Paradox - zenorys

Paradox

D-agency x reader

(can you guess who?)

sci-fi, a lil bit historical and romance

Joker Game © Koji Yanagi

Story © zenorys

**

Seorang gadis sibuk berkutat di depan komputer, jemari setia menari gemulai di atas keyboard. Layar monitor menampilkan grafik aneh yang tak diketahui khalayak umum.

Melirik jam, lantas terkaget. Waktu sudah larut malam. Lantas, ia bergegas membersihkan diri lalu bergelung dibalik selimut.

Kata orang, waktu remaja adalah masa yang paling indah.

Masa mencari teman dan bersenang-senang.

Tapi, kurasa itu salah.

Itu membuatku bertambah sial.

Pernahkah kau merasa bahwa yang kau lakukan tak berguna?

Seperti membuat jejak kaki di pantai, lalu hilang ditelan ombak.

Seperti hari ini, terulang lagi.

**

Siang terik di luar sana, (name) tengah merapikan barang di etalase minimarket, tempatnya bekerja paruh waktu guna menambah uang jajan saat libur sekolah.

Tampak segerombolan orang yang ia kenali, "Hai, aku (name). Teman kelas matematika," ucap (name) sambil mengulurkan tangan. Gadis yang disapa menatapnya jijik, dengan angkuh mengabaikan lalu mengejek teman lelakinya---menyebabkan hancurnya susunan barang tadi.

"(Name)! Ada telepon dari nenekmu!" Teriak manajer merangkup bibi (name).

"Ya!"

Sekarang, mereka berdua tengah berada di dalam mobil menuju rumah nenek (name). "Kenapa harus kau yang mengurus nenekmu?"

"Ayah dan ibuku sibuk dengan pekerjaannya," jawab (name) sekenanya.

"Kurasa mereka tidak sesibuk itu," tukas bibi sembari fokus menyetir.

(Name) diam, merogoh kantong celana guna mencari ponsel, "kurasa aku akan menelepon nenek dulu."

"Halo, ini (grandma name)."

"Nenek? Ini (name)."

"Tidak, jangan kemari. Di sini tidak aman, dengarkan aku." Terdengar suara gaduh di sana.

"Nek, kau sudah minum obat?" Tanya (name) bingung.

"Kunci lemari senjataku hilang," kata nenek cepat.

"Tenanglah, ayah mengambilnya supaya aman."

"Ia ingin aku menghadapi mereka tanpa senjata?----"

TUUUT

Sambungan terputus, (name) menatap ponselnya aneh. "Dia menderita apa? Alzheimer?"

(Name) menggeleng, "bukan, demensia."

Mobil yang mereka tumpangi sampai di komplek tempat nenek tinggal, suasana sunyi dan mencekam. Agak berkabut, seseorang tiba-tiba melintas. Bibi spontan menginjak pedal rem, "orang itu mengagetkan saja." (Name) mengangguk menyetujui perkataan bibinya.

Bibi memakirkan mobilnya, "teriaklah jika perlu bantuanku."

Kondisi rumah gelap, (name) mengitari pekarangan hendak masuk mengecek keadaan. Kenop pintu lantas dibuka dengan kunci cadangan, menampilkan kondisi berantakan.

Matanya tertuju pada pintu yang tampak dibobol seseorang, "Bibi! Ada yang membobol rumah!" Teriak (name).

"Aku punya pistol, tunggu disitu!" Balas Bibi, (name) mengacak rambutnya frustasi. Maniknya menangkap seberkas cahaya putih, sontak didekati lantar penasaran.

Sebuah senter.

Diambilnya senter itu, tersentak mendapati lumuran darah. Ia menuju hutan kecil belakang rumah, pagar besi juga bolong dibobol orang.

Bermodal nekat, penasaran, dan sebuah senter. Ia menyenteri pepohonan yang tampak mengerikan didukung dengan kabut tipis menyelimuti. Netra membulat melihat figur manusia---neneknya, terbujur kaku dengan menggenggam sebuah garpu berlumur darah.

Ada yang ganjil, kedua bola matanya hilang.

Refleks keluarkan ponsel menghubungi 911, dihentikan tangan nenek yang mencengkramnya erat.

"Nenek!"

"Kau harus pergi dari sini. Pergi ke negeri matahari terbit, cari Letkol Yuuki, kartu pos, pergi ke lingkaran 3 September 1937."

"Diamlah, paramedis sedang kemari!"

Terpaku, panik. (Name) mengiyakan permintaan Neneknya, "aku berjanji."

"Kukira, aku bisa melindungimu. Seharusnya aku cerita sejak dulu," ujarnya lemah, menghembuskan napas terakhir.

Cerita apa?

"Bibi!" Sontak ia berteriak, lantaran melihat bayangan besar di pepohonan, "di belakangmu!" Teriak (name), sang bibi menembaki arah yang diberitahunya.

**

"Tak ada orang disana," kata (name).

Ia berada di sebuah ruang didominasi warna broken white dengan bau aroma terapi.

Lawan bicaranya menatap intens, menompang dagu di tangan, "sudah sebulan kejadian itu, kurasa keadaanmu sangat baik."

"Selain menjadi gila?" Balas (name) sarkas.

