For You - TunaFishAddict


"Maaf, tapi hal konyol apa yang kau katakan tadi?"

Pemuda berambut hitam itu menoleh kearah gadis yang ada didepannya saat ini. Berambut [h/c], dengan mata [e/c] yang tampak tidak lepas dari pandangannya. Datang dan muncul tiba-tiba, bahkan ia tidak pernah tahu bagaimana gadis itu mengetahui posisinya yang tidak pernah bisa dilacak oleh siapapun.

Bagaimanapun ia adalah seorang yang dijuluki seorang Shinigami.

"Aku berasal dari masa depan. [Full Name] adalah namaku."

.
.

For You

Pairing : Human!Korosensei x ReaderGenre : Romance/Hurt/Comfort a lil bit Humor (garing)Assassination Classroom © Yusei Matsui

.

.

"Aku akan pergi mengerjakan pekerjaanku," ia tampak berbalik seolah tidak begitu mempermasalahkan ataupun menganggap serius apa yang dikatakan oleh gadis itu yang sekarang tampak terkejut dengan ketidakpedulian pemuda didepannya itu.

"He—heeei, kau tidak percaya denganku?"

"Itu seperti mencoba untuk membuatku percaya jika ada kelinci di bulan yang membuat mochi," jawabnya sambil tersenyum dan memiringkan kepalanya, "jadi, sebelum ada bukti apapun yang bisa membuatku percaya padamu, kembalilah ke tempat yang aman sebelum kau terbunuh nona kecil~"

"Wha—hei aku tidak kecil!" Walaupun kenyataannya tingginya memang hanya berkisar 150an bahkan di usianya sekarang awal 20. Merasa pemuda itu tidak menghiraukannya, ia hanya menghela napas dan memutuskan untuk sedikit tenang, "kau adalah pembunuh yang paling dicari saat ini. Yang dijuluki sebagai Shinigami."

Sepertinya perkataan gadis itu membuatnya menoleh dan menatap gadis itu dengan senyuman yang jelas berbeda daripada sebelumnya.

"Itu adalah informasi yang umum. Walaupun mereka tahu, mereka tidak akan pernah bisa menangkapku."

"Ternyata kepercayaan dirimu yang terlalu tinggi itu sudah ada sejak awal ya," gadis itu bergumam sambil menggelengkan kepalanya karena kelakuan dari pemuda didepannya, "yah walaupun kenyataannya memang kau tidak pernah bisa dikalahkan."

Dan entah kenapa, sejenak pemuda itu melihat gadis di depannya yang tampak menerawang dengan tatapan sedih kearah lain.

"Lagipula—tidak akan banyak yang tahu kalau kau mengangkat seseorang menjadi muridmu," ia tampak tersenyum senang dan menepuk kedua tangannya, "berambut krem pendek yang selalu tersenyum seperti anak kecil. Anak dari orang yang kau bunuh yang ingin kau—"

"Murid? Sayang sekali, tetapi aku hanya hidup sendiri hingga sekarang," dan senyuman itu menunjukkan kalau ia tidak main-main mengatakan hal itu.

Dan itu artinya, [Name] terlalu cepat berada di masa lalu. Perhitungannya melenceng.

.

.

"Anggap saja aku percaya dengan semua omonganmu itu," pada akhirnya mereka berdua berada di salah satu café yang ada di kota tempat pemuda itu tinggal. [Name] sendiri tidak begitu mengerti dan tahu dimana negara ini. Ia jadi percaya dengan perkataan dari pemuda itu di masa depan jika ia berasal dari negara yang jauh dan terpencil, "lalu, apa yang kau lakukan disini?"

"Mengubah masa depan tentu saja. Tentang kematianmu," dengan santai [Name] menjawab, membuat sang Shinigami menoleh dengan secangkir kopi masih berada di tengah perjalanan menuju ke mulutnya, "kutebak, kau pasti akan berkata jika 'aku bahkan tidak pernah membayangkan diriku akan mati'."

"Kau pintar membaca ekspresi orang lain."

"Sudah kubilang aku mengenalmu di masa depan," jawabnya sambil menghela napas dan menggelengkan kepalanya, "kau masih tidak percaya?"

"Tidak, bisa saja kau mata-mata pemerintahan."

"Kalau memang kau tidak percaya padaku, kenapa kau tidak keberatan mengikuti—" senyuman sang Shinigami tampaknya membuatnya sadar sesuatu, "—ah, kurasa sebenarnya aku berada dalam ancaman berbahaya karena diikuti dewa kematian tampan ini."

"Terima kasih sudah mengatakan aku tampan. Dan jawabannya, adalah karena sebenarnya aku menawanmu."

"Menawan? Aku bahkan tidak merasa dikekang olehmu."

"Karena aku lebih suka membiarkan korbanku bersenang-senang dulu. Jika kuanggap kau bahaya baru kubunuh," jawabnya tenang sambil menyesap kopi di tangannya, "kau sendiri, apa yang akan kau lakukan untuk meyakinkanku nona kecil?"

"Aku bukan—ah sudahlah, aku hanya perlu membuktikan kalau aku berasal dari masa depan. Toh kalaupun aku menyembunyikannya, yang terjadi kau akan membunuhku karena curiga. Kalaupun aku bisa meyakinkanmu jika aku tidak berbahaya, kau hanya akan bernasib sama dengan terbunuh walaupun bukan dengan cara lainnya. Lalu—"

"Tunggu, bagaimana kau bisa tahu semua kemungkinan itu?"

"Karena aku sudah pernah mengalaminya," pertanyaan itu tampak tidak membuatnya mendapatkan jawaban apapun, "pernah mendengar tentang time parallel?"

