♥ 1. Selalu Ada Awal Untuk Sebuah Kisah ♥
DON'T WANT TO MARRY AGAIN
Chapter 1 : Leaving on A Jet Plane
Raisa merasa mual ketika pesawat itu sudah terbang setinggi 35.000 kaki di atas permukaan laut. Leon yang duduk di sampingnya memberikan kantung yang disediakan di kursi penumpang kepadanya namun Raisa malah menepis kantung itu dan melepaskan sabuk pengamannya. Ia langsung bangkit sambil menutup mulutnya dengan tangan dan menuju toilet kelas bisnis. Tapi lampu di depan toilet menunjukkan kalau toilet itu sedang dipakai. Raisa hanya bisa mengumpat dalam hati.
Ia benci terbang, ia benci pilot, ia membenci pramugari, bahkan walaupun ia terbang bersama Leon, kliennya yang bisa menyediakan tiket kelas bisnis untuknya tetap tidak bisa membuatnya nyaman bepergian dengan pesawat.
"Mam, may I help you?"
Raisa mengibaskannya tangannya. Didekati pramugari makin membuatnya mual. Ia segera meninggalkan toilet kelas bisnis dan menuju toilet kelas ekonomi.
Persetan, pikirnya. Harusnya ia boleh menggunakan toilet manapun. Ia melewati kursi Leon yang tampak kuatir dengannya tapi pria itu sama sekali tak membantunya karena ia lebih suka main mata dengan pramugari bertubuh seksi itu. Raisa benar-benar ingin menendang kaki Leon.
Raisa berhasil mencapai toilet kelas ekonomi tanpa memuntahkan isi perutnya. Ia mengumpat mengapa harus menerima ajakan minum kopi dari Leon sesaat sebelum masuk ke pesawat. Di depan toilet, seorang wanita berusia kira-kira tiga puluhan mengantri bersama seorang anak perempuan. Tapi ketika toilet terbuka, wanita itu mengasihani dirinya dan membiarkannya memakai toilet dulu. Kondisi Raisa terlalu tidak memungkinkan untuk mengucapkan terima kasih padanya. Ia hanya menyerbu toilet lalu memuntahkan isi perutnya di toilet. Ia bahkan tidak sempat mengunci pintu.
Wanita yang berada di depan itu mengetuk pintu.
"Anda baik-baik saja?" tanyanya. Ia lalu meminta anaknya masuk ke toilet lainnya sementara ia mendorong pintu toilet yang dipakai Raisa. Raisa tak bisa menjawab.
"Anda perlu obat anti mabuk?" tanyanya lagi. Raisa menggeleng-geleng. Ia telah memuntahkan hampir semua isi perutnya. Kini kepalanya berdenyut tapi ia lega dan juga lemas.
"Atau kau perlu minyak telon? Aku punya minyak itu," tukasnya. Suara wanita itu enak didengar dan terdengar lembut di telinga. Raisa mengangguk-angguk lemah. Wanita itu mengeluarkan botol minyak telon dari dalam tasnya dan menuang minyak itu ke dalam telapak tangannya kemudian membantu Raisa menggosok bagian tengkuk Raisa. Gadis itu merasa sedikit nyaman dengan pijatan itu.
"T-trims," bisik Raisa. Wanita itu mengangguk.
"Kau ingin pramugari membantumu kembali ke tempat dudukmu?" tanyanya.
Seribu kali tidak.
Raisa menggeleng lalu mencoba berdiri tegak. Wanita itu masih tampak kuatir.
"Mom, can u help me? I can't pee alone" tukas gadis kecil itu dari toilet yang satunya.
"Okay," jawab wanita itu. Lalu ia menyerahkan minyak telon itu ke tangan Raisa.
"Kau mungkin membutuhkan ini. Bawalah," tukasnya. Raisa mengucapkan terima kasih dalam bentuk gumaman. Lalu berjalan agak sempoyongan sementara wanita itu sudah berpindah ke toilet lainnya di mana gadis kecil itu menunggunya. Raisa berhasil mencapai kursinya. Ia menarik nafas lega sambil menghirup harum minyak telon dari dalam botolnya.
