Bagian 16: Netral

*Theya POV*

"Tey, menurut lo. Dimana Lery?" Tanya Reva tiba-tiba.

Aku menggangkat kedua bahuku tanda tidak tahu. Sambil memakan spaghetti yang hampir gosong buatan Reva. Dia benar-benar buruk dalam memasak.

"Enak?" Tanyanya.

"Entahlah. Lidahku pahit." Jawabku ngasal.

"Sialan lo. Sudah jelas gosong itu pahit." Ucapnya kesal.

Aku terkekeh kecil. "Lain kali gue aja yang masak Va." Saranku.

"Iya, Iya. Lo aja yang masak." Ucapnya dengan nada kecewa.

"Tenang, gue ajarin deh." Hiburku.

Dia menatapku dengan tatapan yang berbinar-binar.
"Serius?" tanyanya riang.

Aku mengangguk padanya sambil tersenyum.

"Waaaaa makasih Theya! Aku benar-benar ingin belajar memasak. Agar bisa...." Ucapannya mendadak berhenti. Raut wajahnya berubah menjadi sedih. Warna perasaannya berwarna coklat tua. Biasanya warna itu untuk warna kesedihan.

Aku yang kebingungan melihatnya yang tiba-tiba saja berubah, spontan panik.

"Va? Lo kenapa? Kok sedih?" Tanyaku pelan.

Dia tidak bisa menahan dirinya lagi. Dia menangis sambil memelukku.

"Theya, ini semua salahku. Aku benar-benar takut dia kenapa-napa. Jika saja aku ada disisinya. Jika saja aku tidak egois. Jika saja..." dia menghentikan curhatannya dan menggantinya dengan tangisannya di pundakku.

Aku menepuk-nepuk pelan pundaknya. Aku memang tidak tahu siapa yang dia maksud. Kami memang belum sedekat itu untuk bercerita tentang itu. Aku juga hanya menunggunya agar mau bercerita.

"Theya..." Panggilnya parau.

"Ya?"

Dia melepas pelukannya, lalu memegang kedua lenganku dan menatapku dengan penuh harap.

"Tolong selamatin Lery" Pintanya.

"Lery? Dia pacarmu?" tanyaku.

"Dia mantanku. Kami baru putus 3 hari yang lalu. Sebelum dia menghilang, dia meneleponku dan mengajakku bertemu. Tapi karena masalah kami waktu itu. Aku dengan keras kepala tidak ingin bertemu dengannya dan langsung menutup panggilannya." ucapnya sambil terisak.

Aku menghela nafas panjang. Memeluk Reva dan menepuk bahunya pelan. "Tenanglah Reva. Jangan menyalahkan dirimu. Bukan kamu yang salah. Semua akan baik-baik saja." Ucapku menenangkan.

"The-Theya. Bisakah kau membantuku? Bisakah kau menetralkan perasaanku? Aku mohon. Aku sangat kacau sekarang." pintanya memelas.

"Baiklah Reva." Jawabku. Lalu menutup mataku dan menetralkan warna perasaannya.

"Terima kasih, Theya."

Aku tersenyum padanya sambil mengangguk.

"Waktu udah mulai gelap. Gue pamit pulang ya Va. Makasih banyak buat spaghettinya." pamitku.

Dia tersenyum manis padaku.
"Sama-sama Theya. Biarkan aku membukakan pintunya untukmu." ucapnya bangkit berdiri dari kursi dapurnya. Dia berjalan di depanku untuk membuka pintunya.

"Hati-hati di jalan ya Theya." Ucapnya.

"Oke. Makasih Va." jawabku.

Aku berjalan menuju halte bus. Berhubung waktu itu adalah jam-jam pulang kerja. Halte bus dipenuhi pekerja kantoran. Beberapa orang tidak bisa kulihat warnanya. Sepertinya mereka netral. Aku benar-benar sangat gelisah berada diantara mereka. Kemampuanku tidak berfungsi pada mereka. Aku ingin segera pulang.

Aku menunggu di tempat duduk halte bus. Menatap pada orang-orang netral di depanku yang sedang bercanda gurau satu sama lain. Hingga tatapanku berhenti pada seorang wanita yang berparas cantik. Dia terlihat sangat bersinar diantara mereka semua. Ah! Sebenarnya apa yang kupikirkan? Aku ini cewek. Kenapa malah melihat wanita cantik?

Setelah beberapa menit yang berharga itu. Bus yang kami tunggu-tunggu akhirnya muncul. Kami semua masuk satu-persatu. Karena tidak mendapat kursi, aku berdiri diantara orang-orang dan terhimpit di tengahnya. Aku melihat ke luar jendela. Aku melihat gadis yang bersinar itu ternyata beda bus denganku. Tapi... Ada seseorang di belakangnya! Memakai topi hitam, pakaian serba hitam dan masker wajah. Ciri khas pelaku.

Dia menatap gadis itu dengan tatapan tajam. Aku yang kaget melihatnya langsung bergerak cepat dengan berlari keluar bus yang belum melaju. Berteriak pada sopir bus agar tidak menjalankan busnya. Aku berlari keluar bus untuk mencarinya. Tapi... Dia menghilang.

Gadis itu menatapku dengan tatapan aneh. Semua yang berada di halte bus itu menatapku dengan tatapan aneh.

Aku yakin tadi melihat pelakunya di belakang gadis ini. Tapi kenapa dia menghilang? Apa karena aku kurang tidur? Ahh sudahlah. Mungkin akulah yang berhalusinasi.