"Dimana semua kemungkinan memiliki dimensinya sendiri. Ketika kau dihadapkan pada dua pilihan dan kau memiliki satu pilihan itu, maka pilihan lain akan membentuk dunianya sendiri yang berjalan pada dimensi yang berbeda."

"Memang sangat enak berbicara dengan orang jenius," ia mengangkat susu cokelatnya dan tersenyum, "aku melakukannya berulang kali. Melompati parallel lainnya, mencoba menyelamatkanmu, dan gagal. Melompati lagi, mencobanya, dan gagal. Ini sudah yang ke-246 kalinya aku mencoba. Dan kuharap ini yang terakhir."

"Kalau begitu berusahalah~"

.

.

"Tetapi tidak dengan mengikuti kemanapun aku pergi," Shinigami menoleh kearah [Name] yang dengan santai tampak memakan camilan cokelat di tangannya. Satu minggu bersama gadis itu adalah satu minggu dimana mereka sama sekali tidak terpisahkan selain saat di kamar mandi, "kalau kau tahu siapa aku, kau juga tahu kalau pekerjaanku bukan main-main."

"Memang, tapi aku memang harus mengikutimu," jawabnya sambil mengunyah makanan di mulutnya, "tenang saja, tidak usah lakukan apapun karena aku bisa menjaga diriku sendiri."

"Kalau itu masalahnya, aku tidak akan mengusirmu paksa sejak kemarin. Lagipula dengan tenaga gorilla itu—"

"Siapa yang kau sebut gorilla hah?!" Meskipun [Name] tersenyum, empat persimpangan tampak berkedut dan senyumannya tampak aneh kearah Shinigami di depannya. Ia hanya bergerak mengikuti saat Shinigami memutuskan untuk tidak menghiraukannya.

"Hei, pekerjaan seperti apa yang kau akan kerjakan sekarang?"

"Rahasia."

"Yang pasti kau akan membunuh seseorang bukan? Aku hanya ingin tahu siapa yang akan kau bunuh," percakapan itu menjadi isi dari perjalanan mereka di koridor gelap yang ada di salah satu rumah besar yang ada disana, "mungkin saja ini adalah sesuatu yang tidak perlu kau lakukan. Mungkin, sebenarnya orang ini tidak seharusnya kau bunuh. Atau mungkin—"

"Diamlah atau kulemparkan kau tanpa segan nona kecil," jawabnya sambil tersenyum.

"Hmph, aku hanya mengatakan apa yang terbaik untukmu," jawabnya sambil mendengus dan mengangkat sikunya, memukul salah satu penjaga yang mencoba menangkap mereka diam-diam dari belakang, "oh, aku seperti mengenai sesuatu?"

"Hmm, mungkin kecoa," kali ini Shinigami mencoba untuk menunduk dan membiarkan orang yang juga tiba-tiba menyerangnya tampak terjatuh ke depan dan dengan segera ia lempar dengan pisau hingga tewas, "yang sedikit berisik dan besar."

"Mereka terlalu bagus dikatakan kecoa. Mungkin amoeba saja," jawab [Name] sambil menghela napas dan memukul salah satu dari mereka lagi, "ah! Hei, tunggu!"

Saat melihat Shinigami sedang berlari meninggalkannya.

.

.

"Karena kupikir kau bisa menahan mereka, pekerjaanku akan lebih cepat selesai," [Name] tampak menggerutu saat menyusul Shinigami yang tampak mengangkat bahunya tampak tidak begitu peduli dengan apa yang ia lakukan tadi, "tetapi gerakanmu sangat bagus. Bahkan kau tampak sangat alami saat berjalan tanpa suara saat ini."

"Tentu saja, aku berguru pada orang terbaik," jawabnya mengangguk dengan wajah cerah.

"Kau yakin kau bukan pembunuh bayaran?"

"Bukan, tapi aku memang pernah sekali membunuh seseorang," jawabnya sambil tersenyum dan kembali berlari kearah salah satu lorong yang ada disana.

Untuk kesekian kalinya, Shinigami melihat ada sesuatu yang membuat senyuman itu terlihat menyedihkan.

"Ah, apakah ini ruangan utamanya?"

.

.

"Sudah selesai bukan?"

[Name] melihat Shinigami yang sudah membunuh seorang pria disana. Satu serangan dengan pisau yang menyayat leher mereka. Bahkan tidak butuh waktu 10 menit untuk menyelesaikannya dan sekarang [Name] serta sang Shinigami sudah membereskan kekacauan disekitar sana.

"Kurasa begitu, aku masih harus menemui klien," jawab Shinigami sambil mengambil pisau yang ada di tubuh mayat itu dan membersihkannya. [Name] sendiri hanya mengangguk dan tampak menoleh akan pergi sebelum menyadari seseorang berada disana. Anak kecil berambut abu-abu pendek yang hanya menatap mereka berdua dengan mata membulat. Dan ia tahu siapa anak itu.

Shinigami ke-2.

"Hei," [Name] memanggil Shinigami yang menoleh dan melihat anak itu juga, "—itu yang kumaksud dengan muridmu."

.

.

"Kumohon, jadikan aku muridmu!"

Seperti yang diduga oleh [Name], mereka memang sudah pergi dari tempat itu namun anak itu tampak mengikuti dan meminta Shinigami untuk menjadikannya murid.

"Aku baru saja membunuh orang yang kau sebut ayah dan kau ingin ikut dan menjadi muridku?"

"Aku bahkan tidak pernah melihatnya sebagai ayahku. Aku kagum dengan caramu untuk membunuhnya," anak itu masih bersikeras untuk meminta. Bukan sesuatu yang mengejutkan untuk [Name] yang mengetahui akhir kejadian itu.