"Melihat mimpi buruk dan cemas tidak membuatmu gila," tukas psikiater itu.

"Lalu, jika melihat hal yang tidak ada?"

Psikiater yang bernama Marie itu berpikir, "kurasa pikiran bawah sadarmu itu menarik gambar dari film atau cerita?"

"Nenekku pernah bercerita tentang monster yang ikut perang."

"Itu dia!" Seru Marie, "Nenekmu diserang dan kau mengira pelakunya bukan manusia, tapi monster."

"Pelakunya memang bukan manusia, polisi bilang ada anjing yang mencakar pintu. Nenek mengejarnya ke hutan, dia diserang di bagian vital. Dokter bilang, ia meninggal akibat serangan jantung. Lalu darah di garpu... kepolisian bilang itu DNA hewan," tutur (name) panjang lebar.

"Jadi, kasusnya ditutup," lanjutnya. Marie hanya memberikan tatapan prihatin, "kurasa dulu kalian sangat dekat."

**

Dahulu kala, ada sekelompok mata-mata handal berasal dari Jepang. Tidak ada yang mengetahui identitas mereka.

D-agensi, dibentuk oleh Letkol Yuuki. Terdiri dari delapan orang terpilih. Hatano, Jitsui, Kaminaga, Odagiri, Amari, Fukumoto, Tazaki, dan Miyoshi.

Mereka melakukan tugasnya dengan baik, ada suatu hal yang sangat rahasia. Sebuah hal yang dapat menghancurkan negara, bahkan dunia.

Mereka mengetahuinya.

"Mereka menganggapku gila!" (Name) kecil menggerutu.

"Kau percaya pada mereka?" Tanya sang nenek.

"Tentu saja tidak," balas (name) cepat.

Sang nenek hanya mengulas senyum simpul, "Tidurlah, hari sudah larut."

"Bacakan aku sebuah dongeng, dengan gambar," pintanya lalu bergegas mengambil sebuah kotak berisikan lembaran foto.

"Apa monster itu benar-benar ada?" Tanya (name) setelah mendengar dongeng.

"Tentu, maka dari itu, kau harus cepat tidur agar monster tidak menangkapmu," tukas nenek sambil menyelimuti (name).

**

(Name) dan ayahnya sedang berada di rumah neneknya untuk merapikan barang, "kau menemukan sesuatu?" Tanya ayah.

(Name) mengangguk, ia menggenggam selembar foto dirinya dan nenek dengan erat.

"Aku tahu kau mengaguminya," kata ayah sambil menepuk puncak kepala (name) pelan.

Setelah dari sana, mereka menaiki mobil kembali menuju rumah.

Tangan memutar kenop pintu,

kriet

"Happy birthday!" Bahkan, (name) lupa hari ini ulang tahunnya. Suasana rumah ramai dipenuhi saudaranya, didekor ala pesta ulang tahun pada umumnya.

"Terimakasih," jawab (name) singkat, tak peduli. Ia langsung memasuki kamar dan merebahkan diri di atas ranjang.

Tok tok

"Masuk!"

"(Name)? Ini dari nenekmu," kata bibi menyodorkan sebuah bingkisan tersampul cokelat.

"Terimakasih," balasnya, membuka isinya segera. Ia mendapati sebuah buku tua, dibuka halaman pertama.

Untuk (name) tersayang.

Ia membuka lembar berikutnya, ada sebuah kartu pos terselip di sana. Diambil dan dibacanya;

Untuk (grandma name),

Bagaimana kabarmu?

Semua orang merindukanmu.

Yuuki

**

"Baru dua tahun yang lalu, kurasa tuan Yuuki ini masih hidup," kata Marie.

"Bagaimana jika ia sudah mati?" Kata ibu cepat.

"Kurasa dr. Marie benar, aku ingin menemuinya. Mungkin, aku bisa sembuh," ujar (name) penuh harap.

"Kami tidak mungkin mengantarmu kesana." Ibu tetap keukeuh.

"Kemungkinan (name) bisa sembuh dan menerima kenyataan," kata Marie.

"ayah bisa menemaniku, dia bisa menambah referensi. Bukan begitu?" Kata (name) meyakinkan.

Kedua orang tua (name) berpandangan, "baiklah," ucap ibu dengan nada pelan.

Setelah keluar dari ruang konsul, (name) bergegas menyiapkan barangnya. Amerika dan Jepang terpaut jarak yang jauh, keberangkatannya besok. Beruntung ia mendapat tiket penerbangan.

Ia mengeluarkan buku serta kartu pos dan peta peninggalan neneknya.

'Lingkaran 3 September 1937? Apa maksudnya?' Batin (name), ia mendapati peta agak aneh, 'mungkinkah?'

**

Hiruk pikuk manusia ramai memadati bandara tempat berlabuh, (name) dan ayahnya telah sampai di Jepang, tepatnya Tokyo.

Ia menaiki taksi ke tujuan yang dituju. Sebuah kota mati, namun tidak dapat disebut demikian karena masih memiliki penduduk walau tak sampai seratus orang.

"Benar ini tempatnya?" Tanya ayah memastikan.

"Tentu saja," balas (name).

Mereka berdua menuju tempat penginapan, "ini satu-satunya penginapan di daerah sini," jelas ayah.

