XLVI - "You're safe now."
Maapin kalo absurd (2) wkwkwk
***
Sebenarnya bukan hanya satu surat yang disimpan, tetapi dua.
Tanpa Vincent ketahui, sewaktu masih hidup, Simon membuat pernyataan lainnya untuk mewariskan Syco kepada Liam, karena saat dulu Simon memutuskan untuk mewariskan perusahaan pada Louis dan Vincent, dia belum bertemu dengan ibu Liam juga Liam. Dan setelah Liam tumbuh dewasa, Simon sudah menganggapnya seperti anak sendiri, jadi tentu saja menurut Simon, Liam lah orang yang pantas mendapatkan kekayaannya, meski ia hanya anak tiri.
Louis setuju, sementara mereka tahu Vincent tidak akan setuju. Dan tanpa persetujuan ketiga founder, Syco belum bisa diturunkan kepada Liam secara resmi. Maka dari itu, Liam menjemput Arianne agar setidaknya Syco tidak jatuh ke tangan Louis atau Vincent, tetapi anak kandung Simon, menurut perjanjian yang lama. Liam memasukkan surat yang menyatakan pewarisan Syco kepadanya ke dalam amplop. Tentu saja ia sudah memperkirakan Vincent terburu-buru menandatanganinya hingga tak sadar bahwa itu bukanlah surat yang ia incar. Polisi pun sudah mendapat bukti nyata bahwa dalang di balik ini semua adalah Vincent dengan membuntuti Liam semalam.
***
Zayn melihat ke sekelilingnya. Tidak ada benda tajam yang dapat memutus tali yang mengikat tangan dan kakinya, sementara ia tidak tahu tinggal berapa menit lagi tersisa sampai bom di rumah itu meledak. Asap juga sudah mulai memenuhi ruangan itu, ia berusaha sebisa mungkin untuk menahan napasnya memperhambat asap itu masuk ke paru-parunya. Zayn melihat lockcase pintu yang terkena kobaran api. Ia dengan susah payah mendekat, menempelkan dan menggesek-gesekkan tali yang mengikat tangannya ke lockcase tersebut.
"Ayo, cepatlah, cepat!"
Zayn semakin cepat melakukan gerakannya hingga akhirnya tali itu rusak perlahan-lahan.
"ARGH! FINALLY!"
Ia buru-buru melepas ikatan kakinya ketika tali itu berhasil terputus, lalu mengambil pistolnya yang tergeletak di lantai dan keluar. Ia mengambil persediaan peluru yang berhasil ia sembunyikan di kaos kakinya. Di luar belasan polisi terlihat mengecek tiap-tiap ruangan, sementara sebagian lagi mengejar Vin yang kabur. Zayn ikut mencari-cari ruangan tempat Arianne dan ayahnya disekap.
"Pak, di sini!"
Zayn mendengar salah seorang polisi berseru pada polisi lainnya. Ia berlari ke ambang pintu tersebut, di sana benar-benar ada bom yang angkanya terus mundur dan tersisa 15 menit lagi. Ada dua orang di sana. Hanya ayahnya dan sopir pribadinya.
Arianne tidak ada.
"Ayah!" seru Zayn.
Zayn masuk. Ia dan polisi lainnya membantu melepaskan ikatan di sekitar tubuh mereka. Zayn memeluk ayahnya erat-erat. Hatinya terasa sakit melihat wajah ayahnya yang kelihatannya dipukuli oleh anak buah Vincent. Dia bersumpah akan membalas perbuatan mereka.
"Ayo kita lari, Ayah!"
Zayn membantunya berdiri, cepat-cepat membawanya keluar ruangan. Ia tahu ayahnya merasa lemas, jadi Zayn terus mendekap erat tubuhnya sembari berlari ke luar rumah. Mereka tidak punya waktu banyak karena kurang dari 15 menit lagi, bom itu akan meledak. Zayn membawanya ke dalam mobil polisi.
"Ayah, tunggulah di sini. Aku akan kembali!"
Lelaki itu menutup pintu mobil dengan sedikit kasar, lalu berlari menjauh.
Di waktu yang sama, Vin yang berhasil kabur melewati pintu basement membawa Sophia dan Arianne dengannya. Bersama dua orang pengawal lainnya, ia kabur ke kebun dekat basement. Polisi sudah mengejar-ngejar mereka di belakang. Ia hanya bisa lari dengan dua orang pengawal ini karena pengawalnya yang lain sudah tertangkap polisi sebelum ia kabur.