"Sudahlah, sudah kubilang suatu saat kau memang akan mendapatkan murid bukan? Ia tidak buruk, hanya jika kau mengajarkannya dengan baik," jawab [Name] tampak mengangkat bahunya. Shinigami mendengar itu dan pada akhirnya menghela napas.

"Baiklah, terserah padamu."

.

.

"Hei tuan Shinigami, sudah kukatakan untuk tidak bermain-main saat melawannya!"

Pada akhirnya, mereka bertiga hidup dalam satu apartment yang berada di tempat cukup tersembunyi. Dimana disana Shinigami dan muridnya terus berlatih sementara [Name] harus memastikan sang murid tidak lagi mencoba untuk berkhianat.

Apa yang ia pelajari dari masa depan, sang murid berkhianat karena sang Shinigami tidak pernah melihat kearahnya. Selalu memandangnya sebelah mata, meskipun ia tahu jika sang Shinigami hanya ingin menanamkan pelajaran pada sang murid.

"Kenapa? Namanya ia sedang bertarung denganku. Tentu saja aku menyerang dan mengalahkannya bukan?" Dengan sebelah tangan membaca buku dan satu tangan lain mengulurkan pisau pada leher sang murid, "ia kurang cepat, makanya bahkan dengan orang yang sedang bersantai sepertiku, aku bisa membunuhnya dalam sekejap."

"Itu jika kau yang bersantai dasar manusia tidak normal," [Name] menghela napas saat sang Shinigami tampak menjauhkan jarak mereka dan mendekati sang murid, "kau tidak apa-apa?"

"Tidak apa nona [Name], terima kasih," pemuda itu tersenyum dan menggelengkan kepalanya. [Name] hanya menghela napas. Tidak mengerti bagaimana ia harus mengubah hubungan dari sang Shinigami dengan muridnya. Sang Shinigami sudah berbalik dan duduk di sofa dengan buku yang ia baca.

"Hei," saat [Name] melihat kearah salah satu meja disana, ia melihat rangkaian bunga yang terpasang di vas bunga yang ada disana, "apakah ini kau yang membuatnya?"

"Oh, aku melihat bunga yang tidak terpakai. Jadi, kurasa aku hanya ingin menambahkan sesuatu yang berbeda disana," sang murid tampak menggaruk kepala belakangnya dan tertawa pelan. Saat melihat sang Shinigami sudah menatap kearahnya dengan ekspresi yang tidak terbaca seperti biasa, sang murid tampak panik.

"A—aku akan membereskannya kalau kau tidak suka!"

"Bukan begitu, Tuan Shinigami menyukai bunga ini bukan? Tentu saja ia suka," [Name] mencoba untuk mengambil bunga itu dan menunjukkannya pada sang Shinigami. Ia juga menambahkan tatapan tajam yang mengatakan 'katakan iya atau aku akan membuatmu menyesal' yang sebenarnya tidak mempan padanya.

"Aku tidak bilang apapun, jadi itu terserah padamu. Lagipula itu tidak buruk."

"...Terima kasih!"

.

.

"Aku kembali..."

Sang Shinigami membuka pintu kamar mereka setelah menyelesaikan satu misi sendiri. Saat menyadari apa yang dikatakan olehnya, ia menutup mulutnya sendiri. Sudah setengah tahun lamanya mereka tinggal bertiga, dan ia yang selama ini hanya tinggal sendiri tidak pernah menyangka akan mengatakan hal seperti itu pada saat melangkah masuk rumah.

Dan hari itu, rumah tampak sangat kosong.

'Dimana mereka?'

"Lalu, kau harus menendangnya dari sisi kanan saat ia mencoba untuk menyerangmu dari ki—oh Tuan Shinigami, kau sudah kembali?" Sang Shinigami menoleh kearah belakang untuk menemukan [Name] dan juga muridnya yang membawa kantung berwarna cokelat, "bahan makanannya habis. Makanya kami membelinya, begitu juga dengan bunga!"

"Untuk apa?" Shinigami menoleh kearah bunga-bungaan di tangan [Name] yang tampak senang menunjukkannya.

"Aku ingin minta diajarkan merangkai bunga. Lagipula kau sibuk sendiri, karena tahu aku tidak bisa bangun pagi kau selalu berangkat sangat pagi kan," [Name] mendengus dan tampak membawa bunga itu di salah satu meja dan menarik tangan dari murid sang Shinigami itu, "jadi, dimulai darimana?"

Sang Shinigami menatap pada gadis didepannya yang sedang asik berbincang, sementara tanpa sadar ia tampak merasakan sebuah emosi. Untuk pertama kalinya. Ia tidak mengerti kenapa, namun ada sebuah perasaan yang membuatnya tidak bisa berbicara apapun, hanya mengeratkan genggaman tangannya, dan berbalik meninggalkan tempat itu.

...dan suatu saat, ia akan mengerti kalau itu adalah perasaan cemburu.

.

.

"Hei, selamat datang!"

Ia tahu jika saat itu sudah larut malam ketika ia kembali ke apartment tersebut. Dan ia melakukannya agar ia bisa kembali tanpa bertemu dengan gadis itu sejenak. Namun, yang ia dapatkan adalah [Name] yang tampak duduk di kursi makan dengan semangkuk sup dan juga nasi hangat di depannya.

"Kau tidak ikut makan malam, jadi aku menunggumu dan memanaskanmu makan malam tadi," Shinigami juga menyadari jika saat ini [Name] tampak masih mengutak-atik bunga di depannya, "tumben kau menghabiskan waktu yang lama untuk misi satu ini Tuan Shinigami?"

"Aku hanya berjalan-jalan, misi itu sudah selesai saat aku pulang tadi," ia duduk di depan [Name] dan masih mengamati gadis itu merangkai bunga, "mawar merah dan Dafodil. Gabungan yang sedikit aneh."