(Name) memperhatikan bangunan itu, mirip bar pada umumnya, di lantai atas terdiri dari beberapa kamar untuk menginap.

(Name) langsung masuk ke kamar dan berguling di kasur melepas penat. Lalu tertidur dengan pulas.

Drrt drrt

Menggeliat bangun lantar alarm berbunyi, (name) mengucek mata pelan lalu mematikan alarm yang ia pasang di ponselnya. Dapati sang ayah yang sudah terbangun lebih dulu.

"Ayo kita jalan-jalan," ajaknya.

(Name) mengiyakan, lalu membersihkan diri dan memakai mantel lantaran udara dingin di luar sana. Suasana sepi dan tidak tercemar polusi, "hei," panggil ayah ke dua orang gadis yang sibuk bercakap.

Diabaikan, ayah merogoh sakunya mengeluarkan beberapa lembar yen.

"Apa, tuan?"

"Bisa kau temani putriku?" Dua gadis itu saling pandang, berhubung telah terima uang mereka mengiyakan permintaan ayah.

"Tentu, namaku (friendname1) dan ini (friendname2)," katanya memperkenalkan diri. Ayah meninggalkan mereka bertiga. Suasana canggung.

"Namaku (name). Apa kalian tahu letak D-agensi?" Tanya (name).

"Ikuti kami," balas (friendname1). Mereka menuntun menuju area yang asing agak jauh dari pemukiman.

"Apa benar lewat sini?" (Name) memastikan. Ia melewati sebuah parit kering seorang diri.

"Tentu, kau ikuti saja parit itu dan sampai. Ini jalan pintas, kami pergi dulu." Mereka berdua meninggalkan (name) yang tengah menggerutu.

Diikutinya parit itu sampai menemukan sebuah area seperti ruko yang sudah usang tak terawat. Seperti bekas terbakar. Ia masuki bangunan itu dengan langkah awas, meniti setiap inci bangunan. Maniknya mendapati sebuah pigura usang dengan foto hitam putih di dalamnya.

Menatapnya lekat, 'kenapa mirip?'

(Name) melihat segala sudut bangunan, mencari sesuatu yang mengamatinya.

"Hei, tunggu!" Mengejarnya tapi tak melihat ke bawah, kakinya menyandung sesuatu. Seketika pandangan menjadi gelap.

**

Mengerang kecil, refleks memengang kepala yang agak terasa nyeri. Merasa badannya diangkut bak karung beras, (name) terkaget.

"Turunkan aku!" Teriaknya sambil meronta.

"Santai nona," ucap lelaki yang membopongnya, lalu menurunkannya perlahan.

Kaki sudah menginjak tanah, kedua mata membulat melihat atensi mahkluk di depannya.

"Sudah kuduga, kalian itu nyata!" kata (name) kaget bercampur nada gembira.

Dirinya menatap keempat orang laki-laki dengan pakaian era 90-an.

"Kaminaga?" Tanyanya ke orang yang menggendongnya.

"Ya, nona?"

"Benarkan, lalu kau Miyoshi, Hatano, dan Jitsui!" Pekik (name) semangat.

"Diamlah, nona. Lebih baik ikuti kami. Letkol Yuuki menunggumu," kata Miyoshi sambil menata rambutnya.

"Panggil saja aku (name), nona terdengar aneh." (Name) berjalan mengekori mereka.

Mereka sampai di mulut terowongan yang lembab, dan ditumbuhi semak liar. Mereka memasukinya, (name) takjub melihat pemandangan di ujung terowongan.

"Kenapa bangunannya utuh lagi?" Tanya (name) mendapati suasana kota yang hidup dengan bangunan dalam kondisi bagus.

"Ini tempat yang sama, tahun 1937," kata Jitsui menjawab pertanyaan (name).

Mereka memasuki gedung D-agensi, disambut langsung oleh sang pemimpin---Letkol Yuuki. (Name) mengulas senyum simpul, "kau mirip dengan nenekmu, (name)," kata Letkol Yuuki.

Hatano yang sedaritadi diam membuka suara, "hei, cepat masuk! Jangan menghalangi jalan," katanya sarkas, ugh.

Merengut sebal, (name) mengekori mereka masuk. Isi dalamnya tertata dengan rapi, tak banyak hiasan dan perabotan.

Kriuk

Perut berbunyi, wajah (name) sontak memerah, "hehe, aku belum mengisi perut," dia terkekeh canggung menahan malu.

"Kebetulan, ikut kami ke kafetaria, (name)-chan~" Kaminaga menarik lengan (name) menuju kafetaria.

Pintu terbuka, aroma masakan bercampur dengan asap rokok tercium jelas. Menyadari orang asing, seluruh mata menatap (name) dengan penuh tanda tanya. Jitsui menyadari, "dia orang yang diceritakan, cucu (grandma name)," jelasnya.

Duduk dicampur kecanggungan, "semoga kau suka makanannya," sahut Fukumoto. (Name) menyendokkan makanan masuk ke mulutnya, "ini enak!" Katanya berbinar. Fukumoto tersenyum kecil, senang jika seseorang menyukai masakanmu.

"Tazaki, bawa merpatimu keluar. Mengganggu sekali," sanggah Miyoshi yang mencintai keindahan, baginya burung merpati Tazaki itu mengganggu.

