Bagian 2: Perasaan yang Tak Tersentuh

Bu Velly menghela nafas panjang.

"Teya, jangan kau kira aku tidak mengetahui kemampuanmu. Kita harus bertindak adil meskipun kalian para murid sudah memanipulasi guru kalian sendiri. Meskipun aku ditenangkan olehmu, kau harus tetap menerima pelajaran agar tidak telat lagi.
Setelah les saya selesai, temui saya di kantor saya, kau juga Vin. Meskipun aku sudah melihatmu di dalam kelas, bukan berarti kau seenaknya menggunakan teleportasimu selagi jam pelajaranku berlangsung." Inilah Bu Velly. Selalu bersikap tegas dan bijaksana.

Aku mengerti maksud Bu Velly. Hanya saja, gue jadi merasa bersalah sama Vin.

"Bu Velly, tolong biarkan Vin untuk kali ini. Itu kesalahan saya karena dia ingin menyelamatkan saya, dan saya paham maksud bu Velly. Vin bukan orang yang seperti itu kok buu. Dia hanya sangat setia dengan majikannya, jadi tolong biarkan Vin kali ini, atau hukuman Vin dilimpahkan saja padaku." pintaku memelas.

"Tidak bu, saya akan menerima hukuman saya! biarkan saja majikanku berbicara." jawab Vin tegas sambil menjulurkan lidahnya padaku.

"Pokoknya saya tidak akan merubah keputusan saya meskipun kalian bersujud memohon ampun! jadi silahkan bermajikan-ria Teya dan Vin, Okee? Tidak ada tapi-tapian! Setelah les saya berakhir temui saya!" Ucap Bu Velly tegas.

Aku terdiam sambil melihat ke lantai bak anak kecil yang dimarahi. Vin meniruku tetapi dia tersenyum lebar seperti semasa kecilnya tepatnya 11 tahun yang lalu, saat dia masih terpuruk tanpa aku di sisinya.

Menurutku itu merupakan senyumnya yang menyeramkan, dia terlihat marah tetapi dia sebenarnya tidak marah, dia terlihat senang tetapi dia terlihat sedih.

Aku tidak pandai memastikan perasaannya sebenarnya. Warna perasaannya saat menunjukkan ekspresi itu juga sangat membingungkan. Aku juga tidak pernah melihat warna ini sebelumnya.

Semasa hidupku aku belajar mengenai perasaan orang. Menjadi teman curhat mereka. Untuk belajar mengenai perasaan mereka dan warna untuk apakah itu. Akan tetapi Vin yang masih belum kumengerti. Dia pernah terlihat marah, kecewa, sedih, senang, bahagia dalam waktu yang sama.

Saat aku ingin mempelajari tentang Vin, Vin tidak mengijinkanku. Dia mendadak merubah perasaannya dan yang aku lihat selalu ungu, ungu merupakan campuran dari warna biru dan merah itu artinya dia tidak senang dan juga tidak marah.

Membingungkan bukann?

Tetapi selama bertahun-tahun menjadi teman dekatnya. Aku hanya membuat hipotesa sendiri bahwa perasaanya berkecamuk di dalam dadanya yang tak bisa dia ungkapkan dengan mudah.

Untuk warna Ungunya, aku membuat hipotesa tentang dia menahan dirinya dari perasaannya sendiri.

Aku ingat saat usia kami berumur 5 tahun. Masing-masing dari kami mengira kami itu netral. Karena guru TK kami membohongi kami bahwa orang yang tidak bisa merasakan kemampuannya adalah seorang netral.

Kami menangis sejadi-jadinya karena kami berpikir tak satupun kemampuan orang tua kami menurun pada kami. Kami berpikir orang tua kami pasti akan membenci kami. itulah sebabnya kami yang masih polos itu menangis sejadi-jadinya.

Tapi hal yang paling kuingat saat aku berusia 5 tahun adalah aku mengingat seseorang yang tidak menangis bersama kami hanya satu orang di kelas kami, yaitu Vin.

Saat itu Vin hanya membaca buku dongeng anak-anak. Dia bahkan tak menoleh pada kami yang sedang menangis. Dia selalu membaca buku dongeng yang sama setiap harinya. Meskipun aku menangis saat itu, aku menyempatkan diri menanyakan pada Vin sambil menangis tersedu-sedu.

"Hei, ke-kenapa kau tii-tii-dak ikut menangis? Aa-apa kau bukan seorang netral?" tanyaku sambil terisak menahan tangisku.

