Bagian 20: Terkuaknya Sang Pelaku

*Still on Vin POV*

Siapa dia?
Bagaimana dia bisa mendapat ini?
Apakah dari Ayah?
Tidak. Tidak mungkin ayah memiliki ini.
Tapi tunggu!
Terakhir kali itu hilang adalah saat...
Ibu dan kakak meninggal.

Coba diingat-ingat..
Ciri khas pelaku. Dia sama sekali tidak memberiku petunjuk. Dia bahkan menggunakan alat pengubah suara. Jika memang dia adalah orang terdekatku, itu berarti aku hanya perlu menebak siapa dia bukan?

Lalu, siapa yang dendam padaku?

Tunggu!
Jika memang dugaanku benar.
Jika memang benar...

Aku gemetaran setelah mengetahui kenyataan pahit.

Aku tersadar akan sesuatu yang menyakitkan. Hal yang kupikir tidak mungkin. Bagaimana bisa?

Semua menjadi jelas. Kenapa dia menyerang Maggie, dan kenapa dia melakukannya sampai sejauh ini.

Theya.....

Theya akan menjadi korban terakhir.

*****

Hari sudah berganti malam. Aku masih tidak menyangka dengan apa yang aku dapatkan. Aku ingin mati saja!

Dia belum juga kembali, dia belum memberiku makan malam. Kenapa lama sekali? Aku merindukannya. Kenapa dia tidak berkata dia baik-baik saja? Kenapa membuatku khawatir?

"Krekkkk"

Suara pintu depan terbuka. Dia membawakan plastik yang pastinya adalah nasi bungkus.

Dia menghampiriku dan memberikan kantung makanan itu padaku. Aku menerimanya dan mengucapkan "Terima kasih." sambil menatapnya lekat-lekat dengan menahan air mataku agar tidak jatuh.

"Kenapa menatapku seperti itu?" tanyanya heran.

Aku hanya diam dan mulai membuka bungkusan nasi yang dia berikan padaku.

Seperti biasa. Dia hanya menatapku menyantap makanan.

Aku yang biasanya menyisakan makanan, kali ini aku habiskan semuanya. Bahkan timunnya juga kumakan, padahal aku sangat membenci timun.

"Wah, kau menghabiskan semuanya kali ini? Apa kau kelaparan?" tanyanya.

Aku menggeleng lalu tersenyum padanya.

"Ada apa denganmu? Kau bertingkah aneh. Apa kau sudah tahu cara untuk keluar dari sini?" tanyanya.

"Tidak, mulai sekarang aku akan membiarkanmu menyekapku sampai kapanpun." ucapku.

Dia menatapku dengan tatapan aneh. "Terserahlah. Ah ya.. Mungkin besok atau lusa Theya akan kubawa kesini. Bersabarlah sedikit, kau akan segera bertemu dengannya."

"Tidak bisakah kamu berhenti menyekap orang yang tidak bersalah? Cukup aku saja yang menjadi pembalasan dendammu. Aku rela kau hukum mati agar semua dendammu terbalaskan."

"Apa belakangan ini kau kesulitan untuk tidur? Kau terlihat seperti sedang mengigau." katanya sambil membentuk huruf O dengan jari telunjuknya di samping pelipis kanannya. Seolah mengataiku gila.

Kemudian dia membalikkan badan dan menuju pintu keluar.

"Kumohon... Hentikan ini..." Ucapku lirih.

Dia tidak menoleh dan mengabaikan ucapanku. Dia tetap berjalan keluar hingga akhirnya menutup pintu depan kembali.

Kakak. Apa kau baik-baik saja disana? Pada akhirnya hadiah yang kakak berikan tetap kembali padaku. Terima kasih kak.
Ibu. Bagaimana keadaanmu? Hadiah pemberianmu masih kupakai hingga sekarang. Terima kasih ibu.

Hanya pemberian ayah yang gagal aku lindungi. Aku meninggalkan pemberian ayah saat terjadi bencana alam.

*Flashback On*

[Saat kejadian bencana alam 2006]
Semuanya runtuh. Aku menangis tersedu-sedu karena ketakutan. Kakak berusaha mendiamkanku.

"Diamlah Vin. Semuanya akan baik-baik saja. Percayalah padaku." Ucapnya menenangkan.

"Aku takut kakak. Power Rangerku berada di dalam kelas. Bagaimana dia bisa menyelamatkan kita jika dia tidak berubah menjadi besar? Aku meletakkannya di dalam laci. Tidak mungkin dia bisa membesar di dalam laci kak. Ayo kembali kesana dan mengeluarkannya. Agar dia bisa menyelamatkan kita."