Acara itu berlangsung singkat, "(name), ada yang mau kutunjukkan," kata Letkol Yuuki dari ambang pintu.

"Apa?"

"Ikut denganku," katanya, (name) mengikutinya disusul dengan Miyoshi dan Jitsui menemani. Langkah terhenti di depan pintu ruang bawah tanah.

Manik membulat, "i-ini...kukira mesin waktu adalah mitos." (name) terkejut mendapati teknologi canggih di zaman kuno yang bahkan belum ada di zamannya.

"Tepatnya pembalik waktu," koreksi Jitsui.

"Ini yang membuat kami tetap bertahan, meski gedung ini hangus terbakar," jelas Miyoshi.

"Anak buahku mendapati kejanggalan, nampaknya ada sekelompok organisasi yang ingin menguasai dunia menggunakan hal tak wajar," kata Letkol Yuuki menatap (name).

"Bagaimana bisa? Hal secanggih ini ada di zaman err, kuno? Dan juga, apa ada kaitannya dengan monster yang membunuh nenek?" Tanya (name) sambil menatap Letkol Yuuki.

"Rahasia militer. Ada pihak yang menyalahgunakannya, dan kami perlu bantuanmu," tukas Letkol Yuuki.

Lidah menjadi kelu, kematian neneknya akibat dari penyalahgunaan teknologi yang masih dianggap mitos. Dengan tegas, ia menjawab, "baiklah, akan ku bantu sepenuh tenaga."

**

Melintasi terowongan lagi, ditemani Miyoshi. Berdua. Hari sudah menggelap, (name) memutuskan untuk kembali ke masanya, "jangan katakan apapun, aku benci perpisahan," kata Miyoshi.

(Name) diam, ia membuka ponselnya. Miyoshi melirik penasaran, "kemarilah, aku yakin kau menyukai ini." (Name) menunjukkan ponselnya.

"Apa itu?"

"Ini ponsel, mirip seperti telepon tapi lebih canggih dilengkapi beragam fitur, memangnya di zaman kalian hanya ada mesin waktu ya?" Jelas (name) sambil bertanya karena penasaran. Jemarinya mengetuk ikon kamera.

Ckrek

"Kau juga bisa mengambil foto," tambah (name).

"Mirip seperti cermin. Sejujurnya, iya. Mesin itu bukan berasal dari zaman kami, ada seseorang yang membawanya," balas Miyoshi sembari memandang foto selfie dirinya dan (name).

"Sampai jumpa besok, aku akan datang lagi."

"Kami selalu ada disini, selamanya," tukas Miyoshi.

(Name) berlari meninggalkan terowongan, ia berpapasan dengan ayahnya yang entah darimana.

"Hei, nak. Bersenang-senang?"

"Ya, begitulah," balasnya singkat.

Seorang pria tua mendekat, "kalian orang baru?"

"Kami turis, memangnya ada apa?" balas ayah.

Mata menatap arah padang rumput hijau yang luas, tapi...

Penuh dengan bangkai binatang.

"Apa yang terjadi?" Tanya (name) memandang hal aneh yang tersaji.

"Aku tidak tahu ini ulah siapa, hanya kalian dan seorang pengamat burung itu yang tidak kukenal," tukasnya dengan nada menuding.

"Anakku bermain bersama mereka seharian," kata ayah menunjuk (friendname1) dan (friendname2).

(Friendname1) berucap, "tidak. Kau tidak memberi kami uang, mana sudi kami bermain dengan putrimu."

(Name) mendadak kaku, seseorang menginterupsi, "baiklah, besok kita akan menyelidiki penyebabnya."

"Aku ikut," kata (name).

"Tidak, kau tidak boleh keluar," tukas ayah. (Name) hanya diam.

Esok pagi, (name) terbangun lantar alarm berbunyi. Dia menoleh ke kasur ayahnya, ternyata masih tertidur lelap. Ia mengendap-endap menuruni tangga, ada beberapa orang sedang berada di bar.

(Name) mengurungkan niatnya, ia memutar otak. Lalu, ia turun melalui jendela, berlari keluar menuju terowongan.

"Kau datang lagi," sambut Letkol Yuuki.

(Name) tersenyum, "Aku ingin bertanya, sebenarnya monster itu apa? Kenapa mereka menyerang nenek?" Tanyanya panjang lebar.

Letkol Yuuki terdiam, "kau akan mengetahuinya sendiri," balasnya.

"Baik, akan kucari tahu sendiri."

(Name) keluar dari ruangan, terkejut mendapati Miyoshi bersender di dinding, "sedang apa kau di situ?"

"Apa aku tidak boleh berada di sini?" Tanyanya sambil menaikkan sebelah alis.

"Kau mengetahui sesuatu tentang monster?" (Name) mengubah topik.

"Hm? Aku tahu sedikit, ikuti aku."

**

Sebuah ruangan berdebu, lengkap dengan tumpukan parkemen usang. (Name) bingung, untuk apa kemari?

"Ini tempat rahasiaku," ujar Miyoshi sambil mengelap debu di meja dengan jari telunjuknya, "kapan terakhir kali aku kesini ya? Berdebu. Sangat tidak berestetika."

