XVI - Rumah Vin
"AAAAA—hmpph"
Sebuah tangan besar dengan cepat membekap mulutku, membuatku berhenti berteriak. Justru aku hampir kehabisan napas sekarang. Dengan napas yang megap-megap, aku mencoba mataku untuk tetap terbuka, ku lihat intens sepasang mata di atas ku ini, oh God, benar dugaanku. Matilah aku.
Dengan kekuatan seadanya, kakiku yang tidak sakit menendangnya kuat sampai terhempas menubruk lemari. Masker lelaki itu pun turun dengan sendirinya, memperlihatkan wajah yang mirip dengan orang yang ku kenal.
"Oww.." Ia mengerang, mengusap bokong serta tempurung kepalanya. Rambutnya yang hitam dibuat berantakan karena usapan tangan itu. "You're so mean, oh my God!" Zayn menimpukku dengan tali yang sepertinya ia gunakan untuk memanjat ke kamar. "Aku sudah bela-belain menahan mules begitu tahu kau terkilir, padahal saat itu juga aku sedang sabar menunggu gantian kamar mandi dengan ayah, lalu kau menendang perutku tadi. Untung saja aku tidak bocor!" Zayn pelan-pelan bangun sambil memegangi perutnya. Ia bahkan sampai jalan sedikit merunduk.
Tanpa rasa malu atau tidak enak hati, ia langsung naik ke atas kasur dan bersandar di sebelahku.
Aku mendorong-dorongnya agar turun. "Kakimu kotor, keset dulu sana" Tapi karena aku sudah mengantuk, tidak cukup kuat untuk mengusirnya. Dia malah usil mengeset kakinya di kasurku. Kurang ajar. "Ish" desisku jijik, bergeser agak jauh darinya.
"Kakimu bagaimana? Sudah baikan?" Sekarang Zayn merangkak ke kakiku. Ia memperhatikan bagian yang sedikit merah. Dan tanpa ku duga, dia memencetnya!
"AAAAAA" Aku refleks berteriak, menjambak rambutnya sampai ia tertarik dan jatuh hampir menibanku. Beruntung dia sigap menahan tubuhnya dengan tangan.
"Apa yang kau lakukan?!!" seru kami bersamaan. "Kau yang apa?!" lagi-lagi mengatakannya bersamaan.
"Kenapa kau tekan kakiku?" Aku tak mau kalah.
"Aku hanya membantu memijatmu"
Aku mendengus, menatapnya garang. "Tapi kau malah menyiksaku, moron!" Tepat setelah ku pukul-pukul wajahnya, kedua tangan Zayn terpeleset, membuat jarak wajah kami makin dekat. Bodoh sekali kau, Ari.
Ia menyungging senyum ambigu, berhasil membuatku gelagapan. Tanganku bahkan tidak bisa bergerak karena tertiban Zayn. Sh1t, aku bisa gila.
"Aku tidak bisa napas, bodoh! Kau menindihku"
"Siapa suruh mau ditindih?"
"Astaga, menyingkir!" Aku mendorongnya sekuat tenaga membuatnya jatuh dari tempat tidur. Sepertinya cukup kencang sampai membuat Liam terbangun.
"Kau bicara dengan siapa, Ari?" Suara pintu ditutup disusul langkah kaki terdengar. O-ow, Liam akan kesini. Bahaya kalau dia lihat orang asing di kamarku. Tak lama, suara itu pun berhenti tepat di depan pintu kamar. Aku hendak memberitahu Zayn untuk pergi, tapi tangannya yang besar tiba-tiba membungkamku.
Zayn mencium punggung tangannya sendiri kemudian menempelkannya di mulutku.
Kriett..
Liam memasukkan setengah kepala untuk sekedar mengintip, mendapatiku yang sedang tertidur pulas. Alis matanya bertaut dibarengi kedikkan bahu sebelum kembali menutupnya.
Aku membuka sebelah mataku begitu Liam sudah benar-benar pergi, kemudian mengembuskan napas lega.
Zayn sudah pergi. Tirai kamarku berhembus tertiup angin malam dari jendela tempat keluarnya. Tak ku sangka dia bisa seperti orang misterius di film-film. Omong-omong, aku juga bangga atas akting pura-pura tidurku tadi. Ha.
Aku bangun ke posisi duduk. Tanganku bergerak menyentuh bekas punggung tangannya... sampai tersadar sesuatu.
Zayn mencium punggung tangannya, kemudian punggung tangannya itu ditempelkan padaku.
