Bagian 5: Kalian Akan Membayar Semuanya!

Karna ini Weekend gue mau ikut Vin nyari tempat buat bahan lukisannya buat minggu ini.

"Vinn! gue mau ikut kemanapun lo pergi buat nyari bahan lukisan lo kali ini" ucapku sembari dia baru mengangkat teleponnya.

"Yakinn? Gue ga yakin lo bakal kuat nungguin gue ngelukis" jawab Vin dari telepon.

"Yah yakin lahh! Gue udah nyiapin semuanya kokkk. Tema lo hari ini tuh apa?" tanyaku

"Umm.. gue kayaknya mau ngambil tema pantai dehh. Lo siapkan Bikini lo aja yaa hahaha"

"Dasar cabul! Btw bukannya kemarin lo baru Lukis tema pantai?" tanyaku heran.

"Yah, suka-suka gue donkk! namanya gue mau ngelukis apa aja yang gue mau." Jawabnya nyolot

"Iya dehh. Yaudah gue siap-siap dulu"

****

Setelah kami berdua selesai.
Vin membawaku pergi dengan teleportasinya ke pantai yang indah, damai, dan hanya kamilah pengunjungnya. Ini sudah seperti pantai pribadi.

Aku selalu memimpikan tempat seperti ini, yang hanya kami pengunjungnya.

Pantai ini sangat indah, airnya begitu damai. Warna airnya seperti warna tenang milikku, sangat menyenangkan hati.

Aku berdiri di atas pasir pantai putih yang lembut, aku tidak tahu ini di negara mana, yang jelas ini sangat indah.

Aku menoleh kearah Vin, melihat Vin yang sedang memandangiku dari jauh.

Aku melambaikan tangan padanya, menyuruhnya untuk menghampiriku.

Vin menolak sambil menunjuk pada kanvas lukisan miliknya yang berarti dia ingin melukis.

Alhasil karena Vin tidak mau menghampiriku, aku yang menghampirinya.

Vin melihatku dengan tatapan heran lalu bertanya padaku.

"Kenapa malah nyamperin gue? Ga bawa bikini?"

"Masa iya gue berenang sendiri? Yahh mau gimana lagi, gue temani lo aja dehh. Lain kali, lo harus luangin waktu buat berenang bareng jangan Cuma ngelukisss aja!" ucapku jengkel.

"Lahh. kan itu hobi gue, gue ga tahan kalo ga ngelukis Teya...."

"Sebenarnya apa sih inspirasi lo buat melukis?"

"Umm.. No comment."

"Apaan sihh kok gituuu?!" ucapku ngambek.

"Ada saatnya dimana lo bakal tau semua soal gue. Gue janji bakal kasih tau lo semuanya. Cuman menurut gue, ini bukan waktu yang tepat Teya. Maafin abang yaa..." jelasnya sambil nyengir jail.

"Yaudah deh! Gue bosan liat lo melukis. Gue mau berenang aja!" ucapku nyolot.

"Yaudah hati-hati ya dekk." jawabnya geli.

Aku tak menghiraukan ucapannya dan lanjut berjalan menuju air pantai.

Mulai bermain air pantai sambil melihat ke dasar air. Aku melihat bayanganku sendiri dengan air pantai yang tenang, aku suka pantai ini.

Lalu aku melihat lagi ke arah Vin yang masih memegang kanvasnya sambil melihat ke pemandangan alam sekitarnya.

Tak sadar aku memandangnya terlalu lama, sehingga Vin melihat ke arahku.

Dia tersenyum padaku. Aku yang masih ngambek padanya memalingkan wajahku ke arah yang berlawanan.

Aku mendengar tawanya yang terbahak-bahak, ah sial! Dia mengejekku.

****

Waktu sudah sangat larut di negara itu, sehingga aku mulai mengeringkan tubuhku yang basah kuyub dengan handuk yang kubawa.

Vin juga sudah menyelesaikan lukisannya, tampaknya dia sudah menutup lukisannya dengan kain.

Dia menghampiriku lalu ia berkata.
"Teya.. gimana kalau lain kali kita kesini lagi?" ucapnya tiba-tiba dan tampak sedikit keraguan dari dirinya.

"Why not? Tapi lo harus janji sma gue! Lain kali lo harus ikut berenang!"

"Oke!" jawabnya.

Aku tersenyum padanya, tanda aku sudah tak marah lagi padanya.

Bagiku Vin merupakan salah seorang yang terpenting dihidupku.

Makannya gue ga bisa marah dengannya lebih dari 1 hari.

Dia selalu berhasil membujukku agar berbaikan dengannya.