Vin tetap hanya melihat pada buku dongengnya tanpa menghiraukanku. Aku kesal dan memakinya.

*Netral merupakan manusia yang tidak berkemampuan spesial apapun*

"Kau kira kau siapa hah?! Kau kira kau hebat hanya karena kau bukan seorang netral? Kau kira kau punya hak untuk mengabaikanku seperti itu? Tunjukkan kemampuanmu jika kau memang bukan netral!" makianku membuatnya menoleh padaku, seolah baru menyadari keberadaanku.

Dia tersenyum ceria seakan tak ada apapun yang terjadi, yang mengejutkanku adalah dia mengatakan bahwa..

"aku juga seorang netral kok."

Aku melihatnya dengan wajah heran. Dia tersenyum padaku lalu kembali membaca buku dongengnya lagi.

Sejak saat itu aku berpikir dia aneh. Karena aku mulai penasaran dengannya. Aku mulai mengikutinya kemanapun dia pergi dan mulai berteman dengannya.

Sampai saat aku berusia 7 tahun, aku tidak bisa menahan rasa penasaranku untuk tidak bertanya padanya, sampai akhirnya aku bertanya langsung ketika dia sedang membaca buku dongengnya lagi.

"Kenapa kau selalu membaca buku yang sama setiap harinya? Apa kau tidak bosan?"

Dia tersenyum dan menjawab.
"ini peninggalan ibuku, aku tidak bisa bosan membaca ini. Meskipun dia sudah membacakannya ratusan kali. Ketika aku merindukannya, aku selalu memegang buku ini lalu membacanya kembali dan aku bisa merasakan bahwa ibuku sedang bersamaku dan membacanya untukku." jelasnya sambil tetap mematap pada buku dongengnya yang sudah lusuh.

"Memangnya ibumu pergi kemana? Kapan dia kembali? Aku juga ingin melihatnya."

"Kata ayahku, ibuku pergi ketempat yang indah dan ibuku baik-baik saja. Setiap kali aku menangis karena merindukan ibu. Ayahku mengatakan jika aku menangis terus, ibu akan ikut sedih. itu sebabnya aku tidak ingin membuat ibuku sedih. Jika aku bahagia, ibuku pasti akan ikut bahagia." Jelasnya sambil tersenyum lebar, tetapi matanya tidak terlihat tersenyum. Itulah senyumnya yang menakutiku sampai sekarang.

Aku menatapnya dengan takut. Lalu mulai menganggap itu hanya senyumnya.

"Lalu kenapa kau menyukainya ketika menjadi seorang netral?" tanyaku lagi.

Dia tersenyum dengan ceria dan berkata..
"Apa bedanya menjadi seorang netral atau memiliki kemampuan? Bagiku yang terpenting adalah bertemu ibu, memangnya kemampuan seperti apa yang bisa membuatku bertemu ibu? Jika ada, mungkin aku akan menyesali apa yang sudah kukatakan."

Aku tercengang mendengar jawabannya. Dia begitu menyayangi ibunya. Setelah dewasa aku baru menyadari bahwa maksud ayahnya dengan tempat yang indah merupakan "Surga" dan maksud dari "Peninggalan ibuku" merupakan barang peninggalan terakhir ibunya.

Terkadang Vin terlihat begitu rapuh. Terkadang saat dia melihatku. Wajahnya terlihat begitu cerah, begitu bersemangat. Seakan dirinyalah yang paling bahagia di bumi ini. Tapi warna Ungunya tidak bisa dia sembunyikan dariku.

****

Sejam setelah pelajaran Bu Velly. Kami melaksanakan perintah Bu Velly untuk datang ke ruangannya.

Bu Velly memberikan nasehat seperti biasa. Dengan mengatakan bahwa masa depan kami itu penting.
Jika kami bahkan tidak bisa disiplin dengan peraturan sekolah. Kami bisa saja gagal dalam mengendalikan kemampuan kami. Itulah yang disampaikan Bu Velly ditambah dengan hukuman membersihkan ruang kelas menggantikan yang piket hari ini.

Setelah selesai dari ruangan Bu Velly kami kembali ke kelas dan kami tahu bahwa sekarang adalah Giliran pelajaran Pak Yoshi Guru yang mengajarkan cara mengendalikan kemampuan masing-masing.