"Vin, lepaskan aku!" jerit Sophia, memberontak di cengkraman tangan kakaknya.
"DIAM!"
DOR!
"AAAKH!"
Polisi menembak ke arah kaki Vin dan hampir mengenai Sophia. Sayangnya tembakan itu meleset.
"Sialan! Ini gara-gara kau! Ku bilang diam!" bentaknya kesal kepada adiknya.
Mereka terus berlari. Dua orang pengawal yang kabur bersamanya harus mengangkat Arianne karena gadis itu terus memberontak. Vin berniat kabur menuju mobil yang memang sudah ia siapkan di ujung kebun ini. Ia selalu bersiap jika suatu hari kejadian ini terjadi, ia dapat kabur melewati basement yang tak banyak orang ketahui dan masuk ke mobil itu.
DOR! DOR!
Tembakan kedua dan ketiga itu hampir mengenai Vin, namun lagi-lagi meleset dan justru mengenai salah satu pengawalnya.
"Brengsek!" umpat Vin mulai naik pitam.
Ia berhenti berlari dan justru berbalik. Vin mendorong Sophia dan menarik Arianne ke dekapannya, mengeluarkan sebuah pistol, lalu mengarahkan mulut pistol tersebut ke kepala Ari.
"Aku akan menembaknya jika kalian masih menembakiku!" ancamnya di depan para polisi tersebut.
Kali ini para polisi berhenti menembaknya namun tetap mengarahkan senjata api mereka ke arah Vin.
"Jariku tinggal setengah jalan lagi untuk melepaskan peluru ini dari tempatnya!" Ia berseru seraya berjalan mundur dengan masih melakukan itu kepada Ari. Ia terus mundur sampai mendekati tempat dimana mobilnya terparkir, tidak memedulikan pengawalnya yang terkapar terkena tembakan.
Mata Sophia tak sengaja menangkap sesuatu, "VIN AWAS!" Ia dapat melihat Zayn melepaskan tembakannya dari belakang mereka tanpa sepengatahuan Vin. Ia melangkah maju untuk melindungi kakak laki-lakinya dan justru peluru itu berhasil mengenai perut Sophia.
Wanita itu langsung terjatuh ke tanah memegangi perutnya yang mengaliri darah. Tangannya bergetar saat melihat darah banyak mengalir dari sana. Tak butuh waktu lama sampai ia tak sadarkan diri.
Vin Smith bergeming di tempatnya. Di saat yang bersamaan, salah seorang polisi berhasil menembak kakinya hingga ia ikut terjatuh. Meski begitu perhatiannya teralih pada tubuh adiknya yang melemah.
"S-Sophia..?" Ia memanggilnya dengan suara bergetar, tetapi tak ada jawaban, "S-Soph.."
Tangan Vin bergerak perlahan untuk menyentuh kepala adiknya, sementara tangan satunya lagi memegangi kakinya sendiri yang kesakitan, ia tetap tidak mendapat respon apapun dari Sophia.
"S-Sophia... bangun!" serunya, "Ini tidak lucu! Cepat bangun!"
Untuk pertama kalinya, tangis Vin pecah. Melihat adiknya sendiri tertembak untuk melindunginya bagaikan tamparan keras untuknya. Dan kini Sophia tidak memberikan respon apapun saat Vin mengguncang tubuhnya.
Para polisi menahan pengawal yang bersamanya, "Anda kami tangkap atas tuduhan penganiayaan, pembunuhan, dan penculikan!" Mereka menyeret Vin yang masih memberontak menolak untuk dipisahkan dari tubuh Sophia yang tergeletak. Sebenarnya Vin tidak peduli jika ia tertangkap oleh polisi ataupun tertembak sekali lagi, ia hanya ingin bersama Sophia dan memastikan adik perempuannya baik-baik saja. Tapi polisi tidak memedulikan hal itu, mereka membawanya ke mobil polisi.
Zayn berlari menghampiri Ari dan Sophia. Ia benar-benar tidak bermaksud untuk menembak wanita itu. Ia berniat untuk mengambil kesempatan selagi perhatian Vin tertuju pada polisi, tak ia sangka Sophia menyadari keberadaannya dan bahkan melindungi kakaknya itu.
Zayn terlebih dulu membuka ikatan pada tangan Ari, lalu beralih pada tubuh Sophia, "Sophia! Sophia!" Zayn mengguncang tubuhnya, namun wanita itu benar-benar tidak merespon apapun.
