Bagian 15: Kenapa Harus Aku?

*Flashback Vin POV*

Aku terbangun dari alam bawah sadarku. Kepalaku pusing. Aku membuka mataku dan mulai menyadari ini bukanlah kamarku! Aku berusaha mengingat apa yang terjadi padaku.

Ah! Tadi ada orang yang membiusku ketika aku hampir mengejar tersangkanya! Aku tersadar kemudian langsung bangkit berdiri dengan panik. Ruangan ini tidak sepenuhnya gelap. Lampu yang ada hanya menerangi dengan remang-remang. Aku melihat seseorang duduk di atas kursi yang menghadap ke ruang penyekapanku.

Aku memejamkan mata sambil membayangkan berada tepat di depannya. Setelah itu aku membuka mataku. Hah! Kenapa aku masih disini? Kemampuanku? Apa aku kehilangan kemampuanku?

"Lepaskan aku!" teriakku sambil memegang jeruji besi.

"Bukankah kau ini Teleporter? Kau bahkan bisa berpindah kemanapun dengan membayangkannya saja." Ucap pria bertopeng itu. Suaranya sepertinya menggunakan alat pengubah suara. Suara itu sangat cempreng. "Ahh.. Apa karena kurungan ini menyegel kekuatanmu?" katanya lagi.

Jadi, itu artinya aku tidak kehilangan kemampuanku. Tapi tempat ini menyegel kemampuanku.

Sial! Kenapa aku tidak bisa keluar dari sini! Dia pasti sudah menyiapkan semuanya. Dia bahkan tahu bagaimana cara agar aku tidak bisa menggunakan kekuatanku.

Melihat bagaimana dia menyembunyikan dirinya dariku. Sepertinya dia orang yang berada disekitarku. Tapi siapa dia? Tubuhnya terlihat famillier. Topengnya menutup seluruh wajahnya hingga rambutnya juga tertutupi. Hanya mata, lubang hidung dan bagian mulutnya saja yang berlubang.

"Siapa kau? Apa maumu?" ucapku lagi.

"HAHAHA!" Tawanya nyaring hingga seluruh ruangan ini terisi suaranya yang cempreng dan memekakan telinga itu.

"Kau yakin ingin mengetahuinya?" ucapnya menyepelekan pertanyaanku.

Aku terdiam tak peduli pada pertanyaannya. Memasang sikap acuh tak acuh.

"Setiap pembunuhan pastinya punya pelaku. Kau beruntung karna aku memilihmu." ucapnya dengan nada sinis.

Aku tertegun mendengar ucapannya. Aku dipilih? Untuk jadi pelaku? Apa dia sedang berusaha untuk menunjukku sebagai pelaku?

"Kenapa harus aku?" Pekikku padanya.

"Entahlah. Mungkin kau hanya beruntung. Kau tahu? Seperti seseorang yang memenangkan lotere. Kau hanya beruntung." Katanya datar.

"Ber*ngsek! Beruntung darimana! Terpilih sebagai pelaku? Bullshit! Lebih baik kau membunuhku saja!" Teriakku tidak terima.

"Tenanglah, Nicholas Vin. Giliranmu akan tiba pada waktunya. Aku hanya ingin bermain game denganmu." Ucapnya.

"Lalu, siapa kau?"

"Aku? Aku adalah orang yang mengutuk kehadiranmu di dunia ini."

"Kenapa?"

"Eits. Nicholas Vin. Kau sangat terburu-buru. Santailah sedikit. Aku hanya ingin bermain game denganmu."

"Berhentilah bermain-main dan lepaskan aku!"

"Theya Addilyn. Pemilik Chróma pengendali perasaan. Ibunya Margaretha Novalie pemilik Chróma suara. Adiknya Charlotte Ameley pemilik Chróma suara sama seperti ibunya. Ayahnya Dirga Ronawi pemilik Telekinesis. Ah! Aku bahkan tahu dibagian apa pekerjaannya dan alamat lokasi kerjanya. Menurutmu apa yang akan kulakukan jika kau tidak menurut padaku?" Ucapnya dengan penuh kemenangan.

Aku menatapnya dengan kemarahan yang teramat sangat. "Jangan sentuh Theya dan keluarganya! Jika kau menyentuhnya bahkan sehelai rambutnya saja. Kubunuh kau!" ancamku.

"HAHAHA! Itu berarti kau akan melakukan apapun demi kekasih tercintamu? Bagaimana kalau aku menyuruhmu membunuh orang?"

"Orang yang akan kubunuh hanya kau Ber*ngsek!"

"HAHAHA. Santai saja Vin. Apa yang kuinginkan darimu hanya satu. Diamlah disini sambil menunggu tugas dariku. Aku berjanji tidak akan melukai kekasihmu."

Dia mendekat kearahku. Menatapku lekat-lekat. Namun, meskipun ia memakai topeng. Aku tahu dia tersenyum puas di balik topengnya.

"Untuk mengatasi rasa bosanmu. Bagaimana kalau kau pikirkan saja bagaimana cara meloloskan diri dari sini? Jika kau berhasil lolos. Aku akan mencari si pelaku yang lainnya dan membiarkanmu pergi."

"Lalu, kau akan melepaskan Theya dan keluarganya juga jika aku berhasil lolos dari sini?"

"Ah! Aku tidak bilang begitu Vin. Sayang sekali. Theya sudah termasuk dalam Game yang aku buat. Meskipun kau lolos. Theya tidak bisa lari dari Game yang kubuat. Dia tidak bisa pergi kemanapun. Meskipun kau membawanya. Aku akan tetap menemukannya. HAHAHAHA."

"Ber*ngsek! Apa maumu darinya!"

