Cincin Emas Sang Malaikat
Di sebuah desa berwarna abu-abu ada sebuah legenda yang menyebut cincin emas sang malaikat dapat menyelamatkan hidup mereka yang hampa. Dikabarkan cincin tersebut mampu mencerahkan kehidupan si pemakainya.
Desa itu tak pernah memiliki warna, penduduknya suram dan lesu. Pada suatu hari, kota tersebut kedatangan seorang anak laki-laki bersurai pirang. Anak kecil itu bernama Gilbert, berasal dari kota sebelah yang terkenal makmur.
Tidak banyak orang yang bersedia pindah ke desa abu-abu. Hanya seseorang yang di buang dan cacatlah yang terpaksa harus pindah.
Gilbert yang terlahir buta dengan cepat dapat beradaptasi di lingkungan barunya. Anak yang tak pernah mengenal warna itu tidak menyadari perbedaan desa tersebut dengan kota tempat tinggalnya dulu.
Anak itu menjalani kehidupannya dengan membantu pasangan petani tua. Sampai pada usianya menginjak remaja, kehidupannya masih tak memiliki banyak perubahan.
...
Pada pertengahan musim panas. Kakek yang mengurusnya meninggal dunia. Seharian itu ia menangis, mencurahkan kesedihannya di bawah pohon persik. Pada saat itulah ia mendengar suara merdu seorang wanita. Gilbert mencari asal suara tersebut, menoleh kesana-kemari meskipun tahu dirinya tak memiliki secercah pun indra penglihatan.
"Apa yang membuat mu sedih?" Suara itu bertanya.
Menyadari hanya dirinya satu-satunya orang yang menangis di bawah pohon persik. Gilbert menjawab. "Pagi ini kakek yang baik hati telah berangkat ke surga."
"Surga adalah tempat yang nyaman. Seharusnya kau bersyukur kakek itu telah pergi ke tempat yang lebih baik."
Gilbert bisa memahami maksud dari wanita misterius tersebut. Pemuda itu mengangguk sambil menjawab. "Aku hanya merasa kesepian karena telah di tinggal olehnya."
Setelah itu, suara wanita itu menghilang. Padahal sedari tadi Gilbert tidak mendengarkan langkah kaki, namun nampaknya wanita itu telah meninggalkannya sendirian di tengah hutan.
Beberapa kali Gilbert mendatangi tempat yang sama, di waktu yang sama. Ia berharap bisa mendengarkan suara merdu itu sekali lagi. Namun wanita itu tak pernah menunjukan dirinya, bahkan setelah 10 tahun berlalu semenjak pertemuan ajaib mereka.
Kini Gilbert telah menjadi seorang pria dewasa. Ia yang sudah tak tinggal di desa abu-abu, masih menyempatkan dirinya untuk datang ke tempat yang sama, dengan harapan yang sama.
Pada saat itulah lelaki itu menyadari, bahwa dirinya telah jatuh cinta pada seorang wanita misterius bersuara merdu. Ia tak bisa melupakannya, ia terobsesi untuk menemukan wanita itu.
Suara yang di dengarnya sangatlah jernih, juga lembut. Gilbert selalu mengingatnya dengan jelas, bagaimana suara merdu itu menggema di telinganya. Sayangnya harapannya untuk bertemu sang pujaan hati tak pernah terkabulkan.
Karena Gilbert mendapatkan tawaran adopsi dari keluarga bangsawan.
Meskipun memiliki cacat fisik, Gilbert adalah seorang yang pintar dan berparas tampan. Semenjak meninggalkan desa abu-abu, Gilbert bekerja sebagai seorang seniman yang membuat kotak musik.
Seperti sebuah kebetulan yang ajaib. Keluarga bangsawan yang ingin mengadopsinya mempunyai seorang putri bungsu yang jatuh cinta pada ketampanan dan kebaikan hati Gilbert. Mengetahui hal tersebut, sesuai dugaannya, sebagai syarat untuk masuk kedalam keluarga tersebut, tentu saja ia harus menikahi sang putri, dan ia tak bisa menolak tawaran itu begitu saja.
...
Untuk terakhir kalinya, Gilbert pergi ke bawah pohon persik. Kali ini ia membawa tunangannya. Setelah bertahun-tahun menanti. Kali itu harapannya terkabul, ia mendengar suara merdu yang selama ini ia dambakan.
"Semoga kalian berbahagia."
Demikian suara itu berkata. Gilbert yang di landa rasa panik langsung menanyakan bagaimana rupa si pemilik suara tersebut pada tunangannya. Alhasil, tunangannya menertawakannya.