"Sophia! Bangun!!" seru Ari. Merasa khawatir pada Sophia adalah hal terakhir yang tak pernah ia duga sebelumnya. Keadaan Sophia benar-benar pucat dan diam seperti ini membuatnya panik setengah mati, "Sophia! Jika kau mendengarku, tahanlah sebentar lagi! Tim medis sedang berlari ke arah sini!"
Tim medis yang datang dengan polisi berlari ke arah mereka bertiga. Mereka mengangkat tubuh Sophia ke tandu dan langsung memakaikan masker oksigen sesampainya di mobil. Zayn dan Ari berlari menyusul. Mereka dapat melihat Sophia terbaring pucat dengan kening yang dipenuhi oleh keringat dingin. Mobil itu langsung berangkat untuk segera membawanya ke rumah sakit terdekat.
"Astaga.." Zayn menutup mulutnya dengan telapak tangan. Ia berharap wanita itu akan baik-baik saja, jika tidak, ia pasti akan merasa bersalah seumur hidupnya.
"Hei, hei.." Ari menyentuh kedua pipinya, "She's going to be alright." Gadis itu berusaha menenangkannya, "Tapi kita harus segera lari dari sini! Kita tidak punya banyak waktu lagi!" Ari menarik tangan Zayn untuk segera lari dari kawasan itu.
Zayn menggenggam tangan Ari sambil mempercepat larinya ke tempat mobilnya terparkir. Bahkan mobil-mobil polisi sudah menjauhi rumah milik Vincent itu. Sial, tapi tempat itu cukup jauh dari posisi mereka sekarang. Sambil terus menggenggam tangan Ari, ia menoleh ke belakang untuk memastikan bom itu belum meledak.
4.. 3.. 2.. 1.. 0..
DUAARR!
"AAKKHH!!"
Zayn dan Ari refleks melayangkan tubuh mereka sendiri ke balik pohon besar. Zayn memeluk Ari untuk melindunginya dari puing-puing bangunan rumah Vincent yang hancur dan bertebaran. Beruntung ledakan itu tidak mengenai mereka yang berlindung di sana, namun mereka tetap bisa merasakan hawa panas dan melihat bagaimana rumah Vincent dan rumah-rumah di sekitarnya yang tadinya berdiri kokoh kini hancur. Hampir seluruh bangunan itu tidak ada lagi di sana. Untung saja polisi sudah menetralkan kawasan itu jauh sebelum Zayn dan Sophia datang ke sini, jadi tidak ada korban dalam peristiwa ini.
Napas mereka berdua terengah-engah. Degup jantung mereka seolah dapat langsung terdengar oleh telinga mereka atas apa yang baru saja terjadi. Ari seumur hidup tidak pernah membayangkan bahwa kejadian yang biasanya hanya ia lihat di film-film kini terjadi padanya. Ari bahkan masih tidak percaya bahwa ia sudah lepas dari sanderaan keluarga Smith.
"Are.. are you okay?" tanya Zayn yang memecah lamunannya. Zayn menyentuh kedua pipinya. Ia bertanya apakah Arianne baik-baik saja disaat dirinya sendiri masih merasa kacau dan berantakan. Ari hanya mengangguk sebagai jawaban. Setidaknya Zayn dapat bertemu dengannya lagi setelah berhari-hari ia frustasi mencarinya dan ayahnya.
Ari menghela napas berat. Ia menegak ludahnya berkali-kali untuk menahan tangisannya, tapi tetap saja tangisan itu akhirnya pecah. Sepertinya ini sudah lama sekali semenjak ia menangis di hadapan Zayn. Ari hanya merasa shock dan ia tidak dapat memendam emosinya lebih lama lagi atau melampiaskan emosi itu dengan marah-marah seperti bagaimana ia terus melawan ketika disandera oleh Vincent. Seberapapun beraninya ia untuk melawan, tentu saja ia tetap merasa takut, dan ketika ia menyadari kenyataan bahwa sekarang ia sudah bebas benar-benar membuatnya merasa terlahir kembali.
"Sshh.."
Zayn membawanya ke dekapannya dan memeluknya erat-erat.
"You're safe now."
Just close your eyes
The sun is going down
You'll be alright
No one can hurt you now
Come morning light
You and I'll be safe and sound.
"Arianne, aku ingin kau bertemu seseorang sekarang."
-bersambung-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top