Bagian 7

Setelah beberapa saat ketika bu Rita meninggalkan kelas. Datanglah guru matematika kami. Guys, jangan pernah berfikir karena kami adalah pemilik kemampuan super. Bukan berarti kita tidak belajar tentang ilmu pengetahuan mendasar seperti ini.

Tentu saja, ilmu mendasar seperti ini penting juga bagi masa depan pemilik kemampuan. Kami para pemilik kemampuan yang lemah atau sebutan yang lebih tepatnya adalah pemilik kemampuan yang tidak bisa bertarung atau tidak bisa digunakan negara akan menjadi orang yang berprofesi layaknya manusia netral.

Bagi manusia netral, kami bukanlah apa-apa. Karena keunggulan manusia netral adalah mereka tidak bisa mendapatkan serangan kami, bahkan psychokinesis tidak bisa menyentuh mereka.

Bagi manusia netral. Kami hanyalah manusia biasa. Tak heran mengapa mereka memilih manusia netral sebagai kepala sekolah kami. Agar tidak ada yang bisa menyentuh kepala sekolah atau mencelakainya.

Guru matematika kami sangatlah pendiam. Dia tidak ingin membahas sedikitpun tentang introgasi polisi, dia hanya melanjutkan pelajarannya tanpa memperdulikan kami yang sangat penasaran ini.

Melihat kami yang penuh harap untuk mendengarkan cerita dari pak Yoga, akhirnya pak Yoga pun membuka mulutnya setelah menghela nafas yang panjang.

“Anak-anak, saya tahu kalian sangat penasaran tentang kejadian ini. Akan tetapi, ada baiknya kalian tidak perlu ikut campur masalah ini. Karena ini merupakan tugas polisi. Saya tidak akan memberikan keterangan apapun kepada kalian, jadi saya harap untuk fokus pada pelajaran yang saya sampaikan ini.” Jelas pak Yoga.

“baik pak” sahut kami serempak.

Pak Yoga merupakan pemilik kemampuan telepati. Tetapi, telepati pak Yoga hanya berlaku pada saudara kembarnya. Sedangkan saudara kembarnya bisa melakukan telepati pada siapapun kecuali manusia netral.

Vin mendengarkan semua yang disampaikan pak Yoga dengan baik, dia memanglah si gila MAFIA (MAtematika, FIsika, kimiA).

Sangat kelihatan dari warnanya Vin, dia sangat fokus mendengarkan pelajaran kesukaannya itu. Sehingga tak heran mengapa guru MAFIA sangat menyukai Vin. Sedangkan kami, sangat membenci pelajaran tersebut. 

***

Bel istirahat berbunyi memekakan telingaku. Semua orang baru saja bangkit berdiri dari tempat duduk masing-masing. Kemudian ada dua orang Pria paruh baya memasuki kelas. Mereka kelihatan seperti sedang mencari seseorang, kemudian mereka bertanya kepada Ariel teman sekelas kami. Yang menurut mereka paling dekat posisinya dengan mereka saat ini, lalu setelah mereka berbincang sedikit. Ariel menunjuk kearah Vin, sepertinya mereka sedang mencari Vin.

Kemudian kedua pria itu mendatangi kami dan pandangan mereka langsung tertuju kepada Vin.

“Benarkah anda yang bernama Nicholas Vin?” tanya seorang pria paruh baya yang datang besama seorang polisi yang mengintrogasi temannya Vin tadi.

“Ya, benar saya adalah Nicholas Vin. Ada apa ya pak?”

“Anda merupakan saksi kedua yang melihat tulisan ini kan? Dan benarkah anda adalah seorang Teleportasi satu-satunya disini?” tanya pria paruh baya itu lagi, yang tak lain adalah seorang detektif yang diceritakan guru tadi.

“Ya, benar saya orangnya.” Jawab Vin formal.

“Bisakah anda ikut saya sebentar? ada beberapa pertanyaan yang mau saya ajukan” ucap detektif tersebut.

Vin langsung beringsuk mengikuti detektif tersebut, warna Vin saat itu adalah cemas.

Setelah kepergian Vin.
Kelas yang sunyi senyap karena melihat Vin yang ditanyai detektif tersebut, mendadak menjadi bising kembali, dikarenakan mereka mulai bergosip setelah melihat Vin yang diintrogasi detektif di ruangan terpisah.

