Bagian 17: Past

"Tidak mungkin Theya, kami tidak bisa membiarkanmu ikut serta dalam penyelidikan." Bantah Pak Luis.

"Bagaimana kalau kita bernegosiasi Theya?" Ucap Pak Juan tiba-tiba.

"Bernegosiasi apa?" tanyaku.

"Kami hanya bisa membantumu 1 hal saja. Tapi tidak dengan ikut serta dalam penyelidikan." Ucap Pak Juan.

Aku bergumam sejenak. Memikirkan apa yang sebaiknya kupilih untuk menguntungkanku dan memastikan mereka akan setuju.

"Oke. Saya hanya butuh melihat CCTV. Setiap saya ingin melihat CCTV, dapatkah anda mengabulkannya?" pintaku.

"CCTV? Untuk apa melihat CCTV?" Tanya Pak Luis.

"Saya hanya ingin memastikan, apa orang itu menghilang atau tidak." jelasku.

"Baik. Tapi hanya melihat dan didampingi oleh kami, oke?" Ucap Pak Juan.

Aku mengangguk setuju. Kemudian aku melanjutkan keterangan yang sebenarnya pada mereka tentang Vin. Dari kebohonganku sampai apa yang Vin katakan padaku.

Pak Luis mencatat semua yang kusampaikan di buku hitamnya. Sedangkan Pak Juan hanya mendengarkan dengan seksama. Sesekali mereka memberiku pertanyaan agar tidak ada yang terlupakan olehku.

Hingga aku selesai memberikan kesaksianku. Pak Juan terlihat terganggu akan sesuatu. Terlihat dari raut wajahnya yang berubah. Aku tidak bisa melihat warnanya. Pihak kepolisian rata-rata adalah netral. Mereka akan membentuk tim khusus jika ada yang sulit ditangani oleh polisi netral. Tim khusus itulah yang memiliki kemampuan, mereka hanya membantu polisi netral. Tapi tetap saja polisi netrallah yang bisa menangkap pelaku kejahatan. Itu dikarenakan pemilik kemampuan tidak bisa menggunakan kemampuannya pada netral. Jadi, akan lebih mudah dalam penangkapan terhadap pemilik kemampuan.

"Theya, bukankah sejak awal kau berpihak pada Vin? Kenapa mendadak ingin bersaksi yang sebenarnya pada kami? Kau tidak memberi kesaksian palsu agar mengganggu penyelidikan kami bukan?" Tanya Pak Juan tiba-tiba.

Aku terkekeh kecil. "Bahkan akupun harus memberikan alasan kenapa aku bersaksi?"

Mereka hanya mengangkat alis tanpa ekspresi.

"Well, alasanku yang pertama adalah aku sangat yakin meskipun aku bersaksi, Vin tetap akan lepas dari tuduhannya. Karena Vin tidak bersalah. Alasanku yang ke-dua adalah aku benar-benar butuh melihat CCTV dimana saja pelaku muncul. Alasanku yang ke-tiga adalah aku percaya kalian bisa lebih cepat menyelesaikan kasusnya jika aku bersaksi. Ada lagi yang ingin kalian tanyakan?" Jelasku.

"Baiklah Theya. Terima kasih atas kerja-samanya. Kalau begitu kami pamit dulu. Agar kami bisa menyelidiki kasus Alleyne." Ucap Pak Juan.

"Apa kalian akan melihat rekaman CCTV terakhir dimana Alleyne menaiki bus?" Tanyaku.

"Mungkin saja. Jika kau ingin melihatnya, sebaiknya tunggu saja kabar dari kami. Kami akan membiarkanmu menonton file copy dari kami." Ucap Pak Juan.

"Baiklah kalau begitu. Terima kasih Pak Juan dan Pak Luis." ucapku sedikit menunduk memberi hormat.

*****

"Theya. Apa kau bersaksi? Apa yang dikatakan polisi?" tanya Reva.

Aku menggangkat tubuhku yang bersandar pada meja dengan malas. Aku merasa tidak berada pada mood yang bagus.

Aku mengangguk kecil sebagai jawaban pada Reva.

Lalu, Reva tersenyum sambil mengangguk padaku.

"Gue khawatir sama tuh anak. Kasian, dia itu korban netral ke-tujuh"

"Iya, makannya gue mau..." ucapanku terhenti karena baru menyadari sesuatu.

"Tunggu! Ke berapa tadi lo bilang?" tanyaku mendadak.

"Ke-tujuh Tey, ada apa emang? Masa lo ga tau sih?" Ucap Reva sambil memberi raut wajah bingung.

"Jadi netral sudah menghilang sebanyak tujuh orang?"