(Name) mendapati sesuatu, pria di depannya ini menyukai keindahan. Catat itu.

"Apa yang mau kau tunjukkan padaku?"

"Sebentar," ucapnya sambil meraih sebuah kotak kayu berukuran sedang, "ini pemberian (grandma name), dia memintaku menjaganya," lanjutnya lalu membuka kotak itu.

Beragam lembar surat, foto, buku, serta dokumen. Dibuka buku bersampul biru, menampakkan sebuah data. (Name) tercengang, ia kira neneknya hanyalah tentara biasa, namun ia dapati foto familiar.

"Aku yakin, aku melihatnya," tukas (name).

"Kalau begitu, kita harus memberitahu Letkol Yuuki dan lainnya," jawab Miyoshi.

Masayuki Oikawa

Nama itu membuat (name) tercengang, lantaran mirip seperti tokoh anime favoritnya. Tapi, mereka beda terlalu jauh.

Ia yakin, jika yang dilihatnya saat itu adalah Oikawa. Lantas, kenapa petinggi sepertinya turun tangan langsung?

Dibacanya lagi serentet informasi, bisa diketahui jika ia adalah seorang Jenderal militer. Pangkat yang cukup tinggi, sayang disalahgunakan.

Pikirannya kalut, berputar walau raga berada di tempat. Ia hanyalah seorang gadis biasa---singkirkan fakta ia seorang programmer handal---yang tiba-tiba terjebak situasi rumit. Kematian tak wajar neneknya, dianggap gila, hingga terdampar ke masalalu.

"Hei, kau baik-baik saja?" Tanya Miyoshi memecah lamunan.

"Y-ya, ayo kita temui Letkol Yuuki," balas (name).

Diketahui, jika Oikawa terlibat dalam suatu proyek berbahaya. Sebuah proyek percobaan manusia---guna untuk menguasai dunia. DNA manusia dicampur dengan DNA lainnya, serta beberapa bahan kimia entah apa namanya.

Percobaan itu menghasilkan bala tentara monster yang kebal akan senjata. Monster yang dahulunya manusia, terasa berat mengetahui hal itu. Seringkali bergelut dalam deepweb membuat diri agak tak merasa takut.

"Kau melangkah terlalu jauh," kata Letkol Yuuki kalem.

"Aku sudah berjanji akan membantu." (Name) bersikukuh ingin memecahkan misteri di depannya.

"Kurasa, ayah mencariku," ujar (name) undur diri.

Menapakkan kaki keluar ruangan---masih setia ditemani Miyoshi---kedua bibir lontarkan pertanyaan, "bagaimana bisa gedung agensi hangus dan tetap menjadi utuh?"

"Saat itu, sekutu meluncurkan bom meledakkan kawasan sekitar, dan menjadi kota mati sampai zamanmu." Sebuah suara menginterupsi, dilihat sosok pemuda rambut belah tengah---Hatano.

"Kau ingat mesin waktu? Hanya Letkol Yuuki yang bisa mengoperasikannya, dan bisa mengembalikan waktu kurang lebih 24 jam." Mendengar penjelasannya membuat (name) mengangguk, suara gaduh membuat atensi beralih menuju pintu utama.

Pintu dibuka Letkol Yuuki awas, pandangan membelalak kaget---mengetahui tuan pengamat burung di depan pintu---pria itu menyeringai licik, "hallo, Yuuki-san? Aku sudah lama mencari lingkaranmu, mengikuti gadis kecil ini ternyata membuahkan hasil," ucapnya dengan nada sinting.

"Anda?"

"Hai, (name). Kau tak mengenaliku?" Sekejap terkaget, menyadari perubahan singkat drastis pemilik suara.

"dr. Marie? Bagaimana bisa?" (Name) terbata, masih dalam keterkejutannya.

"Menyebalkan, aku bahkan harus berpura-pura menjadi psikiater untuk mendapat info." dr. Marie yang dikenalinya sangat berbeda, ia kembali merubah wujudnya menjadi sosok yang (name) ketahui, Oikawa.

"Terkejut? Ah, canggihnya teknologi." Oikawa tersenyum miring, "kurasa kau sudah tahu alasanku kemari, Yuuki."

Alasan? Alasan apa?

Lekol Yuuki terpaku di tempatnya, "jangan berani kau sentuh anak-anakku," ujarnya tegas.

Senyuman itu lagi, "baiklah, dengan syarat kau harus ikut denganku. Aku tidak mau kau menghancurkan proyek besar kami." Dia sudah gila, dia dan orang yang sama gila dengannya tak pantas disebut manusia. Ambisi untuk memenangkan perang berubah menjadi keinginan menguasai dunia, apapun caranya.

"Letkol Yuuki..." (name) bersahut lirih, kedua tangan bergetar.

"Aku pergi, kalian tahu apa yang harus dilakukan," ujarnya sambil menatap anggota D-agensi.

Jemari kontan genggam tangan Miyoshi erat, salurkan kehangatan guna hilangkan resah.

Yang sebenarnya tak (name) sadari sedang menggandeng Miyoshi.

"Baiklah, kami pergi dulu. Jaga diri kalian, anak-anak~" sahut Oikawa dengan nada tidak waras, ia dan Letkol Yuuki pun berlalu.