"Minyak apa yang kau pakai? Baunya tak sedap!" omel Leon di sampingnya. Raisa terlalu lelah untuk mendebat kliennya yang satu ini.
"Shut up!"
Leon terkekeh.
"Lucu! Kau punya mantan suami pilot tapi kau takut terbang," cemooh Leon pedas. Raisa tidak menjawab, ia membuka tutup botol minyak telon dan menuangkannya ke dalam telapak tangannya.
"Raisa, bisakah kau tidak memakai minyak itu lagi? Kepalaku pusing!" omel Leon.
Raisa malah sengaja menghirup harum minyaknya sampai harum ini memenuhi indera pemciumannya.
"Untung ada wanita itu," tukas Raisa lalu ia menoleh ke belakang, tempat kelas ekonomi. Kain pembatas antara kedua kelas penumpang itu tidak tertutup sempurna. Raisa tersenyum pada seorang gadis kecil yang duduk bersama wanita yang memberikan minyak telon itu padanya. Gadis kecil itu membalas senyuman Raisa.
"Wanita yang mana?"
"Wanita itu lebih menyenangkan dari pramugari mana pun," tukas Raisa. Leon cukup penasaran, ia menoleh ke belakang, namun yang dilihatnya adalah seorang gadis kecil yang menjulurkan lidah padanya. Leon bergidik. Ia tidak suka anak-anak.
***
Dara tersenyum ketika seorang anak yang merupakan seorang murid baru di kelasnya itu takut-takut menyebutkan namanya. Orang tua anak itu baru saja pindah dan si anak harus ikut pindah sekolah. Orang tua anak itu kuatir kalau anak itu akan kesulitan beradaptasi namun Dara berjanji akan sebisa mungkin membantu anak itu.
"Selamat pagi, Justin," sapa Dara lembut. Anak yang berambut tebal dan hitam itu masih bersembunyi di belakang ibunya. Dara tidak ingin terlalu terburu-buru hingga akhirnya anak itu akan makin ketakutan.
"Kau mau mengatakan lagu apa yang bisa kau nyanyikan untuk Bu Guru?" tanya Dara. Lily, rekan Dara yang menangani kelas sebelah memperhatikan Dara menangani anak itu. Lily yakin kalau sebentar lagi anak bernama Justin itu akan akrab dengan Dara. Ia selalu mengatakan Dara memiliki kekuatan magis. Anak-anak selalu menyukai senyum Dara yang tenang.
Justin sekarang sudah tidak bersembunyi di balik ibunya. Ketika Dara mengulurkan tangannya, anak itu menyambutnya. Dugaan Lily benar, tidak ada anak yang tidak menyukai Dara.
Dara termasuk guru lama di TK swasta ini sementara Lily baru satu tahun terakhir ini menjadi guru. Dara sudah memiliki satu anak perempuan yang masih berusia 4 tahun juga bersekolah di sini dan Dara adalah orang tua tunggal. Suami Dara meninggal dalam suatu kecelakaan mobil beberapa tahun yang lalu. Kejadian itu membuat Dara terpukul sampai ia tidak berniat menyetir lagi. Selama berteman dengan Dara, Lily tidak pernah mendengar kabar kalau Dara pernah menjalin hubungan dengan pria mana pun. Lily pernah memancing Dara dengan pertanyaan apakah Dara berkeinginan untuk menikah lagi tapi Dara tidak pernah mau menjawab. Lily menganggap Dara terlalu mencintai suaminya sampai ia tidak memiliki keinginan untuk menikah lagi.
Lily tersenyum ketika melihat Justin sudah mau menggandeng tangan Dara. Ketika akhirnya ia menghampiri Dara, Justin bahkan mau melambaikan tangan pada ibunya dan ibunya berjanji akan menjemputnya sepulang sekolah. Justin tidak menangis ketika ibunya pergi.