"Tidak ada siapapun kecuali kita berdua di sini," ujar tunangannya dengan suara riang, ini pertama kalinya Gilbert bercanda dengannya.
Jawaban tersebut membuat lelaki itu terpaku di tempatnya. Ia sama sekali tidak ada maksud untuk bercanda, namun ia tidak memberi tahu kenyataan tersebut kepada tunangannya. Tapi berkat reaksi tunangannya itu. Gilbert mulai menyadari identitas asli dari pujaan hatinya.
Setelah itu Gilbert menceritakan legenda cincin emas sang malaikat dan bagaimana sang malaikat mengubah kehidupan seorang anak laki-laki kepada tunangannya.
Hari itu tidak biasanya mereka berdua berbincang lama. Bagaikan anugrah untuknya. Sang putri yang selama ini merasakan cinta bertepuk sebelah tangan. Pada hari itu, perasaannya baru terbalaskan.
...
Puluhan tahun telah berlalu. Pada generasi ketiga, cucu perempuan Gilbert di beri nama Agelica. Gadis remaja perparas cantik jelita dan bersuara merdu, persis dengan diskripsi malaikat yang ada di dalam dongeng tidur yang di ceritakan secara turun temurun.
Suatu hari, di pinggir jalan menuju ke sekolahnya Angelica menemukan sebuah toko antik yang menjual berbagai lukisan. Salah satu di antaranya menarik perhatian gadis tersebut.
Sebuah kanvas berukuran sedang di pajang di depan toko. Gadis itu mengulurkan tangannya, mencoba menyentuh permukaan cat minyak yang sudah lama mengering. Semakin ia melihat lukisan tersebut, semakin jantungnya berdetak kencang.
Gadis itu tidak pernah melihat lukisan itu. Namun terasa nostalgia dan familiar.
Di tengah gadis itu melamun. Sesaat kemudian seorang lelaki dewasa mendatangi dirinya.
Dari penampilannya lelaki itu sepertinya dia adalah sang pemilik toko.
"Cincin emas sang malaikat," ujar lelaki itu memberitahu. "Kulihat kau sangat tertarik pada lukisan ini. Apa kau pernah mendengar legenda tersebut?"tanyanya bersamaan dengan Angelica yang menoleh ke arahnya.
Lukisan tersebut tergambarkan sang malaikat yang menyerahkan cincin emas pada seorang anak laki-laki di bawah pohon persik. Gambaran yang sama dengan yang setiap kali muncul di dalam imajinasi Angelica setiap kali ibunya mendongeng.
"Aku sering mendengarnya dari ibuku," jawab Angelica malu-malu. "Tidak kusangka dongeng itu terkenal."
Sang pemilik toko tersenyum kecil. "Menurutmu bagaimana nasib sang malaikat?" tanyanya lagi.
"Bagaimana nasib sang malaikat?" Pertanyaan itu kembali diulang.
Angelica tak memahami pertanyaan tersebut. Di dalam dongeng yang di dengarnya tidak pernah di ceritakan bagaimana nasib sang malaikat, ia hanya mendengar bagaimana kehidupan si anak laki-laki buta.
"Cinta sang malaikat tak pernah terbalas, karena anak laki-laki yang sudah dewasa itu memutuskan untuk menikahi sang putri bangsawan."
Jawaban itu sungguh di luar dugaan. Angelica tidak pernah menyangka bahwa sang malaikat memiliki perasaan serupa pada Gilbert, anak laki-laki di dalam dongeng tersebut.
"Selama anak laki-laki itu tinggal di desa abu-abu, sang malaikat selalu mengamatinya. Agar dirinya bisa kembali ke surga dan menyelesaikan hukumannya ia harus memberikan cincin emas miliknya pada orang yang di cintainya."
Saat itu, entah kenapa senyum lelaki itu menunjukan rasa kesepian. Melihat raut wajah sang pemilik toko, tanpa sadar Angelica menjabat tangan lelaki itu. Mungkin seperti dirinya yang hanya mendengarkan cerita dari sudut pandang anak laki-laki di dalam dongeng, sang pemilik toko hanya mendengarkan cerita dari sudut pandang sang malaikat.
Apabila kedua sisi di gabungkan, dongeng itu terdengar indah namun menyakitkan. Meskipun begitu, setidaknya mereka tahu cinta sang malaikat dan anak laki-laki itu bukanlah cinta yang bertepuk sebelah tangan..
END
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top