Bagian 22: Kebenaran

Di dalam mobil, Barbie hanya diam dan mengabaikan kehadiranku. Seolah aku hanya makhluk tak kasat mata.

Aku masih sangat penasaran, kenapa mereka berbohong padaku? Apa yang mereka sembunyikan dariku?

Siapa mereka sebenarnya?

"Barbie" panggilku setengah berbisik.

"Hm?" Sahut Barbie lalu menoleh padaku.

"Kau tahu siapa aku kan?"

"Theya kan? Memangnya siapa lagi?"

"Bukan, maksudku, kau tahu kemampuanku kan?"

"Tentu saja." Barbie memalingkan wajahnya dan menatap pada buku bacaannya kembali.

"Aku tahu kalian berbohong, jujurlah padaku, apa yang kalian sembunyikan dariku?"

Barbie menatapku dengan wajah tanpa ekspresi. Diam selama beberapa puluh detik.

"Aya...." Barbie memberi jeda. "Kamu Aya kan?"

Aku tersentak kaget. Bagaimana dia bisa tahu panggilanku saat kecil? Apa dia menggunakan kemampuannya saat memasangkan antingnya?

"Kau...."

Barbie mengangguk tanpa ekspresi. "Kau ingat siapa yang memanggilmu begitu?"

Aku mengangguk.

Dulu memang ada seorang anak laki-laki yang sangat akrab denganku. Dia memanggilku begitu, hanya saja aku tidak ingat siapa dia, aku yakin itu bukan Vin.

"Menurutmu siapa dia? Siapa namanya?"

Aku menggeleng.

"Benarkah? Di masa lalumu, kau pernah memanggilnya dengan namanya. Cobalah untuk mengingatnya."

Aku mengerutkan dahi berusaha untuk mengingatnya. Tetap saja, aku tidak bisa ingat siapa anak laki-laki itu.

Aku menggeleng.

Kemudian, Barbie menyodorkan selembar foto yang terlihat kuno. "Anak ini kah?"

Di foto itu ada seorang anak laki-laki yang menggunakan topi baseball. Mengenakan kaos putih bertuliskan "New York" dan celana ponggol warna hitam.
Anak itu sekitar tujuh sampai delapan tahun.

Yang membuatku bergidik adalah benar, dia orangnya.

Aku menatap Barbie menyelidik. Melihat tingkahku yang berubah. Dia yakin aku kenal siapa anak laki-laki dalam foto ini.

Barbie tersenyum. "Dia Leffin, orang yang kamu sebut kakak di masa lalumu."

Aku mengernyitkan dahi. Aku benar-benar tidak mengingatnya. Siapa Leffin?

"Siapa dia? Aku baru pernah mendengar namanya sekali."

"Ah, biar kubantu kau mengingat masa lalumu sendiri." Ucap Barbie, lalu menutup bukunya dan menggenggam kedua tanganku sambil memejamkan matanya.

"Pejamkan matamu" Perintah Barbie.

Aku menurutinya.

*****

"Kak Lef!"

Leffin menoleh kearahku dan tersenyum. "Ada apa, Aya?"

"Kak Lef, nihh mama buatin cookies buat kakak." Ucapku sambil menyodorkan cookies buatan mama.

"Wah makasihh, baik banget." Ucapnya sambil mengelus puncak kepalaku.

Aku balas tersenyum padanya.

*****

Barbie melepaskan tanganku.

Itu masa laluku? Aku pernah memanggilnya dengan sebutan 'kak Lef'?

Lalu, siapa dia?

"Kau memanggilnya Lef, bukan?"

Aku mengangguk.

Barbie memberikan secarik kertas padaku. Setelah kubuka, itu adalah dokumen penting.
Sepertinya riwayat penggantian nama.

Riwayat penggantian nama dari Zeffin menjadi Leffin.

"Apa maksudmu?" Tanyaku mulai tidak sabar karena diberikan informasi yang tidak jelas.

"Leffin adalah seorang anak laki-laki dalam ingatanmu, kan?"

Aku mengangguk.

"Dia sebenarnya adalah Zeffin."

"Ja-jadi dia itu Zeffin? Di-dia ada di masa laluku?"

Barbie mengangguk, lagi-lagi tanpa ekspresi. "Menurutmu, apa perannya?"

