Simbiosis
Simbiosis adalah hubungan antara dua jenis makhuk hidup yang berbeda untuk memperbesar kemungkinan bertahan hidup. Pelajaran di sekolah mengajarkan, dalam simbiosis ada bermacam-macam jenisnya. Ada yang saling menguntungkan; ada yang satu diuntungkan sementara yang lain tidak dirugikan; dan tidak lupa hubungan berat sebelah, di mana yang satu diuntungkan sementara yang lain dirugikan.
"Kayaknya kamu dimanfaatin sama Si Alpha itu, deh ... Gong!"
Yang bicara adalah ketua kelas kami saat itu. Sebetulnya dia tidak memanggilku Bagong, juga tidak memanggil temanku dengan sebutan Si Alpha, tetapi kutulis begitu saja supaya tidak membingungkan.
Sejak Si Alpha sering menghabiskan waktu di sekolah bersamaku, kasak-kusuk pembicaraan soal hubungan kami yang terlihat bagai tuan dan pelayan mulai terdengar. Namun baru kali ini ada yang bicara langsung kepadaku. Itu juga kali pertama ada orang selain Si Alpha yang membicarakan hal di luar urusan sekolah denganku.
"Tadi dia nyontek PR bahasamu, kan? Pasti karena dia sering tidak masuk jadi cuma bisa mencontek tugas anak lain. Pak Su'eb jadi marah-marah karena karangannya persis."
Terus-terang saat itu aku agak bingung dan bertanya-tanya, mengapa ketua kelas tiba-tiba menemuiku untuk membicarakan soal kemarahan Pak Su'eb. Aku, Si Alpha, dan beberapa anak sekelas yang lain sudah menerima omelan langsung dari Pak Su'eb di kelas tadi. Sebagai hukuman, bukan hanya nilai tugas kami dikurangi, kami juga mendapat tugas mengarang tambahan.
Seumur-umur, baru kali ini aku mendapatkan paket komplet: Dipanggil ke depan kelas; diomeli karena ketahuan saling contek tugas; dan diberi hukuman. Kaget, bingung, ditambah keringat dingin karena ketakutan yang membasahi punggung, semua kurasakan sekaligus. Rasanya jantungku bisa lompat keluar menembus kancing-kancing kemejaku, saking kencangnya berdebar.
Nilaiku biasa-biasa saja jadi selama ini aku selalu cari aman. Ujian maupun tugas sehari-hari selalu kukerjakan sendiri. Lagipula, siapa sih yang mau mengajak ulat lamban dan pengecut, sepertiku untuk saling contek? Kebanyakan dari teman sekelas menganggap aku terlalu bengong untuk diajak melakukan kegiatan ilegal yang membutuhkan keberanian, ketangkasan, dan kecerdikan itu.
Tugas kelompok juga—seandainya tidak dibagi secara acak atas perintah guru, aku termasuk yang dipilih terakhir. Sekadar untuk menggenapi jumlah.
Karena itu, mengerjakan tugas bersama-sama saat istirahat makan siang sebagai hukuman adalah yang pertama bagiku. Isi tugasnya berbeda dengan soal pelajaran biasa. Rasanya kami diminta untuk lebih mengeksplorasi imajinasi dan kemampuan mengarang masing-masing. Saat itu aku tak berani langsung mengakui, tetapi sebetulnya aku cukup menikmati pengalaman hukuman yang kami terima. Waktunya yang terbatas dan batas minimal kata yang harus ditulis, justru membuat tugasnya makin asyik.
"...jadi mulai sekarang, mendingan kamu jauh-jauh dari Si Alpha. Dia itu bukan teman, dia cuma jadi parasit buatmu. Dia doang yang untu-...."
Kalimat ketua kelas terhenti. Wajahnya pias. Sebuah tepukan di bahuku membuatku menoleh.
Di belakangku sudah berdiri Si Alpha. Dia tersenyum lebar. Satu sudut bibirnya lebih naik dari yang lain, di kemudian hari aku baru sadar kalau itu adalah kebiasaannya kalau sedang bersiap untuk membuat ulah.
"Tumben...," ujarnya memulai. "Ketua kelas kita sampai repot-repot ngajak ngomong eks-terhukum. Langka banget, lho!"
"Saya hanya memberi peringatan padanya," sergah ketua kelas kami seraya membetulkan posisi kacamatanya. "Untuk menjauhi pengaruh buruk parasit tukang bolos, sepertimu!"
Kukira dialog semacam itu hanya ada di drama-drama. Melihat langsung bagaimana ketua kelas mendekap erat buku absensi yang dibawanya, sembari sedikit meninggikan dagu ketika berusaha berbicara seformal mungkin kepada Si Alpha membuatku teringat akan sinetron luar negeri yang pernah kutonton.