Ada yang mengira Vin dicurigai polisi, ada juga yang mengira Vinlah pelakunya, ada juga yang mengatakan “Pasti itu dia” dan ada juga yang mengatakan Vin tidak bersalah. Mereka semua hanya menilai Vin berdasarkan imejnya di kelas, mereka bahkan sama sekali tidak mengenal Vin yang sebenarnya.

****

Vin kembali dari introgasi polisi, Vin bahkan tidak menunjukan warna perasaan apapun. Dia hanya menunjukkan warna perasaannya yang seperti biasa, warna ungu.

“Gimana? Apa kata polisi?” tanyaku cemas.

“yah biasa lahh.. Cuma introgasi karena rasa penasarannya polisi, bentar lagi juga polisi bakal introgasi lo sama Mily.” Ucapnya santai.

“lah? Apa urusannya sama kita? Kan kita liat tulisan itu yang terakhir?” tanyaku bingung.

“who knows?” ucapnya sambil mengangkat bahu.

“Vin, ini sepertinya Cuma ancaman yang iseng deh.. apa ga terlalu berlebihan kalau sampe manggil polisi?”

“Ya, mana gue tau kali, toh kepsek yang minta diselidiki. Dan gue kan termasuk salah satu saksi mata. Lagian, ini udah termasuk Teror Tey. Ancaman ini sepertinya tidak main-main, soalnya pake darah sih.”

Aku terdiam sejenak, karena membenarkan perkataan Vin yang masuk akal.

Vin sedikit membungkuk melihat wajahku yang menunduk karena mencerna perkataan Vin tadi.

Ia mendekatkan wajahnya padaku, dan mengerutkan dahinya tanda dia heran melihatku yang tiba-tiba terdiam. Namun, wajahnya terlalu dekat!

DEG!

Detak jantungku yang tidak karuan ini semakin berderu kencang. Seolah tidak mau mendengar akal sehatku yang mengatakan dia adalah Teman baikku sejak kecil.

Ya... Aku Theya Addilyn, sudah menyukai Vin sejak kelas 6 SD. Ketika dia menyelamatkanku yang akan terjatuh dari tangga.

Namun, Vin juga sudah bagaikan keluarga, sahabat, saudara bahkan Kakakku sendiri. Tetapi, aku yang sangat menyayanginya ini tidak ingin kehilangan Vin.

Sehingga aku selalu memendam perasaan ini, aku tidak berani mengungkapkannya. Karena, aku tidak ingin hubungan kita menjadi renggang.

Setelah melihatku yang kelihatan kewalahan, untuk menghindari tatapan matanya dia membelokkan wajahnya kearah telingaku. Kemudian dia...

"TEYA!" teriaknya tepat di telingaku, menyadarkanku pada kenyataan betapa menyebalkannya dia itu.

“hah? Ah... sorry Vin.. ada apa?” tanyaku terbata-bata.

“Lo kenapa? Kok bengong?”

“ah, gapapa kok. Gue Cuma penasaran sama tulisan tadi kok. Btw bentar lagi bel masuk bunyi. Aku mau ke toilet dulu deh kalau gitu.” kataku beralasan.

“oh. Oke.”

Aku menuju ke toilet dekat kelasku, aku memang sudah sesak sedari tadi, sekalian untuk menghindari pertanyaan dari Vin lagi.

Sesampaiku di toilet.

Aku masuk di bilik terujung bagian dalam toilet, saat itu 2 bilik di samping bilik yang aku masuki tertutup rapat. Dan aku juga melihat tanda merah di atas peganggan pintu toilet, yang menandakan pintu toilet terkunci.

Sebelum aku masuk ke dalam bilik toilet, aku melihat ada 2 macam warna yang berbeda. Bilik di sampingku memiliki warna jingga dan bilik di samping warna jingga ini memiliki warna hijau muda.

*jingga: lega, hijau muda: cemas*

Aku mengabaikan itu, lalu masuk ke dalam bilik terakhir yang kosong. Tak lama aku berada di dalam toilet, untuk menyelesaikan urusanku (ya kau taulah). Kemudian aku mendengar suara aneh.

"Erghh"

Itu.. Seperti suara erangan, sepertinya di sebelah bilik toiletku yang tadinya berwarna jingga.

"apakah dia segitu tersiksanya mengeluarkannya" pikirku.

Lalu aku melihat di atas bilik toiletku yang tidak tertutupi atap, kemudian muncullah warna dalam bentuk asap dari samping bilik toiletku. Yang awalnya jingga berubah menjadi hijau kehitaman.