"Kalau kau tidak mengetahui arti bunganya, ini akan terlihat aneh," [Name] masih merangkai bunga yang ada didepannya dengan hati-hati.

"Respect yang tinggi dan juga cinta yang tak terbalas. Itulah sebabnya aku mengatakan kalau ini adalah kombinasi yang aneh," jawaban Shinigami membuat [Name] berhenti mengerjakannya, "apakah ini semua tentang diriku di masamu?"

"Si—siapa yang suka dengan gurita aneh berwarna kuning sepertimu di masaku? Tentu saja ini semua bukan tentang gurita kuning itu," jawabnya sambil memalingkan wajahnya. Meskipun mengelak, tentu saja kenyataannya itu adalah alasan sebenarnya dari [Name] membuat karangan bunga itu.

"Aku belum pernah menanyakan ini padamu. Tetapi, bisakah kau ceritakan bagaimana diriku di masamu dulu? Seseorang yang kau sukai hingga seperti ini," [Name] tampak diam dan menunduk dengan wajah memerah sebelum mengangguk dan pada akhirnya menghabiskan jam-jam berikutnya untuk menceritakan tentang masa lalu yang ia tinggalkan.

.

.

"Lalu, pada saat itu kau segera mengejar roket yang dinaiki oleh Nagisa-kun dan juga Karma-kun hanya untuk memberikan ceramah singkatmu," suaranya semakin pelan saat malam semakin larut. [Name] beberapa kali menguap namun mencoba untuk terus menceritakan apa yang ada didalam pikirannya tentang kenangan dari Sang Shinigami di masanya.

"Ceritakan lagi nanti oke? Sekarang sudah waktunya anak kecil untuk tidur."

"Hei, sudah kukatakan untuk tidak menganggapku anak kecil," ia tampak kesal dan memukul pelan pundak dari Shinigami yang membalasnya dengan tawa, "tetapi baiklah, kau juga tidurlah. Seharian kau belum istirahat bukan?"

"Begitulah..."

Ia berjalan kearah [Name] yang sekali lagi menguap. [Name] beranggapan pemuda itu akan langsung menuju ke kamar dan tidak menunggunya, namun saat ia selesai menguap dan membuka matanya, hanya ada iris hitam yang sangat dekat dari wajahnya.

Ketika pemuda itu, memberikan kecupan ringan pada bibirnya tanpa bisa ia mempersiapkan diri untuk kemungkinan yang paling tidak ia pikirkan itu.

"Kau ingin aku tidak menganggapmu anak kecil bukan?" Hanya ciuman singkat, dan Sang Shinigami tampak menjauh, dan menatap kearah [Name] yang hanya diam. Mematung lebih tepatnya, seolah belum mencerna apa yang terjadi.

"Selamat malam..."

...

"Ap—apa yang sebenarnya ia lakukan?!" [Name] yang otaknya baru mencerna apa yang baru saja terjadi hanya menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Ia bahkan masih bisa merasakan bagaimana bibir pemuda itu yang hangat menyentuh bibirnya. Sementara pemuda itu tampak menutup pintu kamarnya setelah ia masuk, dan menyisir rambutnya ke belakang dengan tangannya.

Semburat merah tipis terlihat di wajah pucat pemuda itu.

'Apa yang sebenarnya kulakukan tadi...'

.

.

"Terima kasih atas kunjungannya."

Pemuda berambut hitam itu tampak berjalan keluar dari sebuah cafe setelah selesai melaksanakan tugasnya. Sang Shinigami baru saja melangkah beberapa langkah dari cafe itu menuju ke tempat tinggalnya saat ia menemukan sosok berambut [h/c] yang berjalan kearah berlawanan dengannya.

Semenjak insiden malam itu, [Name] secara terang-terangan menghindar darinya yang berusaha untuk bersikap biasa. Baru kali itu ia merasakan perasaan seperti itu, seolah ia tidak ingin melepaskan [Name] apapun yang terjadi.

"Hei," tanpa sadar mengikuti sosok itu, Sang Shinigami menepuk pundak [Name] saat mereka tiba di salah satu bukit yang ada di kota itu. Melihat Shinigami yang berada disana, [Name] segera mundur dan akan kabur lagi meskipun pemuda itu segera menangkap tangannya, "kau pikir aku akan membiarkanmu pergi lagi?"

"A-aku hanya ingin pergi ke suatu tempat lagi."

"Kau selalu kemari saat jam kosong. Kau yakin aku akan percaya dengan alasanmu itu?" [Name] hanya diam dan menggerutu pelan sambil memalingkan wajahnya, "lalu, kenapa kau menghindariku?"

"Menghindar? Aku sama sekali tidak menghindar darimu," dari wajahnya yang memerah, tentu saja itu bukanlah sebuah alasan yang tepat. Namun [Name] hanya diam tidak menjawab.

"Heee," Sang Shinigami yang tidak mendapatkan jawaban memutuskan duduk di samping [Name] dan menatap batu nisan bertuliskan nama seseorang disana.

"Koro...sensei?"

"Itu namamu di masa depan," jawabnya refleks dan menutup mulutnya. Shinigami menoleh dengan tatapan aneh kearah [Name] sebelum tersenyum dengan aura gelap disekelilingnya.

"Kau membuat makam untukku yang masih hidup?"

"He-hei, ini untukmu di masaku! Karena aku tidak bisa mengunjungimu lagi, makanya aku membuat makam disini untuk mengenangnya," ia tampak panik karena tahu arti senyuman Shinigami saat itu bukanlah yang baik. Mendengar tawa sebagai jawabannya, [Name] menoleh dan melihat sang Shinigami tertawa lepas. Berbeda dengan tawa yang selama ini ditunjukkan.