Pintu tertutup, keheningan melanda. Bergelut dengan pemikiran masing-masing. "Jadi, apa yang akan kita lakukan?" (Name) memecah keheningan.

"Menurut penyelidikan, mereka akan melakukan percobaan lagi, di chrysler building, New York," kata Jitsui sambil menyenderkan bahu ke dinding.

"Tahun 2017," sahut Tazaki yang sedari tadi diam.

"Di masamu, (name)," lanjut Amari.

"(Name)-chan, kau membawa peta nenekmu?" Tanya Kaminaga. (Name) mengangguk.

Berpikir sejenak, "ah! Kita gunakan lingkaran? Jika itu era modern, mungkin aku bisa meretas sistemnya. Akan kupastikan, semua yang mereka lakukan akan sia-sia."

Mereka bergegas menuju kafetaria, sempat-sempatnya Fukumoto menyiapkan camilan menemani diskusi di saat genting seperti ini. Peta dilebarkan, terdapat lokasi yang diberi tanda melingkar, tanda lingkaran yang ada.

Informasi baru yang didapat (name), lingkaran dibuat oleh petinggi seperti Letkol Yuuki demi kepentingan militer, mereka berusaha tetap berada di masanya dan akan terus hidup di sana. Hanya orang tertentu saja yang bisa memasukinya, dengan sensor otomatis yang sudah dirancang sebelumnya.

"Lingkaran terdekat ada di Kyoto," Ucap Miyoshi setelah mengobservasi peta bersama.

"Kita bisa menaiki kereta." Amari berucap lalu melihat jam yang tergantung, "kereta pertama berangkat pukul enam pagi, sebaiknya kita bersiap."

Jam yang terpaku di dinding menampakkan pukul tiga pagi, terimakasih karena aktivitas programming dan hacking yang membuat (name) seringkali tidur larut sampai pagi.

"Aku merasakan sesuatu yang tidak enak, kurasa kita harus berjaga. Mungkin saja Oikawa mengirim monsternya untuk menghabisi kita, mengingat kalian bukan orang biasa." (Name) memandangi wajah para agen satu per satu.

"Sebaiknya kita berkemas." Odagiri yang sedari tadi diam mengeluarkan suara.

Suara gaduh kembali terdengar, familiar di telinga (name). "Monster itu kemari," ucap (name).

Memutar otak cepat, "kita keluar lewat jendela," tukas Jitsui cepat.

Hatano menggerutu, "seumur hidup menjadi mata-mata, ini misi tersulit di luar logika," tukasnya sarkas. Like always.

Memang tak masuk akal, terlebih mendapati teknologi secanggih mesin waktu di era kuno. Bahkan, di tahun 2017 yang tergolong modern pun tidak ada.

Para agen lainnya dalam hati membenarkan ucapan Hatano. Lantaran pekerjaan mata-mata dilakukan secara diam-diam bukan terang-terangan seperti ini. Sepertinya mereka beralih profesi menjadi tentara militer, ya kurang lebih.

Menaiki tangga menuju loteng, jendela dibuka lebar. Beruntung arsitektur bangunan yang memiliki balkon, juga tali darurat untuk kabur ala pencuri amatir.

Geraman mahluk mirip seperti crank di film favorit (name), bedanya yang ini tidak memiliki mata---apa karena itu mereka mencuri mata nenek?---semakin mendekat, "kapan gedung ini akan hancur?" Tanya (name).

Miyoshi melirik jam yang melingkar di tangannya, "lima menit lagi, lalu waktu tak akan kembali. Lingkaran yang dibuat Letkol Yuuki akan hilang selamanya."

Ah, sangat disayangkan jika gedung ini harus hancur. Situasi memaksa, setelah semua orang sudah keluar dari gedung, atensi monster itu terlihat. Sesuai perkataan Miyoshi, sebuah misil diluncurkan dari udara, membakar hangus bangunan yang ditimpa. Monster dan bangunan itu, hangus dilahap api.

Mereka memasuki mobil yang terparkir, "biar aku yang menyetir," ucap Kaminaga. Mesin dinyalakan, tujuan saat ini adalah stasiun. Memilih menggunakan kereta lantar jarak tempuh cukup jauh jika menggunakan mobil, berpacu dengan waktu lantas merelakan mobil untuk ditinggalkan.

Pukul setengah enam, suasana stasiun masih terlihat sepi. Amari bergegas membeli tiket tujuan Kyoto. "Kau lelah?" Tanya Miyoshi melirik (name).

"Aku sudah sering tidak tidur, namun... berlari dikejar monster cukup membuatku lelah." (Name) agak tertawa miris.

Tiga puluh menit berlalu, mereka berdiri di peron mengantri memasuki kereta. Kereta ini tercepat di masanya, walau sangat lamba jika dibandingkan shinkasen.

Mereka terlelap guna mengisi energi untuk pertempuran selanjutnya.

Pertempuran terakhir.

Kereta berhenti, mereka turun. Beruntung lokasi tak jauh dari stasiun, tepatnya di sebuah taman bermain, dalam wahana rumah hantu. Sepanjang jalan, (name) merasa risih, "kenapa orang-orang memperhatikanku?"