Itu artinya secara tidak langsung... dia menciumku?
*
"Lho, kenapa memangnya?" Aku mengerutkan alis. Perasaan sedikit senang dan heran bercampur aduk di benakku. "Apa Harry berubah pikiran?" Aku sedikit menyeringai dengan mata yang betul-betul berharap..
Meet and Greet Harry di London tinggal 3 hari lagi, tapi Liam baru dapat telepon kalau acara itu dibatalkan. Apa mungkin Harry berubah pikiran untuk duet denganku? Kalau iya, itu bagus sih. Tapi kesempatan pertamaku berdiri di depan para fans juga batal. Ku akui, tadinya aku sedikit bersemangat akan hal itu.
Liam melepas ponselnya dari telinga. "Bodoh, seorang Harry Styles terlalu terhormat untuk melakukan itu." Ia tertawa kecil. Liam duduk di sebelahku. "Katanya baru ketahuan ada masalah pada bagian tiket jadi perkenalanmu dialihkan."
"Dialihkan maksudnya?"
"Ke konser di O2 Arena nya"
"WHAT" Impossible. O2 Arena itu besar sekali dan fans yang datang beratus-ratus kali lipat dibanding meet and greet. "K-kau serius?" Liam mengangguk.
"Kenapa memangnya?" Kemudian menatapku heran. "Kau takut ya?" Liam menyenggol sikutku sambil menyeringai tidak jelas. "Masa Arianne yang biasanya macho takut tampil di depan fans?"
"Ti-tidak kok, apaan sih!" Tidak akan ku biarkan Liam tahu kelemahanku. "Sudah ah, aku mau pergi dulu" kataku, beranjak dari tempat tidur Liam.
"Oh ya, nanti sore, kau dan Harry harus rekaman. Jangan pulang lama. Bersyukurlah Harry berbaik hati menyusun liriknya sendiri." pesannya sebelum aku keluar kamar. Aku berpapasan dengan James, asisten Liam yang masuk ke kamar. Pasti mau memberitahu kalau ada tamu.
Benar saja, Louis Walsh duduk di ruang tamu. Para bodyguard yang ikut dengannya sedang berdiri di depan pintu rumah. Aku tersenyum sekilas begitu melewatinya. Tapi wajah lelaki itu justru terlihat sedih. Entahlah kenapa.
Kevin membukakanku gerbang. Sebuah mobil hitam sudah ada di hadapanku. Ya ampun, ini pasti...
"Hey Arianne" Vin keluar dari mobil.
Mau apa dia kesini? "Hey" sapaku balik, berusaha terlihat biasa saja di depannya. Padahal kan aku mau ke rumah Zayn.
Vin memberiku sebatang cokelat. "Ini untukmu. Kau pasti belum makan ya?" Pipiku seketika bersemu merah. Tidak, bukan karena dia memberiku cokelat. Tapi bagaimana dia bisa tahu aku belum makan daritadi? Dan apa dia tidak tahu kalau aku sedang.. diet cokelat?
"Terimakasih!" Aku langsung menaruh cokelat itu ke saku celana. "Ada apa pagi-pagi begini, Vin?"
"Katamu, kita bisa bertemu lagi kan? Ya sudah, aku kesini karena ingin bertemu denganmu" jawabnya. Aku menaikkan sebelah alis. Jawaban yang kurang masuk akal. Kita hanya bertemu satu kali dan itu sudah berhari-hari yang lalu. Dia masih ingat denganku?
"Kalau begitu, kenapa mobilmu tidak masuk ke dalam?" Aku mengetesnya. Mungkin saja jawabannya tidak masuk akal juga, padahal sebenarnya takut kalau bertemu dengan Liam.
"Aku sudah bilang pada satpam botak itu, tapi dia menanyai keperluanku apa dengan 'Tuan Liam'. Ku jawab mau bertemu denganmu, dia malah tidak memperbolehkan masuk kalau belum ada janji dengan 'Tuan Liam'. Mana aku kenal siapa 'Tuan Liam'." Sial. Ini jawaban yang masuk akal. Kevin memang selalu menanyai itu pada tiap tamu. Apalagi si Vin ini pura-pura tidak kenal Liam. Sudah pasti tidak boleh masuk. Lagipula masa iya Kevin tidak mengenal Vin? Vin ini kan kakak Sophia.
"Err.. jadi, kau mau mengajakku kemana?" tanyaku sedikit canggung.