"Iyaa Teya. Dan mereka tidak pernah kembali. Pelaku penculikannya juga belum diketahui. Penculik sama sekali tidak menelepon keluarga korban untuk meminta tebusan. Entah apa yang dilakukan oleh si penculik dengan para netral itu." Jelas Reva.

"Va... Lo ada data-data siapa aja yang diculik ga?"

"Gue cuma baca artikel sihh.. Artikelnya ada menyebutkan nama-nama korbannya. Serta memberikan foto-foto korban, agar bagi siapa yang melihat korban segera di laporkan dan di beri hadiah sepantasnya." Jelas Reva.

"Mana artikelnya?"

Reva merogoh saku rok abu-abunya dan mengeluarkan ponselnya. Kemudian dia menekan beberapa tombol dan menyodorkan ponselnya padaku.

"Nihh" Ucapnya.

Aku megenggam ponselnya kemudian membaca artikel yang di sodorkan padaku.

Orang pertama yang diculik bernama Carriessa Natalie, diculik pada tanggal 22 Maret 2017. Fotonya sangat cantik dan mengenakan kacamata bulat bergagang tipis dan berwana hitam.

Orang kedua yang diculik itu tanggal 30 Maret 2017.

Setelah membaca artikel orang ke-dua. Aku menghitung jarak hari antara orang pertama dan yang kedua. Mereka diculik dengan jarak 8 hari.

Orang ke-tiga dengan orang ke-2 berjarak 10 hari.

Orang ke-empat hingga ke-tujuh jarak harinya berbeda-beda ada yang 13 hari, ada juga yang berjarak 10 hari.

Itu artinya mereka diculik dengan hari yang acak. Tidak berpatokan pada hitungan hari yang sama. Kemudian ciri terakhir korban juga sama sekali berbeda. Tidak ada ciri khas khusus yang membuat mereka diculik. Bahkan ada orang berusia 40 tahun juga diculik. Tapi hanya ada satu persamaan diantara para korban. Mereka semua berjenis kelamin perempuan.

Hal itu mungkin karena perempuan lebih lemah dan lebih mudah diculik.

Tapi jika ada hal lain yang menyebabkan mereka diculik. Apa itu? Apa yang menyebabkan mereka diculik?

Aku mengerutkan dahi sambil berpikir keras ala detektif. Reva menatapku dengan tatapan bingung.

Aku yang tersadar akan tatapan Reva mengganti ekspresi wajahku dengan senyuman. Reva-pun tersenyum "ada yang bisa dijadikan petunjuk, Tey?"

Aku menggeleng putus asa.

Dia menepuk pundakku pelan. "Udah, polisi juga lagi selidiki kan? Tunggu aja kabar dari mereka."

Aku mengangguk pelan. "Makasih ya Va."

Dia mengangguk sambil tersenyum.

"Kantin yuk,Tey." Ucapnya.

"Yuk."

Kami berjalan selangkah demi selangkah. Ini mulai membuatku jengkel. Dulu saat aku memiliki tukang ojek pribadi. Aku tidak perlu menaiki dan menuruni anak tangga yang mulai menjengkelkanku ini.

Saat kami menuruni anak tangga. Aku yang sedang berbincang dengan Reva tidak terlalu memperhatikan jalan. Sehingga dengan tidak sengaja bahu kananku menabrak bahu kiri seseorang.

Spontan aku langsung membungkuk sedikit kemudian berkata. "Maaf"

Dia menatapku dengan tatapan kaget. Ekspresi yang diberikan padaku adalah takut dan warna perasaannya sesuai dengan ekspresi wajahnya.

Dia menggenggam tanganku dan menutup kedua matanya.

Aku yang kebingungan dengan sikapnya yang aneh hanya membiarkannya menyentuh tanganku.

Dia melepas genggamannya dan menatapku dengan tatapan takut.

"Maaf. Ada apa ya.. Barbie?" tanyaku melampiaskan rasa penasaranku.

"Bisakah aku bicara empat mata denganmu?" Ucap Barbie tiba-tiba dengan ekspresi datar miliknya.

Aku mengangguk setuju. Kemudian berpaling pada Reva dan memintanya menungguku di kelas.

Reva setuju dan melambaikan tangannya padaku. Aku tersenyum padanya.

"Follow me" ucapnya.

Sesuai perintahnya. Aku mengikutinya dari belakang hingga tiba di depan aula sekolah. Aula sekolah selalu sepi jika tidak ada acara sekolah. Itulah sebabnya dia memilih tempat itu.

Dia berbalik dan melihat sekitar untuk memastikan kehadiran orang lain.

"Theya. Aku tidak menyangka, orang yang selama ini dicari ayahku adalah kamu!" ucapnya memecahkan keheningan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top