanya Raisa.
Dara mengangguk.
Pantas saja, pikir Raisa dalam hati. Ia menyukai Dara. Penampilan Dara sangat menyenangkan, pakaian yang dikenakannya sopan, make-upnya tipis atau Raisa menduga ia hanya memakai krim tanpa alas bedak. Andai saja pramugari berpenampilan seperti guru TK.
Raisa bergidik. Mengapa pikirannya tak mau jauh dari hal yang satu itu? Lagi-lagi Harris. Ia tak mau memikirkan mantan suaminya itu lagi. Mereka sudah bercerai. Dan kisah mereka berakhir di mana keduanya menandatangani surat cerai.
"Kak Dara sudah nonton lanjutan drama Shark?" tanya Lily membuyarkan lamunan Raisa.
"Ya, dan tahukah kau siapa Penyidik Kim itu?"
Raisa ikut menyimak percakapan antara kedua gadis itu karena ia juga penggemar berat Korea Drama sedangkan Leon tampak bosan dengan percakapan itu.
Satu lagi korban Korea!
"Kalian berdua nonton juga Kim Namgil," tukas Raisa tak mau ketinggalan.
"Ehm, Kak Dara fansnya penyidik berwajah unik itu. Ya kan?"
Dara menyeringai. Wajah aktor korea yang dimaksud Lily itu memang agak unik karena hidungnya yang agak terlalu panjang dan tak simetris dengan tulang pipinya tapi yang membuat Dara menyukai Lee Soohyuk adalah suaranya yang khas, berat dan dalam. Dan suara Leon mirip dengan suaranya.
Ya, ampun.
Mengapa ia membandingkan suara khas Lee Soohyuk dengan suara Leon. Ia pasti sudah tidak waras. Kakak laki-laki Lily itu telah membuat sistem syarafnya rusak. Ia tidak ingin tertarik pada pria mana pun lagi. Tidak sekarang, tidak juga di waktu yang akan datang. Sudah cukup sekali pria menyakiti hatinya dan bahkan ia tidak bisa membenci pria itu karena ....
"Mengapa perempuan suka nonton drama cengeng seperti itu?" tanya Leon dengan nada mencemooh.
Ketiga wanita itu menoleh Leon secara bersamaan. Lily ingin melempar bantal ke wajah Leon, Raisa menatap atasannya dengan tatapan horor, sedangkan Dara tampak jengkel dengan komentar yang tak perlu dari mulut pria itu.
"Shark bukan drama cengeng!"
"Ya, benar!" dukung Raisa.
Merasa mendapat tidak mendapat dukungan siapa pun, Leon hanya bisa mengusap-usap dagunya dan berpikir kalau seandainya Harris di sini, ia pasti akan setuju. Tapi Harris sedang menerbangkan pesawat jadi tak mungkin ia akan menang berdebat dengan ketiga makhluk wanita itu sekarang.
"Ehm, kurasa sekarang waktunya untuk kembali, Lily," ajak Leon. Raisa sudah membantu Lily membereskan barang-barangnya ke dalam tas. Satu-satunya yang belum diurus hanyalah biaya rumah sakit.
"Ah, tadi Kak Dara datang sendiri, kan? Kau ikut mobil kami saja, biar Kakakku mengantarkanmu pulang," tukas Lily.
Dara menyelipkan rambut ke belakang telinganya.
Semobil dengan pria itu? Oh tidak! Tanganku gatal ingin melemparnya dengan sepatu.
Gadis itu menggeleng.
"Ikut aku saja. Kita bisa bicara tentang drama yang sudah kau tonton. Kita bisa saling tukar info. Lagi pula aku ingin mentraktirmu minum kopi setelah kau menolongku waktu di pesawat," tukas Raisa dengan ramah.
Kelihatannya itu memang tawaran yang menarik bagi Dara daripada ia harus semobil dengan pria sombong itu.
"Kau mau mentraktirku?" goda Dara.
Raisa tersenyum dan mengangguk.
"Boleh aku memanggilmu Kakak? Sama seperti Lily sebab usiaku dan Lily sama," kilah Raisa.
"Ya, tentu saja," jawab Dara cepat.
"Hei, bagaimana dengan aku? Kalian berdua akan minum tanpa aku?" gerutu Lily.
Bibirnya cemberut. Minum kopi bukanlah hal yang boleh dilakukannya sekarang tapi ia benar-benar ingin ngobrol dengan Dara dan Raisa dengan topik yang menarik yaitu dengan drama Korea.
Dara menggeleng cepat.
"Tidak boleh minum kopi!"
"Kau masih belum boleh minum kopi."