"Ternyata memang kau paling cocok dengan senyuman itu..."

"A-aaaah," wajahnya memerah dan [Name] yang semakin kesal hanya mengembungkan pipinya dan kesal, "jangan menggodaku!"

"Aku tidak menggoda," [Name] melirik kearah Sang shinigami yang tersenyum dengan garis merah muda di pipinya. Wajahnya saat itu sangat dekat hingga [Name] bisa merasakan hembusan napasnya, "kurasa karena wajahmu itu tanpa sadar aku ingin menciumnya..."

Benarkah yang kurasakan?
Bisakah untuk sekali ini...
...aku mencintainya?

"Jika memang kau merasakan hal yang sama dengan yang kurasakan, kau tidak akan menolaknya dengan alasan apapun. Bahkan meski kau berasal dari masa depan dan tidak seharusnya semua berakhir seperti ini," Sang Shinigami sudah hampir menciumnya, namun [Name] yang mendengar perkataan pemuda itu segera menghalangi ciuman itu dengan sebelah tangannya, "[Name]?"

"Kakakku sangat mencintainya. Aku hanya berharap bisa melihat mereka bersama..."

"Itu tidak benar..." [Name] berbisik dan tampak menggeleng pelan, "aku tidak menyukaimu. Tidak seharusnya aku menyukaimu..."

"Kenapa?"

"Maaf... maafkan aku," karena masa depan ini satu-satunya yang tidak bisa ia ubah. Masa depan, dimana pemuda itu bersama dengan kakak dari sahabatnya. Dari guru terbaik mereka kelak di kelas 3-E.

Dan ia tidak bisa merenggut kebahagiaan satu orang itu.

.
.

"[Name]?"

Ia menoleh untuk menemukan sang murid shinigami berjalan menghampirinya yang sedang berada di depan makam Korosensei yang ia buat. Membenahi posisinya, [Name] hanya tersenyum dan membiarkan pemuda berambut abu-abu itu untuk duduk di sampingnya.

Selama beberapa tahun ini, [Name] memang cukup dekat bukan hanya dengan Shinigami namun juga sang murid yang akan menjadi Shinigami kedua. Ia adalah pemuda yang baik, itu yang ia pikirkan saat melihat dan mengenal pemuda itu lebih dekat.

"Aku melihat Tuan Shinigami tadi disini. Ia dimana?"

"Ah, ia ada pekerjaan yang harus dilakukan," [Name] memalingkan wajahnya dan tampak hanya menatap kearah bawah bukit tersebut. Ia tidak bisa mengatakan apa yang dikatakan oleh Sang Shinigami tadi.

"Kau tidak apa?"

"Tidak, hanya ada sedikit masalah," [Name] mencoba untuk tertawa kembali dan bersikap normal. Ia menghela napas dan menatap kembali batu nisan di depannya. Sementara pemuda disampingnya tampak hanya menatap kearah [Name] beberapa saat.

"Aku tahu kalau kau berasal dari masa depan," [Name] seolah bisa mematahkan lehernya karena cepatnya ia menoleh kearah pemuda itu, "aku tidak sengaja mendengarmu dan juga Tuan Shinigami berbicara tentang itu."

"Lalu, apakah kau percaya?"

...

"Tentu saja, karena kau yang mengatakan itu pasti benar," [Name] membulatkan matanya sebelum tersenyum. Kalau saja sang Shinigami bisa percaya padanya seperti pemuda ini percaya padanya, kalau saja ia bisa mendengar kata-kata itu dari mulut pemuda berambut hitam itu.

"Terima kasih..."

"Makanya karena itu," [Name] bisa merasakan nada bicara pemuda itu tiba-tiba berubah bersamaan dengan beberapa orang yang entah sejak kapan berada diantara makam itu membuat gadis itu membulatkan matanya. Dan sebelum ia bisa bergerak, seseorang menangkap tangannya dan memelintir tangannya ke belakang.

Dan memukul tengkuk belakangnya.

"Ikutlah dengan kami [Name], dengan begitu aku bisa memancing Tuan Shinigami," dan suara itu perlahan tampak menghilang bersamaan dengan kesadarannya yang menurun dan menghilang.

.
.

"Masuklah," salah seorang penjaga tampak mendorong kasar sang Shinigami hingga pemuda itu memasuki sebuah ruangan yang dipenuhi oleh para peneliti berpakaian putih.

"Jadi, apakah kau akan mengaku jika kau berbohong tentang [Name] yang berada disini?" Sang Shinigami menatap kearah para peneliti sambil tersenyum tipis, "karena aku tahu jika ia tidak mungkin berada disini..."

"Kau pikir kami akan berbohong? Kalau begitu, aku akan mempertemukan kalian sekarang juga."

Suara langkah kaki itu terdengar semakin dekat dan membuat pemuda itu menoleh untuk menemukan gadis berambut [h/c] yang berdiri di depannya menggunakan pakaian yang sama dengan yang dikenakan oleh para peneliti.

"Halo Tuan Shinigami..."

.
.

"Ia mengatakan kau berasal dari masa depan. Dan ia bilang kau mengetahui bagaimana hasil dari penelitianku ini."

Saat sadar, yang ia lihat adalah ruangan serba putih dengan beberapa orang yang mengenakan jas putih. Ia tidak mengenal mereka, kecuali satu orang berambut keriting yang tampak berbicara dengannya.

Yanagizawa.

"Apapun yang terjadi, kau tidak akan menang melawannya. Berhasil ataupun tidak eksperimental itu," [Name] tampak menatap tajam Yanagizawa meskipun tangannya diikat dengan kencang pada kursi tempatnya duduk, "Tuan Shinigami akan menghentikanmu."