"Aku ... parasit? Pffft!" Tanggapan Si Alpha dengan ekspresi cenderung mencibir dan lambaian tangan di udara itu membuat lengkap situasi. Kalau situasinya berbeda, mungkin aku akan tertawa geli melihat mereka.
"Semua juga sudah curiga sejak lama. Karena itu guru memintaku untuk menanyakan kondisinya secara langsung pada Gong. Sebagai ketua kelas, aku berkewajiban untuk-...."
"HA! Yakin ... beneran guru yang minta? Bukannya KAMU yang ngusulin?"
Wajah ketua kelas seketika berubah menjadi merah padam mendengar itu.
"Ribet banget, ya ... kamu jadi orang. Penasaraaan, gitu kalau nggak cari muka ke guru?"
"S-s-siapa, yang ... Aku nggak cari muka. Gong yang anak baik-baik sampai kebawa dihukum guru, kan gara-gara pengaruhmu. Kamu udah nyontek PR karangannya, dia yang kena getahnya!"
Si Alpha tidak menjawab. Dia hanya melirik padaku, lalu tersenyum dengan wajah menyiratkan kemenangan. Kami memang baru beberapa bulan berteman, tetapi aku sudah mulai paham bahwa dia menyuruhku untuk menjelaskan sendiri situasinya pada ketua kelas.
"Anu ... maaf?" Takut-takut aku akhirnya mulai bicara. Memindahkan pandangan penuh amarah ketua kelas dari Si Alpha kepadaku.
"Tapi ... dia aslinya memang tidak mencontek PR-ku." Mengacuhkan pandangan kebingungan ketua kelas, aku melanjutkan, "Kami memang ngerjakan bareng ... tapi kami masih ngerjakan sendiri-sendiri, kok. Sampai dengan di bagian karangan, aku...."
"Kamu yang mencontek karangannya?" potong ketua kelas tak sabar.
Aku buru-buru melambaikan kedua tangan, menyangkal.
"Atau kamu yang sukarela memberikan contekan?" kejarnya lagi.
"Bukan begitu...."
"Jadi apaaa???"
Aku menelan ludah, melirik pada Si Alpha—yang langsung pura-pura tidak melihat pandangan meminta bantuanku. Akhirnya setelah menarik nafas dalam-dalam, aku menjawab lirih, "Aku bilang, tema karangannya ngebosenin."
"YAP! Lalu ... setelah ituuu, aku langsung ngusulin ide cemerlang ini!" tukas Si Alpha seraya membusungkan dada. "Aku udah pernah dihukum Pak Su'eb. Kalau marah, emang galaknya minta ampun. Taaapiii, setelah itu hukumannya asyik banget! Mengarang dengan tema unik. Karangan kita juga biasanya dinilai langsung di tempat. Jadi kita dapet masukan bagus."
Perlu diketahui, awalnya aku menolak mentah-mentah ide itu. Apalagi kalau Emakku sampai tahu aku disetrap guru, bisa-bisa ceramah yang harus kuterima bakal memakan habis waktu akhir mingguku. Namun Si Alpha berhasil meyakinkan aku dengan menjamin bahwa hukuman Pak Su'eb tidak akan sampai bocor ke telinga wali murid.
"Aku tahu ... mencontek itu tidak baik. Tapi ... aku penasaran," tambahku lagi.
Setelah mendengarkan pengakuanku ketua kelas mengusap wajahnya dengan frustrasi.
"Tak bisa dipercaya," gumamnya. "Hanya karena alasan tak penting itu, kalian mencemari rekor kelas?"
"Hah ... maksudmu, rekor-MU sebagai ketua kelas ideal, murid teladan kesayangan guru?" cemooh Si Alpha pedas. " Terus, kalau udah tahu kau mau apa? Kau mau laporkan kami? Laporin aja ... Pak Su'eb juga sudah tahu motif kami-kami ini, kok...."
Masih dengan wajah penuh amarah, ketua kelas yang sudah tidak bisa membalas kata-kata Si Alpha berbalik lalu melangkah pergi. Caranya membuang muka yang dramatis nyaris membuatku tertawa.
Saat itu, bisa dibilang Si Alpha menang. Namun sebetulnya aku tidak bisa merasa tenang, karena bagaimanapun juga kami memang bersalah. Bukan kesalahan besar, "hanya" dengan sengaja saling menyalin tugas untuk mendapat hukuman. Bila dilihat dari kacamata lain, memang tidak bisa dibenarkan. Tidak peduli hikmah yang bisa kami petik dari pilihan kami itu.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top