"Tidak ada waktu Vin. Kita tidak boleh pergi kemana-mana. Agar kita bisa segera diselamatkan pemilik kemampuan lainnya." ucapnya sambil memegang ke-dua bahuku.

Aku bersikeras pergi mengambil Power Ranger yang kupercayai bisa menyelamatkan kami semua. Sehingga aku pergi meninggalkan kakak tanpa memperdulikan perkataannya.

Tepat di depan kelasku. Bangunan yang sudah runtuh jatuh di atasku. Hanya butuh 2 detik Paman menyelamatkanku dan mengeluarkanku dari sana. Setelah menurunkanku dari pelukannya, paman kembali ke sekolah. Baru saja paman pergi, bangunan itu langsung roboh semuanya.

Aku mencari ayah, kakak, paman atau ibu. Tapi aku tidak bisa menemukan mereka dimanapun dengan tubuh kecilku ini.

Aku menangis karena merasa sendirian dan ketakutan.

Kemudian Ayah datang padaku dengan panik. "Kau baik-baik saja? Apakah ada yang terluka? Kenapa kau hanya sendirian? Dimana kakak dan paman?" Tanyanya.

Aku tidak menjawab dan hanya menunjuk ke arah puing bangunan itu, sambil menangis.

Ayah kemudian menatap ke arah puing bangunan dan berlutut karena kakinya yang lemas menerima kenyataan bahwa saudaranya dan putranya meninggal.

*Flashback Off*

Aku menggengam erat pada kedua hadiah yang diberikan kakak dan ibu. Aku sangat merindukan mereka.

Hingga sekarang, aku berharap semua mimpi burukku hanyalah mimpi. Aku ingin terbangun di pagi hari dan bertemu ibu dan kakak.

Aku juga menyesal, karena kebodohanku kakak tidak bisa diselamatkan. Andai saja aku masih bersama kakak. Andai saja aku menurutinya. Kami bertiga pasti akan keluar dengan selamat.

*****

"In... Vinn!" Teriak X padaku ketika mencoba membangunkanku.

Aku yang baru saja terbangun dari tidurku. Mencoba untuk bangkit dari kasur matrasku. Tanganku yang menopang tubuhku agar bisa membangkitkan tubuhku, terkulai lemas. Hingga aku terjatuh kembali pada kasur matrasku.

Tubuhku terasa lemas dan tidak bisa bangkit dari kasur. Kepalaku sangat sakit sehingga menimbulkan efek berputar-putar.

"Ada apa denganmu? Kenapa kau tidak bisa bangkit?" Tanya X.

"Entahlah. Tubuhku sangat lemas.." Ucapku.

"Apa kau bisa bangkit?"

"Aku tidak yakin.. Kepalaku berputar-putar." ucapku sambil memegang pelipis kananku.

Dia berusaha meraih kasur matrasku dan menariknya agar mendekat ke arah besi kurungan.

Dia memegang dahiku dengan maksud memeriksa suhu tubuhku. Setelah mengetahui suhu tubuhku. Dia bangkit berdiri dan pergi ke ruangan di samping kurunganku.

Tak selang berapa lama. Dia kembali dengan membawa sapu tangan. Ah... Aku tahu dia akan membiusku lagi.

"Tidurlah sebentar, kau demam. Istirahatlah." Ucapnya.

*****

Aku terbangun dari tidurku yang panjang. Tubuhku terasa seperti terlahir kembali. Tapi dimana ini?

Aku melihat ke sekeliling. Tempat ini bukanlah rumahku dan juga bukan ruangan penyekapanku.

"Wah, kau sudah bangun rupanya. Sudah tiga hari kau berbaring lemas disitu. Akan sangat merepotkan untuk mengurusmu yang sedang pingsan di kurungan itu. Jadi aku mengeluarkanmu dan membawamu kemari." Jelas X yang duduk di samping tempat tidurku.

Aku mengernyitkan dahi tidak mengerti.

"Tiga hari? Aku sudah berbaring selama tiga hari?" Pekikku.

"Yup! Kau membuatku cemas. Aku belum membalas semua dendamku. Tidak mungkin kubiarkan kau mati sebelum semua dendamku terbalaskan." Ucapnya.

Aku mencoba bangkit dari kasurku. Lalu menatapnya lekat-lekat.
"Berhentilah berpura-pura. Tujuanmu bukan aku, kau menculikku agar Theya berfikir aku adalah pelaku. Aku adalah orang yang paling dekat dengannya. Kau ingin dia berfikir seperti itu untuk mengganggu mentalnya. Karena setelah aku, kau mencoba menculik semua yang ada disekitarnya termasuk Milly. Aku sudah mengenalimu, Ayah."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top