"Kalau begitu kau yang akan membantuku untuk mewujudkannya."

...

"Kau tidak akan berharap jika aku mengiyakan tawaran itu," [Name] tampak mengerutkan dahinya dan menayap Yanagizawa dengan tatapan aneh, "bagaimanapun juga, aku tidak akan membuatmu mengubahnya menjadi monster."

"Kau akan mau. Karena saat ini, pemuda itu akan menuju kemari karena kau," Yanagizawa menatap [Name] yang membulatkan matanya, "aku bisa membunuhnya saat itu juga dengan kau sebagai ancamannya, atau membunuh Aguri..."

Jika bisa mata [Name] lebih melebar, maka saat itu akan terjadi.

"...itu adalah salah satu tujuanmu untuk kembali ke masa lalu bukan? Ia sudah memberitahukannya padaku."

...

"Lagipula, jika ia tidak berubah menjadi seekor monster," [Name] menggigit bibir bawahnya, mengetahui apa yang akan diucapkan oleh Yanagizawa setelah ini, "bagaimana cara kalian bertemu di masa ini?"

.
.

"Aku akan berada disini selama Yanagizawa menyuntikkan obat padamu. Jika ada sesuatu yang aneh pada tubuhmu, katakan padaku," [Name] hanya diam dan menatap pemuda yang berbaring di ranjang khusus itu yang sama sekali tidak berbicara dengannya semenjak mereka bertemu disana. Ia tahu tidak seharusnya ia melakukan ini. Tetapi jika ia melakukan ini, maka Shinigami akan bertemu Aguri dan mereka akan bersama.

Tidak seharusnya hubungan mereka terjadi, tidak seharusnya ia menyukai pemuda itu.

Ia baru saja akan bergerak menjauh saat tangannya digenggam dengan erat oleh sang Shinigami. Ia menoleh dan melihat cairan itu sudah diberikan pada Shinigami hingga mungkin tangannya secara tidak sadar menggenggam tangannya dengan erat.

Untuk sekali ini, tidak apa bukan?
Hanya untuk kali ini...

Dan [Name] hanya berdiri dan membalas genggaman tangan dari pemuda itu padanya hingga selesai.

.
.

"Kerja bagus untuk hari ini Tuan Shinigami," [Name] tampak menatap kearah pemuda yang baru saja menyelesaikan sesi percobaan hari itu. Ia mempelajari lebih lanjut setelah kematian Korosensei saat itu—dan ia yakin dengan ini pemuda itu tidak perlu merasakan rasa sakit, "bagaimana keadaanmu?"

"Tidak ada yang berubah," pada saat [Name] akan menyentuh Shinigami untuk melihat keadaannya, dengan segera ia menepis tangan itu dan membuat gadis itu menghela napas sambil tersenyum. Ia tahu apa yang ia lakukan saat ini tidak akan mungkin bisa membuatnya memaafkan [Name] begitu saja. Mungkin, Sang Shinigami akan membencinya seumur hidupnya.

"Hari ini akan ada yang menemanimu. Orang yang akan menjadi seseorang yang berharga untukmu," [Name] tampak sedikit bergumam. Ia tahu jika Aguri akan mulai menjaga ruangan Sang Shinigami dan mereka akan saling jatuh cinta. Seperti yang seharusnya. Dan kali ini, tidak akan ada yang tewas diantara mereka.

"Semua yang kau lakukan ini," saat sang Shinigami akan dibawa keluar, perkataannya menghentikan para penjaga untuk membawanya keluar lebih jauh lagi, "apakah ini tentang masa depan lagi? Atau memang karena alasan yang kau sebutkan saat itu?"

"Kau akan mengetahuinya jika semua ini sudah terjadi," jawabnya sambil menghela napas kembali dan menatap Sang Shinigami yang akan dibawa keluar dari ruangan penelitian.

.

.

"Apakah kau punya urusan lain denganku, Yanagizawa?"

Shinigami menoleh pada sang ilmuan yang tampak tidak biasanya tahan berada di dalam ruangannya terlalu lama bersama dengannya. Sang ilmuan hanya tersenyum dan menatap Shinigami tanpa mengatakan apapun selama beberapa saat.

"[Name]," nama itu cukup membuat semua topeng senyuman yang dikenakan oleh Sang Shinigami terlepas begitu saja dan menatap Yanagizawa yang sepertinya puas dengan tatapan pemuda itu, "sepertinya ia sangat berharga untukmu seperti kau berharga untuknya. Sangat menyenangkan untuk melihat ekspresimu yang sekarang kau tahu?"

"Mau apa kau..."

"Ia membodohiku dengan mengatakan jika ia akan membantuku membuat senjata mematikan yang kutanamkan di tubuhmu saat ini. Kau tidak berpikir jika aku tidak sadar kalian berdua bersekongkol bukan?" Jujur, sang Shinigami bahkan tidak mengerti apa yang dikatakan oleh Yanagizawa. Yang ia tahu adalah [Name] menghancurkan kepercayaan pertamanya pada orang lain, "ia bahkan menurunkan dosis obat itu hingga penelitian ini berjalan lebih lamban daripada yang kupikirkan."

...

"Ia mengatakan jika ia berasal dari masa depan. Aku percaya karena mantan muridmu juga mengatakan hal yang sama padaku," kekehan pelan itu tampak meluncur begitu saja, "ia bilang aku akan gagal dalam eksperimentasiku sendiri di tempat ini. Dan ia berjanji akan mencoba untuk membantuku dengan syarat untuk melepaskan Aguri dari pertunangan kami dan menyerahkan formul."