"Bajumu tampak aneh bagi mereka, (name)," ujar Jitsui melirik pakaian (name). Kaus bewarna merah, celana jeans, sepatu sneakers, jam tangan keluaran terbaru, dan mantel cokelat yang tidak dikancing.

Dengan cepat mereka memasuki lingkaran di rumah hantu. Menembus memasuki toilet umum dekat crhysler building tahun 2017. Beruntung pakaian yang dikenakan para agen tidak terlihat kuno, jadi tidak begitu mencolok.

"Apa kalian punya rencana?" Tanya (name).

"Kau bertanya itu kepada mata-mata handal? Tentu saja ada," tukas Hatano.

"Dan kami akan melakukannya dengan cara kami, bertindak dalam keheningan." Seulas senyum terpoles di wajah Jitsui.

"Aku akan meretas sistem keamanan, lalu sistem percobaannya," kata (name) sambil mengeluarkan ponsel yang sudah ia install program buatannya.

"Jika Oikawa mati, apa artinya nenek hidup kembali?" Tanyanya lirih.

"Kemungkinan ya, ia takkan pergi ke New York, menjadi doktermu, dan membunuh (grandma name)-chan." Kaminaga berucap.

'Sedekat apa hubungan nenek dengan mereka?'

Mereka menyusup, sebenarnya crhysler building hanyalah gedung perkantoran biasa, bukan laboratorium. Mungkin percobaan dilakukan di sana untuk menghindari kecurigaan.

Berlagak seperti pengunjung biasa, para agen sudah lihai dalam penyamaran dan sukses memasuki pintu. (Name) berlari menuju ruang kendali gedung, mencolokkan USB ponsel ke CPU komputer. Ia belum pernah melakukan hacking langsung di komputer target. Biasanya dilakukan di kamar sambil menyantap keripik kentang dan coke.

Manik menatap awas, penjaga sudah dilumpuhkan oleh Amari dan Tazaki. Seluruh data cctv sudah dihapus. (Name) mengulas seringai kecil, 'akan kupastikan kau membusuk di neraka.'

Sudah selesai dengan tugasnya, (name) menyusul para agen. "Ssst, diam dan jangan mengeluarkan suara," bisik Miyoshi membekap mulut (name). (name) meronta karena kehabisan oksigen, "pardon." (Name) mendengus sebal, ia melihat arah pandang Miyoshi.

Lantai ini terlalu sunyi, dan sedari tadi tak banyak orang di lantai lain selain para penjaga. Mata membulat, "monster itu, kita terlambat?" Tanya (name) berbisik.

"Tidak, eksperimen besar belum dimulai," tukas Hatano.

"Kalian tahu cara membuat bom? Atau senjata lain? Dengan peralatan di gedung ini," tanya (name).

"Aku mengambil pistol petugas keamanan tadi." Kaminaga membagi pistol jarahan yang berjumlah sembilan buah. "Aku mendapatkannya dari ruangan penjaga," katanya memberi penjelasan.

"Baik, lumpuhkan para monster lalu gagalkan percobaan itu," tukas Hatano bersemangat.

Tazaki menyuruh merpatinya untuk mengalihkan perhatian monster mirip crank. Lalu Amari melempar tabung gas portable bocor yang ia temukan di ruang OB, lalu melempar rokoknya, meledakkan para monster.

Hatano, Jitsui, dan Miyoshi sibuk menembaki monster yang menghalangi jalan. Peluh bercucuran, pendingin ruangan tak mampu sejukkan suasana.

"(Name)-chan, kau dan Miyoshi pergilah ke ruang percobaan, kami akan mengamankan situasi!" Seru Kaminaga.

(Name) menangguk, menggenggam pistol erat dan menyimpannya di saku mantel. Pintu dibuka pelan, menampakkan ruang lab dengan berbagai peralatan aneh. Kaget mendapati banyak manusia dalam keadaan terbius.

"Hai (name), dan kau---ah! Anak didik Yuuki." Oikawa keluar dengan tiga orang rekannya.

Miyoshi menyiapkan pistolnya, (name) menatap Oikawa tajam, "kau sudah gila."

Oikawa tertawa, "Lihatlah kecanggihan teknologi!~"

Dor!

Tembakan Miyoshi berhasil melumpuhkan rekan Oikawa, Oikawa menyeringai, "hm? Pasukanku akan menghabisimu," ucapnya lalu beralih menuju komputer. Terlambat, sebelum Miyoshi menembaknya ia sudah selesai.

Eraman para monster percobaan terdengar jelas, merangkak keluar dari tabung lalu menyerang (name) dan Miyoshi.

"Miyoshi! (Name)!" Pintu didobrak paksa Hatano, lantas mereka membantu menghabisi monster.

"Kau sudah terpojok, Oikawa," kata (name).

"Tidak, kau pikir berapa banyak pasukan yang kubuat?"

"Monster yang kau ciptakan memiliki kelemahan, hancurkan otaknya, lalu mereka akan mati," sahut Jitsui dengan seringai kejam.

(Name) menyeringai, "kau sudah kalah, Oikawa." (Name) menunjukkan ponselnya, "say goodbye to your precious baby," ucapnya. Virus yang ia tanam di komputer lab sudah beraksi, data error dan komputer menjadi konslet.