Dara dan Leon bicara dalam waktu yang bersamaan. Keduanya terdiam lalu saling menatap untuk beberapa lama. Leon berani mempertaruhkan apa yang dimiliknya untuk mengetahui apa yang sedang dipikirkan wanita itu karena wanita itu meskipun dengan wajah yang anggun menatap Leon namun sorot matanya menyiratkan suatu aura yang membuat Leon bergidik.
Hanya seorang pria yang gemar berpura-pura memperhatikan adiknya.
Raisa mendehem.
"Entah mengapa aku merasa kalian berdua akan menjadi pasangan yang cocok," kilahnya.
Dara mendelik sedangkan Leon tampak menyeringai tajam pada pengacaranya. Ia merasa perlu memberikan peringatan pada mulut usil Raisa. Dan ia akan melakukannya kalau mereka sedang berdua nanti di kantornya.
Lily cekikikan sambil mengibaskan tangannya. Gadis itu memang merasa kalau kakaknya Leon agak terlalu memperhatikan Dara, ia menduga hal itu dikarenakan ia pernah mengatakan kepada Leon kalau Dara sama sekali tidak akan meliriknya. Dan ia cukup senang karena Leon merasa begitu. Leon yang playboy memang perlu diberi pelajaran karena selalu menganggap kalau semua wanita akan menyukainya. Selain Dara, mungkin Raisa saja yang tak pernah tertarik padanya. Leon mengganti pasangan segampang ia mengganti kemejanya.
Lily tak pernah menyukai kedua mantan kakak iparnya. Ia juga tak pernah menyukai semua mantannya Leon. Kalau ia bisa memilih pasangan untuk Leon, ia akan memilih Dara tapi seperti yang ia katakan sebelumnya kalau temannya itu tak mungkin akan menyukai Leon. Dara tipe keibuan sedangkan Leon menyukai wanita yang high class.
"Kak Dara, ayo kita pergi," tukas Raisa sambil menggandeng tangan Dara.
Lily memberinya tatapan jengkel.
"Kalian berdua berjanjilah padaku akan mengajakku jika aku sudah sembuh," pinta gadis itu dengan nada memohon.
Dara menatapnya dan mengangguk.
"Bye Lily," pamit Raisa.
"Raisa, bukankah kau harus kembali ke kantor?"
Raisa mendengus jengkel. Ia dan Dara baru melangkah sampai ke pintu ketika mendengar Leon berkata demikian.
"Hari Sabtu," tukasnya santai lalu mengamit tangan Dara dan meninggalkan ruangan itu meninggalkan Leon yang jengkel entah untuk alasan apa.
***
Malam itu Lily baru saja hendak berselca ria di apartemen Leon ketika Bima mengirimkan chat di aplikasi whatapps-nya.
Hai Lily, sudah baikan?
Lily tersenyum dan mengetik di smartphonenya.
Agak baikan. Trims. Mau makan malam bersamaku? Aku lagi malas makan sendirian :)
Lily kembali meletakkan ponselnya di atas meja sambil mengetuk-ngetuknya jarinya menunggu chat lanjutan.
Dr. Milkyway.
Aku ada di Pepper Lunch. Ayo turun! Aku tidak suka menunggu lama.
Lily tersenyum. Bima tidak pernah mengecewakannya. Tidak seperti Leon yang memiliki prinsip lebih baik memberikan kartu kreditnya kepada Lily daripada menemani Lily shopping, Bima selalu bersedia menemaninya belanja bahkan untuk hal-hal yang tidak penting. Bahkan ibunya Lily selalu mengatakan kalau Leon itu anak durhaka karena tidak pernah mau menemaninya dan Lily belanja kalau mereka sedang berkumpul di Singapura.
Dengan terburu-buru gadis itu mengganti pakaian yang dikenakannya dengan dress manis berwarna putih tanpa banyak detil lalu memoles sedikit lipstik kemudian menemui Bima dengan menggunakan lift menuju restoran yang dimaksud Bima yang terletak di lantai dasar.
Lily masih berusaha menenangkan degup jantung selama berada di dalam lift. Bima, sahabat Leon memang selalu membuatnya merasa seperti remaja yang baru mulai mengenal cinta.
Gadis itu mulai menyukai Bima bahkan sebelum ia berpacaran dengan Max Lee. Lily bahkan tidak ingat sejak kapan ia mulai menyukai Bima namun pria itu selalu mengisi mimpi-mimpinya yang indah di saat ia remaja namun Bima tetap saja menganggapnya bocah ingusan sampai Lily merasa lelah mengharapkannya. Saat Bima menikah dan pindah ke Jakarta, Lily sedang pacaran dengan Max, saat istri Bima meninggal Lily juga sedang pacaran dengan pembalap itu. Sekarang Bima kembali ke Medan dan Lily sadar kalau sebenarnya hatinya tidak pernah sepenuhnya melupakan cinta pertamanya.