Yanagizawa tidak melepaskan pandangannya dari sang Shinigami yang hanya terdiam dan menatap kearah lantai bawah.

"Aku menyetujuinya. Lagipula, kinerjanya benar-benar melebihi apa yang kuharapkan. Tetapi sekarang," ia mendekat dan tampak membisikkan sesuatu pada pemuda dibalik penjara kaca itu, "aku akan menghancurkannya karena berani bermain-main denganku."

...

"...lah..."

"Kau mengatakan sesuatu?"

"Kau salah jika mengancamnya didepanku kau tahu," aura hitam pekat tampak menyelimuti tubuh pemuda itu perlahan, dan tubuhnya perlahan berubah menjadi tentakel hitam yang menari-nari di udara bebas saat itu, "aku akan menunjukkan padamu kesalahan terbesarmu saat ini... Yanagizawa."

.

.

"Ada apa?!"

[Name] tampak menoleh kearah beberapa ilmuan yang berlari menjauh dari ruangan dimana Shinigami disekap. Seharusnya formula yang sudah disempurnakan itu tidak akan membuat ledakan. Tidak ada ledakan tikus di bulan dan bulan bahkan sama sekali tidak hancur hingga hari ini dimana seharusnya kematian Aguri terjadi.

Tetapi kenapa kekacauan seperti ini terjadi?

Jika seperti ini, semua yang ia lakukan hingga sekarang akan sia-sia. Semuanya akan kembali atau bahkan menjadi hal yang lebih buruk.

"Eksperimental itu gagal. Ia mengamuk dan mencoba membunuh semua ilmuan yang ada di dekat sana," [Name] membulatkan matanya dan tampak berlari kearah ruangan dimana Korosensei berada. Disana—tampak semua ilmuan termasuk Yanagizawa tergeletak entah sudah tidak bernyawa atau hanya hilang kesadaran.

Dan didepannya juga tampak Aguri yang tidak sadar sudah berada dalam lilitan tentakel hitam yang menyelimuti bagian tubuh Shinigami yang saat itu tampak entah masih sadar atau tidak dalam pengaruh tentakel itu.

'Ini tidak benar... kenapa ia bisa melakukan itu pada Aguri-san?'

Seharusnya Aguri yang bisa menyadarkannya.

Seharusnya hanya dengan menghadapi Aguri yang disukainya Shinigami akan berhenti untuk menghancurkan segalanya bukan? Tugas [Name] hanyalah memastikan mereka hidup bahagia bersama—tidak salah satu tewas, dan satu lagi menjadi penghancur dunia.

Tetapi kenapa...

"Shinigami...san?" Suara [Name] entah kenapa membuat pemuda itu bergeming. Ia tampak menoleh dengan mata merah menyalanya dan tampak menghempaskan tubuh perempuan malang itu, "...tidak seharusnya kau melakukan itu. Apa yang mereka katakan hingga kau seperti ini?"

...

Kakinya melangkah, meskipun satu tentakel terbang dengan cepat dan menggores pipinya.

"Dasar bodoh, kalau kau berubah seperti ini dan Aguri yang seharusnya menjadi satu-satunya orang yang bisa menghentikanmu malah tidak bisa, siapa lagi?! Kalau seperti ini, kedatangan dan juga semua yang kulakukan malah hanya membuat semuanya menjadi kacau," [Name] tampak menghindar saat sebuah tentakel akan melemparnya menjauh dari Shinigami.

Dan hingga didepan makhluk itu, [Name] hanya mengulurkan tangannya dan menyentuh salah satu tentakel yang diam dan menatap kearah mata merah itu.

"Bantulah aku, buatlah ini semua menjadi lebih baik. Aku hanya ingin bisa melihatmu bahagia meski hanya sekali. Semua yang sudah kau lalui sudah sangat menyedihkan Korosensei," gerakan makhluk itu berhenti, dan tampak [Name] hanya menghela napas. Ia rasa, Aguri memang tidak bisa menghentikannya.

Ia rasa...

Ia bisa berharap jika Korosensei menganggapnya lebih berharga daripada apapun.

"Kalau memang kau tidak ingin berada disini," ia tampak mengulurkan tangannya pada pemuda itu, "—ayo kita pulang. Tuan Shinigami..."

...

"...[Name]?"

Mata merah menyala itu berubah perlahan menjadi iris hitam yang selalu ia lihat pada pemuda itu. Ia tersenyum, menghela napas dan tampak terlihat lega. Namun tidak disadarinya ataupun pemuda itu, sebuah peluru yang menembakkan partikel tentakel tampak menyala di belakang [Name].

Dan sebelum [Name] sadar, benda itu sudah menembus tubuhnya, meninggalkan cipratan darah yang keluar dari tubuhnya sendiri. Hingga ia limbung...

.

.

...dan tidak lagi bisa merasakan apapun selain rasa sakit.

.

.

"Dasar bodoh. Apa yang sebenarnya kau lakukan hingga tidak bisa melihat jalur serangan yang sangat jelas itu..."

"Entahlah," [Name] tampak tertawa dan menekan darah yang keluar dari luka di tubuhnya, "sepertinya apa yang kulakukan kali ini benar. Meskipun aku harus mengubah perasaanmu pada Aguri-san... kuharap, kau tidak berubah menjadi gurita mesum kuning itu. Karena sampai kapanpun, penampilanmu yang sekarang jauh lebih menarik daripada itu."

Tawa yang meluncur saat itu tampak dibarengi dengan sebuah darah yang terbatuk dan keluar dari mulutnya.

"Sebaiknya kau tidak berbicara terlebih dahulu, siapa yang akan tahu tubuhmu yang bebal ini akan bertahan atau tidak."