"Ke rumahku" Dia mau menculikku? Baru bertemu sekali saja sudah mengajakku ke rumahnya. Aku diam sejenak untuk menimbangkannya. "Ya, kalau tidak mau juga tidak apa-apa sih"
Tidak, aku harus memata-matai Vin. Sophia waktu itu menyebut-nyebut 'rahasia perusahaan', aku harus cari tahu apa maksudnya. Masa iya seorang Arianne 'macho' tidak berani? Kau ini jago bela diri, Ari. Kau harus berani. "Baiklah, ayo!"
"Kau serius?" Aku mengangguk. "Okay" Vin membukakan pintu mobil untukku. Gentle sekali.
*
"Selamat datang" ucapnya setelah menaruh kunci mobil di atas meja. "Anggap saja rumah sendiri" Aku mengangguk.
Rumah Vin cukup besar. Dinding tiap ruangan penuh dengan foto. Kebanyakan foto masa kecil. Rumah ini bergaya vintage. Boleh juga seleranya.
Saat aku sedang asik melihat ke sekeliling, sebuah serpihan kertas koran terbang di depan mataku. Sepertinya terembus angin. Tapi serpihan kertas itu hanya memotong huruf 'N'?
"Viin, kau lihat charger—" Perhatianku teralih begitu mendengar suara wanita yang sepertinya ku kenal. Dan benar saja, Sophia yang baru turun dari tangga langsung berhenti bicara begitu melihatku. Sial, aku lupa kalau ini juga rumah Sophia. Habislah aku kalau ia mengadu pada Liam.
Matanya sedikit membelalak, seperti tak percaya kalau aku disini. Ia melihatku dari bawah sampai atas, lalu beralih pada Vin. "S-siapa dia?" ASDFGHJKL?! Dia tidak mengenaliku?!
"Ini temanku."
"Apa yang temanmu lakukan disini?" Sepertinya Sophia berniat mengajukan pertanyaan itu padaku.
"Kau lihat ayah?" Vin menghiraukan pertanyaan itu.
Sophia berjalan mendekati Vin, tapi matanya tak lepas dariku. Aku berusaha untuk tidak balik menatapnya, menyembunyikan wajahku dibalik rambut. "Ada di belakang, sedang main catur"
"Okay. Ayo, ku ajak kau bertemu ayah!" Vin menyeret tanganku ke belakang rumah. Aku menoleh ke belakang. Sophia masih berdiri di tempatnya melihatku. Wajahnya... entahlah. Seperti orang yang kehabisan kata-kata. Itu juga masih bercampur aduk dengan ekspresi bingung. Tak lama, ia menggelengkan kepala lalu kembali ke atas.
.
"Panggil aku 'ayah' saja" Ayah Vin tersenyum hangat. Sepertinya dia pensiunan. Gayanya sangat santai memakai celana pendek. Wajahnya... kau lihat saja maskot KFC. Persis dengannya.
"Aku Arianne." Aku membalas senyumnya. "Kau main catur sendirian?"
"Haha tidak, sebenarnya tadi sama Vin. Tapi Vin pergi menjemputmu. Kau bisa main?" Tentu saja! Aku dulu selalu menang melawan ibu. Sudah lama sekali tidak main catur.
"Bisa!"
*
"Aku menang!" seruku untuk yang ke 3 kalinya.
"Kau curang, Arianne!" Ayah Vin tidak terima. "Ulang permainannya!"
Aku memutar bola mataku. "Ayah, kita sudah mengulang permainan sampai 3 kali. Tapi tetap aku juga yang menang"
"Pokoknya ulang!" Ia menyusun caturnya kembali. Sedangkan Vin hanya tertawa-tawa daritadi.
"Terserah lah" kataku mulai bosan. Aku bertopang dagu sambil menunggu ayah Vin selesai.
Saat itu juga Sophia turun kembali. Sudah berpakaian rapi membawa tas. Ia memanggil Vin, kemudian membisikan sesuatu dengan mata melihatku. Apa yang mereka bicarakan?
Vin mengucapkan sesuatu sambil mengangguk-angguk. Tangannya mengacak-acak rambut Sophia sebelum...
Sophia tersenyum ambigu padaku.
Apa mereka punya rencana?
-bersambung-
AAAAA APA KABAR CIMIT-CIMIT ANE<3
Dedikasiin buat bellawrites aja deh ya, karena she's one of my favourite authors. Makasih bangetttt yang udah setia nunggu sampe ane selesai UN. Tapi maap ya, cuma ini yang ane bisa publish-_-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top