Aku menoleh ke belakang, mencari bus yang kunaiki tadi. Sialnya, Bus yang kunaiki tadi sudah melaju pergi. Aku terpaksa duduk lagi di halte bus sambil menunggu bus berikutnya.

Beberapa menit kemudian. Bus berikutnya tiba, tetapi bus ini tidak mengarah ke arah rumahku. Gadis yang tadi menaiki bus itu. Aneh, gadis itu bercanda gurau dengan temannya. Tapi kenapa temannya tidak menaiki bus yang sama? Bukankah bus selanjutnya adalah bus terakhir yang mengarah ke satu arah dekat bagian halte bus rumahku saja? Kalau begitu seharusnya mereka menaiki bus yang tadi sempat kunaiki bukan? Memangnya ada bus yang lainnya lagi selain bus selanjutnya ini? Apa mungkin mereka tidak ingin meninggalkan gadis itu sendirian untuk pulang duluan? Kalau memang begitu. Mereka benar-benar orang yang baik.

Beberapa menit setelah kepergian bus yang dinaiki gadis tadi. Bus terakhir tiba di halte bus tempatku menanti. Benar saja, mereka naik bus ini.

Mereka duduk berdua di kursi bus bagian belakang. Sedangkan aku duduk di depannya. Kelihatannya mereka seperti anak SMA kelas akhir. Berhubung ini adalah bus terakhir. Aku mendapat tempat duduk di depan mereka.

Mereka tidak ngobrol sama sekali meskipun duduk bersampingan. Mereka sangat aneh. Berhubung mereka netral, aku tidak bisa mengetahui bagaimana perasaan mereka.

Bus ini akan melalui 2 halte lagi untuk menuju ke halte dekat rumahku. Setelah sampai ke halte pertama. Salah satu netral di belakangku turun dari bus ini. Ah, berarti dia tinggal di daerah sini. Kemudian, ketika bus berhenti di halte bus berikutnya. Netral yang satunya ada di belakangku tidak turun. Itu artinya dia tidak tinggal disini. Apa dia tinggal di daerah rumahku?

Setelah beberapa menit berlalu. Bus yang kunaiki berhenti di halte bus dekat rumahku. Aku turun dari bus sambil menoleh kebelakang. Memastikan apakah netral itu turun disini juga. Tapi tidak ada siapa-siapa disana. Aneh, aku yakin melihat mereka berdua duduk di belakangku. Apa aku tidak melihatnya turun?

*****

"Tey! Lihat ini! Cewek ini cantik banget kan?" ucap Reva.

Aku melirik sedikit pada layar ponselnya. Itu gadis yang kulihat semalam.

"Emang cantik banget. Aslinya juga cantik." Balasku datar.

"Hah? Lo udh pernah ketemu dia?" tanya Reva kaget.

"Semalam. Pas mau pulang dari rumah lo itu." Ucapku.

"Tey! Bagusan lo jadi saksi deh. Tuh anak hilang sejak kemarin. Ibunya sebarkan di social media. Karena belom 24 jam, polisi gamau proses." Jelas Reva.

"Hilang?" Pekikku. Aku langsung menyambar ponsel Reva. Lalu, membaca artikel yang dibuat ibunya.

Ibunya mengaku, anaknya tak kunjung pulang. Anaknya tidak pernah kabur dari rumah dan keluarganya juga bukan merupakan keluarga yang broken home. Pacarnya mengaku tidak bertemu dengannya karena pekerjaannya. Temannya mengaku terakhir kali melihatnya saat menaiki bus untuk pulang.

Setelah aku selesai membaca artikel itu. Aku berlari keluar kelas. Reva meneriakiku dari belakang. Tapi tidak kuhiraukan. Aku harus bertemu Pak Luis dan Pak Juan.

Aku berlari ke perpustakaan sekolah tempat dimana biasanya mereka berkumpul. Kebetulan sekali mereka baru saja keluar dari perpustakaan. Sepertinya mereka akan pergi.

"Pak Luis, Pak Juan!" panggilku dengan nafas tersengal-sengal.

Mereka menoleh padaku sambil menatapku heran.

"Ada apa Theya?" Tanya Pak Juan.

"Apa kalian sudah mendapat surat laporan orang hilang?" Tanyaku.

"Banyak sekali laporan seperti itu Theya. Yang mana yang kau maksud?" Tanya Pak Luis.

"Yang baru saja terjadi. Gadis cantik bernama Alleyne?" Tanyaku.

"Gadis itu menghilangnya belum 24 jam. Tidak bisa kami proses." ucapnya.

"A-Aku melihat pelakunya semalam. Aku melihat pelakunya menatap Alleyne. Tapi ketika aku berusaha mengejarnya. Dia menghilang." Jelasku.

Mereka menatapku dengan tatapan kaget. "Kau melihatnya? Ciri khasnya sama? Apa kau bisa memastikan siapa itu?"

Aku menggeleng. "Aku tidak bisa memastikan dia itu siapa. Yang pasti, saya ingin kalian mengurus kasus Alleyne. Jangan anggap remeh tentang dia. Firasatku merasa akan terjadi sesuatu padanya." Jelasku.

Mereka mengangguk padaku. Pak Juan mencatat sesuatu pada buku hitamnya.

"Pak.. Saya akan menjelaskan apapun tentang apa yang Vin katakan padaku, dan kebenaran yang sebenarnya. Saya akan membantu penyelidikan kalian. Bahkan saya akan mengucap janji saksi. Tapi dengan satu syarat." Ucapku tiba-tiba.

Mereka menatapku dengan penuh harap. "Apa itu Theya?" Tanya Pak Juan.

"Izinkan aku ikut serta dalam penyelidikan." Ucapku.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top