"Selamat pagi, Bu Dara," sapa Lily pada Dara. Dara menoleh dan membalas sapaan gadis yang wajahnya bak boneka dibarengi dengan senyuman.
"Pagi, Bu Guru Lily."
Lily mendekat dan berbisik di telinga Dara, "Kemarin aku download drama Shark. Ada namja[1] Kak Dara di sana," bisik Lily melupakan panggilan formalnya kepada Dara. Mata Dara berbinar tapi ia tidak mengatakan apa-apa karena Justin menggoyang-goyangkan tangannya.
"Bu Gulu, Justin mau ke toilet," tukas Justin dengan polosnya. Dara tersenyum.
"Ayo, Ibu akan menunjukkan di mana tempatnya," tukas Dara sambil menggandeng tangan anak itu meninggalkan Lily.
Tapi ketika melewati Lily ia sempat berbisik, "Pinjam copy."
Lily mengangguk beberapa kali. Ia dan Dara sama-sama penggemar drama Korea tapi keduanya lebih suka menonton genre action dibandingkan romance yang menurut keduanya membosankan. Kalau Lily menyukai Lee Junki yang bermata kecil, Dara menyukai Lee Soohyuk yang memiliki wajah yang unik.
Lily bahkan pernah mengusulkan pada Dara agar mereka berdua menabung dan jalan-jalan ke Korea. Mungkin saja mereka beruntung dan bisa bertemu dengan Lee Junki dan Lee Soohyuk ketika sedang berada di sana. Dara menanyakan berapa persen kemungkinannya mereka berdua bisa bertemu dengan kedua aktor itu sambil tertawa.
"Bu Lily, di mana Mommy?"
Lily tersentak ketika seorang gadis kecil bermata sipit dan berkepang dua menggoyangkan tangannya. Gadis kecil yang menggemaskan dengan pipi montok yang mirip ibunya, Anggraini Rhea, putrinya Dara.
"Anggra, selamat pagi. Mommy baru saja mengantar Justin ke toilet," tukas Lily.
"Oh, Bu Lily piket di taman bermain kan? Bu Lily temani Anggra bermain dong," pinta gadis kecil itu. Lily tersenyum lalu menggandeng tangan mungil anak itu menuju taman bermain.
Anggraini berlari-lari kecil menyongsong ayunan kosong di taman bermain. Lily ingin mengingatkannya untuk tidak berlari ketika ia merasa nyeri menyerang perutnya.
"Aduh!" Lily meringis.
Perutnya seakan sedang diperas. Ia baru ingat kalau ia tidak makan sejak kemarin siang. Terakhir ia makan sewaktu kakaknya Leon mengajaknya makan siang bersama di restoran Jepang.
Lily memegangi perutnya sambil berjongkok. Ia memang tidak diet, tubuhnya sudah langsing, ia hanya sering lupa makan.
"Bu Guru Lily, Bu Guru kenapa?" tanya Anggraini kuatir. Wajah Lily tampak puat pasi dan ia tak bisa menjawab pertanyaan Anggraini.
"Mommy, Mommy, Bu Guru Lily sakit!" teriak anak itu sambil mengejar Dara yang muncul dia taman bermain bersama Justin. Dara berlari mendekati Lily. Keringat dingin sebutir jagung jatuh dari kening Lily.
"Lily, kau sakit?"
Wajah Lily tampak pucat. Tangannya dingin ketika Dara menggenggam tangannya.
* Hai fans Tristan, PMC saya share di sini. Sebagai bentuk kegagalan saya. Hehehe. Selamat berkenalan dengan Leon, kakak dari Lily Gayatri, sahabat Tristan Benedict Lie.
[1] pria, bahasa Korea
SAYA MEMUTUSKAN UNTUK UNPUBLISH SEMUA FIKSI SAYA SEBAB ADA YANG MEMPLAGIAT IDE-IDE SAYA. FYI, CINDERELLA JANDA SUDAH PERNAH SAYA KIRIM KE PENERBIT DAN ADA BUKTINYA KALAU INI SAYA TULIS TAHUN LALU.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top