Aku mengernyitkan dahi tidak mengerti.

"Sepertinya sebagian ingatanmu benar-benar menghilang sejak kejadian itu."

"Apa maksudmu?"

Barbie menggenggam lagi tanganku. Aku langsung mengerti maksudnya dan menutup mataku.

*****

"Aya, kau ingin permen?"

Aku mengangguk senang. "Tentu saja mau!"

"Kalau begitu, kakak akan memberikannya setelah kau mengikuti perintah kakak, setuju?" Tanyanya masih dengan wajah ramahnya.

"Baik, kak!"

"Pejamkan mata kamu, Aya"

Aku menurutinya, aku memejamkan mataku.

Beberapa puluh detik berlalu. Aku masih menunggu perintah baru darinya. Tapi masih terasa sepi.

Apa aku dikerjai?

Aku mulai membuka mataku.

"Jangan membuka mata sebelum aku memberikan perintah untuk membuka mata, Aya."

Cepat-cepat aku memejamkan mataku kembali. Biasanya permen yang diberikan kak Leffin itu sangat enak. Tentu saja, aku pasti menginginkannya.

Perlahan, aku mulai merasakan sesuatu. Rasanya panas. Panas ini menjalar keseluruh bagian dalam tubuhku.

Ini bukan terbakar, tapi seperti seluruh darah yang mengalir dalam tubuhku terasa panas.

"Kakak..... Ini panass...."

Tidak ada jawaban dari kak Leffin.

Aku masih tetap menunggu perintah baru darinya.
"Kakak... hentikan..." Ucapku parau.

Panas itu mulai menjalar keseluruh organ dalamku.

Sakit....

"Kakak, sakit....."

"Tahanlah sebentar lagi." Ucap Kak Leffin.

"Kakak, aku tidak ingin permen lagi...." Rengekku.

Kak Leffin tetap membakarku. Rasa panas itu kian panas. Seolah darahku mendidih.

Aku merasa....

Sangat marah.

Perlahan, aku mulai tidak bisa merasakan apapun lagi. Aku kehilangan kesadaran.

*****

"Apa yang Kak Leffin lakukan padaku?" Tanyaku penasaran.

"Umm..." Barbie bergumam, Gadis itu terlihat bimbang. "Begini, apapun yang akan kusampaikan, itu merupakan berita buruk bagimu. Kau yakin mau mendengarnya?"

"Tak apa, ceritakan saja."

"Pelaku sebenarnya dari bencana alam itu adalah kau, Theya." Ucap Barbie dengan sorot mata serius.

"Omong kosong macam apa itu!" Ucapku tak terima.

"Kau boleh tidak mempercayaiku. Tapi kau cukup sadar dengan kemampuanmu untuk mendeteksi kejujuran."

Aku terdiam.

Memang benar apa yang dia ucapkan. Aku bisa mendeteksi kejujuran, dan sekarang yang kudengar adalah kejujuran.

"Saat itu, kau masih terlalu kecil untuk mengeluarkan kemampuan sebesar itu. Itulah sebabnya, sebagian ingatanmu menghilang sebagai dampak dari overused. Masa lalumu yang kuperlihatkan padamu, itu merupakan bukti bahwa kau dikuasai Zeffin saat masih kecil. Bukti bahwa kau kehilangan kesadaran, itu sebenarnya adalah Zeffin yang berhasil mengambil alih emosimu." Jelas Barbie.

"Jadi, maksudmu aku adalah penyebab kekacauan tahun 2006?"

Barbie mengangguk.

"Kami memakaikan anting ini untuk berjaga-jaga. Seseorang mungkin akan membangkitkan emosimu, apalagi teman masa kecilmu diduga sebagai seorang tersangka."

"Ja-jadi, akulah penyebab kematian keluarga Vin?" Tanyaku tak percaya.

"Itulah sebabnya kau diincar." Ucap Barbie.

"Diincar?"

"Kau mungkin akan menjadi target terakhir dari penculik yang menculik Vin." Jelas Barbie.

"A-aku? Tapi kenapa?"

"Kau penyebab sebenarnya bencana alam itu, ini pasti menjadi pembalasan dendam."

"Siapa yang akan melakukan pembalasan dendam?"

"Kau tak tahu?"

Aku menggeleng.

"Itu om Tritan, ayah Vin."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top