"Umm.. berhubung sudah larut disini, gimana kalau kita pulang aja? Karna disini sepi, kalau malam bisa agak nyeremin lohh." ucapnya menakuti.

"Untuk teleport sepertimu bisa takut juga?" ejekku geli.

"bukannya takut Teya. gue khawatirin elu kaliii. Nanti lo ngeliat warna perasaan orang yang ga ada wujudnya baru tahu rasa."

"Yaa dehh. pinter banget ngelesnya, lagian gue juga mau istirahat. habis berenang capeknya lumayan terasa." Ucapku sambil memeganggi pundakku.

"Oke, yukk"

Dia menggenggam tanganku, memejamkan matanya dan "POOF!!" aku sudah berada didepan rumahku.

"Gue duluan ya Vinn. Makasih buat hari ini yaa."

"You're welcome" jawabnya

Aku masuk kedalam rumahku, dan segera menuju kekamarku.

Aku lelah sekali hari ini.

Tak sadar, aku hanya berbaring sebentar hingga ketiduran.

****

Keesokan paginya.
"Kak Teya bangunn! Ya ampunn kebo ini perasaan semalam tidur cepat, kenapa pula dia bangunnya yang paling lama." Gerutu Milly

Aku terlonjak kaget mendengar jeritan Milly yang artinya sudah pagi.

Aku langsung beranjak dari kasurku dan pergi mandi.

"Tumben langsung bangun" ucap Milly bingung.

"Gue gamau lo tinggal lagi kali ini"

"ohh oke, bagus lahh, yaudah abis mandi langsung turun. Sarapannya udah keburu dingin." ucap Milly mengingatkan.

Aku menyatukan jari telunjuk dan jempolku menunjukkan isyarat Oke padanya.

Setelah selesai mandi, aku turun ke lantai dasar untuk sarapan bersama semua keluargaku.

Ayah yang sangat jarang berada di rumah karena tuntutan pekerjaannya, selalu kami temui saat pagi hari saja.

Ayah orang yang sangat hangat, dia begitu menyayangi kami semua.

Tetapi karena Tuntutan pekerjaannya dia tidak bisa berlama-lama bersama kami, terkadang hari liburpun dia sibuk bekerja.

Papa seorang Telekinesis. Pekerjaannya dengan pemerintah sudah dikontrak sejak dia tamat SMA.

Makannya dia selalu sibuk mengurus semua pekerjaannya di pemerintahan Indonesia.

Kami yang anak keturunannya tidak ada yang mengikuti kemampuan Papa. Kami adalah seorang Chróma. Chróma adalah nama yang diambil dari bahasa Yunani yang artinya adalah warna, orang yang memiliki kemampuan penglihatan berupa warna, biasa disebut Chróma.

Chróma Milikku berbeda dengan milik mama dan Milly. Chrómaku bisa mengubah perasaan orang lain dan melihat perasaan mereka berdasarkan warna.

Tapi milik mama dan Milly sama. Mereka bisa melihat suara dari warna.

****

Setelah aku selesai menghabiskan sarapan pagiku, aku segera memakai sepatu untuk pergi ke sekolah bersama Milly dan Vin.

"Kayaknya kita kepagian deh. Vin aja belom siap tuhh." ucapku memberi tahu.

"Ga mungkin lahh. Gue pernah lebih pagi dari ini, dan dia tetep udah nunggu duluan kok." jawab Milly.

"Ya terus dia kemana donk kalo jam segini ga ada disini? Coba lo telepon dehh. Mana tau dia ga bisa bangun karna keenakan molor kalii."

Milly mengambil ponselnya dari saku rok abu-abunya, setelah menekan tombol di ponsel, dia meletakkan ponselnya di telinganya.

Setelah beberapa saat menelepon, dia menggeleng tanda tidak diangkat olehnya.

"Sebenarnya ada apa sih dengan Vin? perasaan semalam dia biasa aja kok. Apa dia sakit? Gimana kalau kita ngetok pintu rumahnya buat mastiin dia di rumah apa enggak?" usulku.

"Yaudah. Lo ketok gihh pintu rumahnya."

Aku mendekati pintu rumahnya dan mulai mengetuk pintu rumahnya, tak lama kemudian ada seorang pria paruh baya membuka pintu rumahnya.
Yap, tentu saja itu ayahnya Vin.

"Pagi om Tritan" sapa aku dan Mily bersamaan.

"Ehh Teya dan Mily, ada apa ya? Bukannya udah berangkat bareng Vin?" sapa ayahnya Vin ramah.

"ah kami baru mau nanya om soal Vin, Vin udah berangkat duluan ya Om?" tanyaku sopan.