*hijau kehitaman: takut*

Karena khawatir, aku mengetuk dinding bilik toilet penghalang antara bilikku dan bilik pemilik warna hijau kehitaman ini.

Ada balasan ketukan sebanyak tiga kali dari pemilik warna hijau kehitaman ini.

Aku merasa sedikit lega setelah mendengar ketukannya, mungkin dia hanya takut orang mendengar suara erangannya.

Setelah aku selesai dengan urusanku,  dan mulai bersiap merapikan pakaianku, aku mendengar suara kunci pintu yang dibuka dari sebelah bilik toilet. Sepertinya dia sudah selesai, tetapi tidak ada suara keran air.

“masa sih setelah buang hajat dia ga cuci tangan?” batinku.

Warna hijau kehitaman itu juga sudah hilang, berarti dia sudah keluar.

Setelah aku keluar dari dalam bilik toilet, aku melihat pintu kamar mandi yang ada di sebelah bilik toiletku tidak terbuka, hanya saja warna di atas peganggan pintu sudah berwarna hijau yang artinya pintunya tidak dikunci.

Kemudian setelah aku selesai mencuci tanganku, aku yang penasaran mencoba membuka pintu toilet yang ada di sebelah bilik toiletku tadi.
Tetapi tidak ada siapapun.

[KRINGGGG!]

Bel masuk sudah berbunyi. Aku bergegas kembali ke kelas.

Setelah aku kembali ke kelas, aku tidak melihat Vin di dalam kelas.

“ah mungkin dia ke toilet juga.” Batinku.

Tak lama kemudian. Bu Pira sudah berada di dalam kelas, dengan memberikan sambutan hangat pada kami.

Selang berapa detik dari sambutan Bu Pira, Vin sudah terduduk di sampingku.

“Lo dari mana?” bisikku, sambil tetap melihat ke arah Bu Pira.

“Toilet” desis Vin, sambil mengikuti apa yang kulakukan.

Aku melihat Vin dari atas ke bawah, tetapi Vin sama sekali tidak seperti barusan dari toilet karena aku melihatnya berkeringat dan tangannya yang tidak basah.

“masa sih dia juga ga cuci tangan?” batinku jijik.

“siapa yang duduk di bangku kosong yang berada di dekat jendela itu?” tanya Bu Pira sambil menunjuk kearah tempat duduk yang biasa di tempati Maggie.

“Maggie bu, tadi dia pergi ke toilet sebentar” ucap sahabat Maggie yang duduk bersamanya.

“kenapa masih belum kembali? Apa dia sakit?” tanya Bu Pira perhatian.

“ga tau bu, sudah 20 menit dia ke toilet dan belum kembali.” Jelas Fellie teman sebangku Maggie.

“hmm.. ibu khawatir padanya, sebaiknya kamu mengecek keadaannya Fellie. Mungkin dia sakit.” Perintah Bu Pira sambil memasang wajah khawatir.

Terlihat Fellie yang juga sama khawatirnya bergegas keluar kelas sambil menuju ke kamar mandi dekat kelas kami itu.

Lalu Bu Pira mulai melanjutkan pelajaran yang mau di sampaikan kepada kami hari ini.

Setelah 15 menit kepergian Fellie aku mulai melihat warna teman-teman sekelas kami yang mulai berubah cemas semua. Mereka mulai berbisik akan sesuatu.

Bu Pira juga mulai mencemaskan Fellie dan Maggie yang belum kembali hingga sekarang.

“BAMMM!”

Suara bantingan pintu yang mengagetkan seisi kelas mengheningkan Kelas secara mendadak.

Dan yang membanting pintu adalah Fellie dengan mata yang membulat, keringat yang bercucuran dan nafas yang ngos-ngosan.

“Ada apa Fellie? Mana Maggie?” tanya Bu Pira.

“Maggie hilang bu!” seru Fellie.

“A-Aku sudah mencarinya dimanapun, di toilet paling ujung pun sudah saya periksa. Bahkan saya juga sudah memeriksa UKS dan tidak ada Maggie dimanapun. Aku adalah pemilik kemampuan yang bisa mencium bau dan bau Maggie hilang di toilet dekat kelas ini, selain disana dan di kelas ini, tidak ada lagi tanda-tanda keberadaan Maggie dari baunya.” Sambung Fellie menjelaskan dengan nafas yang terenggah-enggah.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top