Oikawa tak habis pikir, ia menarik (name)---menyanderanya karena sudah terpojok---lalu menodongkan pisau bedah di leher (name). "Mendekatlah dan gadis ini akan mati," kata Oikawa.

(Name) diam-diam merogoh kantong mantelnya, mengambil pistol. Ia perlahan mengarahkan pistol ke perut Oikawa. Matanya mengirim sinyal 'aku baik-baik saja' ke para agen yang terlihat cemas.

'Tuhan, apa membunuh untuk kebaikan adalah dosa?'

Menarik pelatuknya, Oikawa lengah karena dilanda panik. Ia jatuh terkapar bersimbah darah, para monster mencium bau darah lantas mengoyak tubuh Oikawa tanpa ampun.

Ia mati karena percobaannya.

Memento mori*

Tak ada korban sandera selamat lantar sudah dijadikan monster. (Name) dan para agen segera keluar menyelamatkan diri. Gedung itu meledak dan membakar monster di dalamnya.

Atensi teralih pada gedung yang terbakar, (name) dan para agen berlari menuju lingkaran tahun 1937 sebelum lingkaran itu musnah.

"Sampai jumpa," ucap (name) lirih.

Ia memeluk satu per satu para agen, "Fukumoto, makanan buatanmu rasanya enak."

Beralih ke Odagiri, "walau kau tak banyak bicara namun kau tunjukkan lewat tindakan."

"Amari, kau sudah seperti ayahku," (name) memeluk Amari erat.

"Tazaki, ajarkan aku sulap kapan-kapan, ya?" Tazaki tersenyum kecil.

"Jitsui, walau kau savage tapi hatimu baik, aku yakin itu."

"Hatano, walau kau kasar tapi kau perhatian."

"Kaminaga~ kau sahabat terbaik yang pernah aku miliki," kata (name).

(Name) menghapus air mata yang meleleh di mata dan pipinya. Ia menatap Miyoshi dan memeluknya erat, "ssst, sudah kubilang kan, aku benci perpisahan. Jangan menangis, dear."

"Maafkan, aku tidak bisa ikut bersama kalian," ucap (name) agak terbata.

"Kami tidak bisa hidup di masa ini, tapi kau bisa, jalani hidupmu dengan baik, (name)-chan!" Kaminaga tersenyum sambil mengacak rambut (name).

"Sayonara."

**

2017

Awak media mengabarkan, menurut pihak kepolisian, terbakarnya crhysler building akibat ulah teroris. Rahasia akan tetap menjadi rahasia, kan?

(Name) mengayuh sepedanya cepat, ia langsung meletakkan sepedanya tanpa memarkirkannya.

"Nenek!"

(Name) tersenyum lega mendapati neneknya, "aku bertemu dengan mereka." Ia pun menceritakan semuanya.

"Untukmu." Nenek menyodorkan sebuah buku, (name) menatapnya heran. Ia membuka isinya, terkejut dapati sebuah buku tabungan---lengkap dengan kartu debit dan pin---dengan jumlah nominal banyak.

"Ulang tahunku masih lama," balas (name).

"Kejar apa yang kau impikan." (Name) tersenyum, lalu memeluk neneknya erat, "terimakasih."

1937

Miyoshi memandangi pemandangan yang tersaji di depannya. "Merindukannya?" Tanya sebuah suara, memecahkan lamunan.

"Kurasa, ya?" Balas Miyoshi sekenanya. Kaminaga menganggap maklum kelakuan rekannya.

Setelah gedung agensi terbakar, mereka beralih ke sebuah rumah kecil menunggu gedung lama selesai dibangun lagi. Letkol Yuuki telah kembali dari kurungan penjara, beruntung ia selalu awas akan keadaan jadi mudah baginya melarikan diri dari Oikawa.

Miyoshi putuskan keluar sejenak mencari udara segar, seseorang menepuk bahunya pelan. Miyoshi lantas menoleh, "merindukanku?" Sebuah suara familier tertangkap indera pendengar.

Sontak ia terkaget, "(name)?" Sosok di hadapannya tersenyum.

"I'm back, do you miss me like I miss you?"

"Of course, dear," Miyoshi merengkuh gadis itu ke pelukannya, mempersatukan kedua bibir cukup lama, menyalurkan kerinduan.

"Nenek memberiku uang dalam jumlah banyak, aku gunakan untuk mencari lingkaran kesini," jelas (name).

Miyoshi masih merengkuhnya, "aku hampir mati merindukanmu, dear."

Kembali, kedua bibir berpangutan yang tanpa disadari disaksikan seluruh anggota agensi yang membuntuti Miyoshi.

End (dengan gajenya~)

**

Story contain : 4482 words.

*ingatlah bahwa setiap orang pasti mati.

Ini OS terpanjang yang pernah saia ketik. The power of maso, pegel bruh ngetiknya. Jadilah fict abal ini~

Semoga charanya gak OOC. Well, ada beberapa hal yang tidak dijelaskan secara detil. Itu sengaja, karena kalo dijelaskan rinci... gatau tembus berapa words *crais*

Ada yang merasa familier? Jujur aja, ada quote dan beberapa plot yang nyomot dari movie western yang saya tonton but, with a lot change.

Maapkeun daku kalo cerita ini gaje.

-Zal, #masocheese-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top