"tadi om liat dia udah berangkat pagi-pagi sekali. Jadi, saya kira kalian ada tugas yang harus diselesaikan pagi ini. Makannya om tidak banyak tanya sama dia, jadi dia tidak bilang sama kalian dan berangkat sendiri?
Wah wah.. Om tidak pernah mengajarinya untuk menjadi pria yang tidak sopan. Atas nama Vin, Om minta maaf sama kalian yaa?" jelas ayahnya Vin yang terlihat merasa bersalah.

"ahh tidak apa-apa om" sambil melambai-lambaikan kedua tanganku.

"Kami cuman mikirnya dia telat bangun atau lagi sakit, makannya kami nanya keadaannya. Umm.. kalo gitu Teya dan Milly pamit dulu ya om. Kami udah hampir telat nihh" ujarku.

"Ohh gituu.. umm gimana kalau Om aja yang nganter kalian?"

"ahh ga usah om, Ga usah repot-repot, kami bisa naik bis kokk. Makasih Om."

"Bener? Tidak apa-apa kan?" tanya Om Tritan

"Iyaa Om, makasih ya om. Yaudah kalau gitu kami duluan ya Om."

"oke, hati-hati yaa."

Aku dan Milly terpaksa berjalan menuju halte Bis untuk menunggu Bis selanjutnya.

Gara-gara ga ada Vin, kita musti gempet-gempet sama orang lagi nihh.

"Kak, menurut kakak Vin kemana?" tanya Milly khawatir.

"Gue juga ga tau. Mungkin dia lagi males jadi tukang ojek kali. Makannya berangkat duluan" jawabku santai.

"perasaan gue ga enak deh kak, soalnya Vin ga pernah gini kok. Dia selalu ngabarin kalo misalnya dia ga masuk sekolah, masa dia berangkat sendiri itu dia ga ngabarin sih? Kayaknya ga mungkin deh. Gue merasa ada yang ga beres kak." jelas Milly.

"yaudahlah biarin aja, nanti kalo ketemu Vin, ya kita tanya aja"

Milly mengangguk setuju.

Tak lama setelah perbincangan itu, Bis yang kita tunggu sudah menunjukkan batang hidungnya.

Setelah kami memasuki Bis itu, Bis itu tidak seperti biasanya. Biasanya Bis itu banyak orangnya dan kami pasti akan berhimpitan dengan orang lain.
Tapi kali ini bis itu sangat sunyi sehingga kami mendapat tempat duduk yang dekat dengan pintu keluar.

Sesampai kami di sekolah, kami segera menuju ke kelas masing-masing. 5 menit lagi bel masuk akan berbunyi.

Tetapi ada kerumunan orang di lapangan sekolah, terlihat seperti ada sesuatu yang terjadi.

Aku menerobos masuk diantara kerumunan itu. Aku melihat tulisan yang besar di tengah lapangan

"KALIAN AKAN MEMBAYAR SEMUANYA!"

itulah tulisan yang dilukis menggunakan darah, tidak tahu darah apakah itu. Apakah itu darah manusia atau darah hewan, yang jelas itu berwarna merah dan berbau amis.

Aku bertanya kepada salah seorang teman sekelasku yang sama kagetnya melihat tulisan itu.

"Lex, ada apa sih? Siapa yang nyoret itu disini?" tanyaku penasaran.

Alex mengangkat bahu dan berkata
"Gue ga tau Teya, cuman gue denger tadi pagi-pagi banget udah ada tulisan ini bahkan sebelum pihak sekolah membuka gerbang sekolah. Dan semalam sebelum tutup gerbang mereka udah cek keadaan sekolah, ga ada tuh yang ginian. Mengenai orang yang masuk kemari itu bisa dibilang ga mungkin lahh, kan pintunya baru dibuka jam 5 pagi. Jadi tadi gue denger kepala sekolah udah manggil kepolisian untuk mencari tahu ulah siapa dan darah apa ini, lalu memberi sangsi bagi pelakunya. Itu aja sih yang gue tau tey."

"lalu apa benar pintunya sudah dikunci semua? Dan apa sudah yakin ga akan ada yang bisa masuk kemari selain menggunakan pintu depan? Lagian kan ada CCTV? Mereka udah pada cek belum CCTVnya?" tanyaku sewot.

"umm.. masalah pintunya, gue juga ga yakin. Cuman kalo masalah CCTV mereka udah cek kok, tapi tidak ada yang menyorot kearah lapangan. Yang akan menyorot kearah lapangan kan akan dipasang 2 minggu lagi, terus CCTV yang mengarah ke arah pintu manapun tidak ada yang menunjukkan batang hidung pelakunya, kalau di komik detective conan sihh, ini termasuk kasus di ruang tertutup."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top