Lily mencoba bernafas dengan normal ketika ia berada di depan restoran Pepper Lunch. Seorang pelayan mempersilahkan ia memesan tapi Lily mengatakan padanya kalau ia sudah ditunggu seseorang di dalam. Pelayan itu mempersilahkan ia masuk. Ia mencari sosok dokter dengan kulit eksotis dan bermata bulat itu. Dan ia syok karena Dr. Milkyway sedang bersama dengan seorang wanita. Wanita itu membelakanginya.
Nafas Lily tercekat. Ia hampir mengurungkan niatnya menemui Bima namun Bima sudah terlebih dahulu melihat kedatangannya dan melambaikan tangannya. Mau tak mau Lily berjalan ke tempatnya dengan kepala ditegakkan.
"S-selamat malam," sapa Lily dengan datar.
Bima tersenyum dan mempersilahkan ia duduk. Lily duduk di samping Bima sambil melirik gadis di depannya. Gadis dengan garis wajah tegas dan anggun. Anggun seperti Dara namun wajah Dara tidak sejutek gadis ini. Sekali lirikan Lily sudah langsung tidak menyukainya.
"Lily, kenalkan ini Dr. Marina. Marina, Lily, adik temanku," tukas Bima memperkenalkan keduanya.
Marina mengulurkan tangannya menyalami tangan Lily tapi Lily tahu kalau wanita itu sebenarnya enggan menyalaminya. Lily mulai merasa tidak enak harus berada di antara Bima dan wanita ini dan ia masih mencari cara agar bisa lolos dari sini tanpa menyinggung Bima.
"Lily ini adik Leon bukan yang dulu kau kenalkan padaku?" tanya Marina dengan suara manja yang terlalu palsu.
Dari kata-katanya terakhir Lily sadar kalau ia sedang menegaskan kalau Lily hanya seorang adik dari teman Bima.
"Kau mau pesan apa Lily? Tadi kami sudah pesan," tukas Bima.
Lily menggigit bibirnya sendiri. Lebih baik ia menelan batu daripada harus makan malam bersama kedua orang ini.
Leon bangkit dari duduknya berniat menemani Lily memesan menu tapi Lily malah menggeleng pada Bima dan berkata, "Aku ada janji dengan Raisa. Aku turun karena ingin mengatakannya padamu. Maaf."
"Ah, begitu. Padahal Leon titip pesan padaku untuk memperhatikan makan malammu," tukas Bima.
Kakak durhaka!
Lily mengumpat-umpat dalam hati. Akan lebih baik ia masuk rumah sakit karena maagnya kambuh daripada harus melihat Bima berkencan dengan dokter barbie ini.
Lily bangkit dari duduknya dan memasang senyum terbaik yang bisa diberikannya untuk wanita itu.
"Senang berkenalan denganmu, Dok. Bye Dr. Milkyway," tukasnya.
Kemudian tanpa menoleh lagi ia melangkah meninggalkan Pepper Lunch.
Hancur?
Oh tidak!
Lily Gayatri tidak akan hancur dengan masalah sepele seperti ini. Yang ia perlukan sekarang adalah teman. Ia langsung menelepon Raisa ketika ia berada di luar Pepper Lunch.
Panggilannya diangkat setelah panggilan kedua.
"Halo."
"Rai, kau ada waktu?"
"Lily? Ah, aku baru selesai yoga di Sun. Kenapa?"
"Dekat apartemen Kak Leon. Ayo, kita nonton," tukas Lily dengan nafas sesak.
"Nonton? Film apa?"
"Entahlah. Apa saja. Drama Korea gimana?"
Raisa diam sejenak.
"Kalau nontonnya di apartemen Leon aku sedikit tidak nyaman," tukasnya.
Lily terbahak.
"Ya sudah, kita nonton di rumahmu saja," usul Lily.
"Ajak Dara?"
"Hm, rasanya tidak. Dara pulang ke rumah orang tuanya. Tadi dia sempat meneleponku dan menanyakan keadaanku," tukas Lily.
"I see. Oke, tunggu aku sepuluh menit lagi di Magnum. Eh, jangan makan sembarangan," pesan Raisa sebelum memutuskan telepon.
***
Hai! Thankies udah baca. Leon udah dalam bentuk novel lho. Kamu bisa pesan melalui wattpad saya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top