Kemampuannya itu seperti sihir.
Dia bisa mengubah benda, orang atau hewan menjadi bentuk yang dia inginkan, dia cukup mengerikan ketika memberikan muridnya pelajaran. 2 hari yang lalu, teman sekelasku Gerrald murid berkemampuan Rock Steel dihukum karena menindas yang lebih lemah darinya dengan membersihkan kaca diseluruh kantor guru di sekolah dengan tubuh tikus.

Membayangkannya saja, aku sudah merinding. Bagaimana bisa seekor tikus membersihkan kaca di kantor guru yang luasnya saja seluas 3 ruang kelas kami digabung menjadi 1 dan ada 5 kantor guru di dalam sekolah yang harus dibersihkan.

Vin selalu heboh ketika Pak Yoshi menghukum murid yang tercatat di buku dosa milik Pak Yoshi. Vin mengidolakan Pak Yoshi entah bagaimana Vin bisa sangat mengidolakannya, akan tetapi aku senang melihat Vin tertawa lepas.

*Rock Steel: Batu Baja, pemilik kemampuan bertubuh Batu Baja*

Ahh aku lupa, kita harus mengganti pakaian kita dengan pakaian yang anti badai, petir, api, dll. Karena yang diajarkan merupakan pengendalian kemampuan. Kita harus mengenakan pakaian itu agar aman dari segala macam kemampuan yang akan kami keluarkan.

Bagiku itu tidak ada gunanya, karena kemampuanku tidak bisa overused. Tapi karena sudah disediakan pihak sekolah, why not?

Setiba kami di lapangan tempat kami melatih kemampuan kami. Kami diberi waktu memilih pasangan untuk berlatih bersama.

Tentu saja aku memilih Vin. Vin dengan senang hati menerima perasaanku. Hahaha, lagipula tidak ada murid yang tidak punya pasangan lagi. Semuanya sudah berpasangan karena kami terlambat kesini.

Vin sangat bagus dalam mengendalikan Teleportasinya. Nilainya selalu sempurna dengan Pak Yoshi. Dia selalu selamat dalam game survive yang diadakan setiap tahun oleh pihak sekolah.

Bagaimana tidak? membayangkannya saja dia sudah pindah tempat.

"Teya! Kenapa malah melamun? Emang sudah ngerti dengan apa yang saya sampaikan?" bentak Pak Yoshi.

Aku terpelongo dan melihat Vin dengan bingung. Vin tersenyum seperti biasa dan mengangguk padaku.

Aku tidak mengerti maksudnya. Matilah aku!

"Teya, karena kamu tidak menjawab berarti kamu sudah mengerti. Coba kamu tunjukkan kemampuanmu? Aku akan dibantu oleh Retta dalam menganalisa kemampuan penglihatanmu itu. Karena aku tidak bisa melihat kemampuanmu. Jadi aku meminjam Retta sebentar. Retta tidak akan bisa berbohong padaku. Karena ada sang Ratu Jujur di kelas ini. Fiola tolong bantu bapak."

"Baik Pak" jawab Fiola.

*Louretta/Retta: seorang pemilik kemampuan melihat kemampuan orang lain. Dia bisa melihat kemampuan apa saja yang dimiliki orang lain. Yang dilihatnya berupa penglihatan dari sang pemilik kemampuan.*

"Baiklah Teya, silahkan kamu mulai. Nilai Fiola dan Retta juga di nilai dari sini. Saya akan memberi nilai dengan bijaksana jadi jangan protes atau menuntut lebih!" ucap Pak Yoshi.

"Karena saya pemilik kemampuan mengendalikan perasaan seseorang. Siapa yang akan menjadi kelinci percobaannya pak?" tanyaku.

"Tentu saja dengan pasanganmu. Untuk apa aku menyuruhmu memilih jika kau tidak menggunakan pasanganmu?"

"Ah benar juga, baiklah pak saya akan memulai latihan ini."

Aku mulai memejamkan mata, berkonsentrasi pada bayangan Vin yang warnanya tetap saja Ungu, antara api dan air.

Aku mulai memasukkan api itu dengan warna airku agar semuanya menjadi biru dan tidak ungu lagi.

Tetapi anehnya biasanya langsung di sedot oleh bayangannya tetapi ini justru mendal, air yang kumasukkan untuk menetralkannya justru bagaikan air yang disiram kearah tembok. Mendal! ahh baru kali ini perasaanku ditolak mentah-mentah!

Bagaimana bisa ini terjadi? apa ini artinya aku sama sekali tidak bisa menyentuh perasaan Vin?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top