"Kurasa sudah cukup sampai disini main-mainku tuan Shinigami," ia menghela napas dan menyenderkan kepalanya di tubuh sang Shinigami, "puluhan bahkan ratusan kali aku sudah menyaksikan kematianmu dengan semua cara, puluhan dan ratusan kali juga aku mencoba untuk kembali dan terus kembali hanya untuk melihatmu hidup kembali."

Ia mencoba untuk tidak banyak bernapas, karena saat ini untuk bernapas adalah sesuatu yang menyakitkan.

"Kurasa ini adalah cara yang paling tepat. Keberadaanku di masa ini pada akhirnya tidak perlu ada bukan? Tidak perlu ada dua [Name] di dunia ini. Dan satu yang harus dihilangkan adalah aku," [Name] menghela napas dan tampak mencoba untuk mengatur napasnya sendiri, "meskipun pada akhirnya kau selalu tidak adil."

"Di bagian mana kau harus mengatakan bahwa aku tidak adil?"

"Berulang kali aku mengulangi pertemuan kita, kau tidak pernah ingat padaku. Dan berulang kali aku melihat dan jatuh cinta padamu, kau bahkan tidak pernah mencoba untuk menjawab perasaanku," ia tertawa dan menatap sang Shinigami yang tampak hanya diam dan menatapnya dengan senyuman pahit.

"Lalu apa yang kau inginkan?"

"Untuk saat ini, dan untuk nanti?" Shinigami hanya mengangguk, "cium aku?"

...

"Ahaha, ada apa dengan reaksimu itu? Aku hanya bercan—" dan sebuah ciuman tampak diberikan tanpa ragu, membuatnya semakin tidak bisa bernapas bebas. Namun, hanya untuk saat yang singkat ini—[Name] berharap ia masih bisa merasakan ciuman itu meski napasnya terenggut.

"Jangan berkata seolah aku tidak akan melakukan itu..."

"Karena kau selalu menganggapku anak kecil," ia tertawa pelan, namun air mata itu sudah menggenang di pipinya, "untuk sekarang ini, meskipun kau hanya melakukannya untuk memenuhi permintaan orang sekarat seperti ini aku sudah cukup senang."

...

"Dan untuk permintaanku selanjutnya..."

.
.

"...hiduplah bahagia tanpaku. Dan jangan lupakan aku dan perasaanmu ini lagi saat pertemuan kita yang selanjutnya."

.

.

1 y e a r l a t e r

.

.

"Mulai hari ini aku akan menggantikan Aguri-sensei untuk menjadi wali kelas kalian karena beliau akan jarang mengajarkan kalian."

Ia tersenyum dan menatap semua murid disana seolah sedang mencari seseorang disana. Dan sebelum bisa mengatakan apapun, seseorang membuka pintu kelas dan menampakkan gadis berambut [h/c] yang tampak terengah-engah memegangi lututnya.

"Aguri-sensei maaf aku terlam—eh?" Seluruh kelas tampak diam melihat [Name] yang menoleh kearah guru baru dihadapan mereka, "kau bukan... Aguri-sensei."

"Namaku adalah Korosensei. Aku adalah guru baru disini, duduklah di kursimu sekarang [Name]-san," seolah menyadari guru baru itu tidak ingin dibantah, [Name] tampak mengangguk dan berjalan hendak melewati Korosensei yang tampak berdiri diantara meja depan itu.

Namun tidak, sebelum ia mendengarkan bisikan terakhir pemuda itu.

"Tetap tidak bisa bangun pagi, [Name]-san?"

"Huh?" [Name] menoleh dengan cepat dan melihat Korosensei yang tampak hanya tersenyum dan memiringkan kepalanya.

"Kita akan mulai pelajarannya."

O w a r i

.

.

Saya tahu ini kesannya sedikit memaksa; atau alurnya terlalu cepat. Tetapi kurasa aku mencoba untuk memperlambat alur agar tidak terlalu cepat meskipun tidak begitu banyak berhasil.

Kuharap kalian menikmati dan mengerti tentang apa yang kutuliskan disini ^^

#TunaFishAddict

O m a k e

.

.

"Heee, dimana ini Korosensei?"

Suara itu membuat pemuda berambut hitam itu menoleh. Ia yang sedang berada di bukit tempat kelas 3-E berada, di salah satu sisi bukit tertinggi dimana ia membangun sebuah batu pusara tanpa nama. Hari ini pelajaran berakhir dan sebenarnya, pemuda itu hanya ingin pergi kemari sendiri dengan membawa buket bunga kesukaan [Name].

"Kenapa kalian kemari?"

"Habisnya kau selalu menghilang saat pelajaran selesai dan selalu kemari," pemuda itu hanya menghela napas dan membiarkan para muridnya melihatnya meletakkan buket bunga itu didepan batu nisan tanpa tulisan disana.

"Bunga yang indah!" [Name] menoleh kearah bunga yang dibawa itu, dan Korosensei menatap [Name] yang menatapnya dengan mata berbinar.

"Kukira kau tidak pernah suka bunga [Name]?" Kayano yang menanyakan hal itu.

"Memang, tetapi entah kenapa aku suka melihatnya," [Name] tersenyum lebar dan mendekati buket bunga itu sebelum menyadari batu dimana bunga itu diletakkan didepannya, "ini batu nisan bukan? Siapa yang dikubur disini Korosensei?"

...

"Seseorang—yang berharga untukku dulu hingga sekarang..."

'...jangan lupakan aku dan perasaanmu ini lagi saat pertemuan kita yang selanjutnya.'

.

.

'Tetapi kalau seperti ini,' Korosensei menghela napas dan menatap [Name] yang ada didepannya, 'apa aku tidak terlihat seperti seorang pedophilia ya?'

T a m a t

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top