"Ah! Vin. Aku harus pergi. Ada sesuatu yang harus kuurus. Baik-baiklah disini. Aku akan segera kembali."

Dia berjalan membelakangiku. Berjalan ditengah kegelapan hingga aku tak dapat melihatnya kemana ia pergi.

Sial! Apa yang harus kulakukan? Bagaimana cara aku bisa keluar dari sini! Bahkan ini tidak ada pintunya. Sebenarnya bagaimana cara dia memasukkanku ke sini?

Aku mengetuk-ngetuk dinding dan lantai di ruangan itu. Berharap adanya ruang rahasia disini. Tapi logikanya, jika dia mengucapkan kata itu dengan percaya diri. Artinya dia sudah mempersiapkan segala macam kemungkinan agar aku tidak bisa kabur.

Karena tidak menemukan apapun. Aku berjalan memutari ruangan penyekapanku. Ruangan penyekapanku seperti penjara. Dinding di tiga sisi dan jeruji besi di satu sisi. Melihat ruanganku yang hanya terdapat bantal, tempat tidur dan kamar mandi. Tidak ada satupun alat yang bisa digunakan. Bahkan tidak ada jendela di ruangan ini. Jendela ventilasi terdapat di luar ruangan penyekapanku. Di luar ruangan ini seperti garasi mobil besar atau seperti pabrik lama yang sudah lama tidak digunakan lagi. Sangat luas. Bahkan penjara kecil ini sepertinya baru saja dibuat. Dinding pada penjara ini dilapisi lagi. Cat pada dindingnya terlihat baru. Dan lantainya juga dilapisi lagi. Lantai di tempat ini terlihat lebih tinggi dibanding lantai di luar ruangan. Dia sudah menyiapkan segalanya! Sebenarnya siapa dia? Kenapa dia melakukan ini padaku! Sial!

******

Satu minggu sudah berlalu. Dia memberiku makan tiga kali sehari. Tetapi hanya menggunakan bungkusan nasi. Dia tidak memberiku piring dan sendok. Dia tidak memberiku air minum. Dia menyuruhku meminum air keran saja. Mungkin ini berjaga-jaga agar aku tidak ber-ulah atau menggunakan benda itu untuk melukai diri.

Kali ini dia menungguku selesai makan. Biasanya dia langsung pergi. Sepertinya ada yang dia inginkan dariku.

Setelah aku selesai makan. Aku mulai memecahkan keheningan. "Apa maumu?" Ucapku ketus.

"Wah. Kau benar-benar sangat peka Vin. Kau pasti bisa menjadi pacar yang baik." Ucapnya mencela.

"Tidak usah basa-basi. Apa maumu?" tanyaku lagi.

Dia mengambil sesuatu dari dalam pelastik hitam. Mengeluarkan benda itu kemudian menyerahkannya padaku di sela-sela jeruji besi.

"Pakai itu. Kau sangat dekil. Aku sudah memberikanmu kamar mandi. Kenapa kau tidak mandi? Kau nyaman dengan tubuh kotormu?" Ucapnya lagi.

Aku melihat pakaian yang dia berikan. Semuanya hitam. Bahkan ada jacket kulit berwarna hitam. Dan topi? Untuk apa aku di sini menggunakan topi dan jacket kulit? Ini hanya membuatku kepanasan.

Mengerti aku yang bingung diberikan benda tambahan itu. Dia membuka suaranya.

"Pakai saja. Kau harus pergi menemui kekasihmu." ucapnya.

Aku mengernyitkan dahi tanda tidak percaya ucapannya. Apa dia membebaskanku?

"Jangan salah paham. Kau harus tetap kembali dan jangan katakan apapun padanya tentang tempat ini dan keadaanmu! Jika tidak seseorang akan dalam bahaya. Bukan cuma Theya. Tapi yang lainnya yang juga penting bagimu. Sudah. Ganti saja pakaian itu dan mandi. Aku sudah menyiapkan sabun mandimu dan sebagainya." Jelasnya.

Aku menurutinya dan mengganti pakaianku. Mengenakan jacket hitam dan topi hitam sesuai perintahnya.

Dia yang menungguku di depan jeruji besi. Memberikanku masker wajah dan memintaku memakainya.

Setelah aku memakainya. Aku mencium bau menyengat yang sangat kukenali. Ini obat bius! Aku berusaha melepasnya secepat mungkin. Tapi dia menghentikanku. Dia mengancam akan langsung melukai Theya jika aku tidak menurutinya. Hingga akhirnya aku pingsan karena menghirup terlalu lama.

******

Setelah alam bawah sadarku mulai kembali. Aku menyadari, aku sudah berada di depan ruangan jeruji besi tempatku disekap. Dia berada tepat di depanku. Dia mengikat tangan dan kakiku di atas kursi. Lagi-lagi aku tidak bisa menggunakan kemampuanku!

Sial! Sebenarnya trik apa yang dia lakukan agar aku tidak bisa menggunakan kemampuanku!

"Dengarkan aku!" Ucapnya setelah menyadari kesadaranku sudah pulih.

"Menurutmu dimana ayahmu?"

Aku tertegun menyadari tidak mungkin mereka membiarkan ayahku jika mereka ingin mengancamku. Mereka bisa mengunci kemampuanku berarti sama dengan milik ayah.

"Ber*ngsek! Apa maumu! Lepaskan dia!" Teriakku tak terkendali.

Di balik topengnya yang busuk. Aku tahu dia tersenyum lebar.

"Maka jadilah pelaku yang penurut."

Aku menggeram kesal menatapnya. Mataku membulat dengan marah.
"Apa yang kau ingin aku lakukan?" bentakku.

"Temuilah Pacarmu dalam selang waktu yang kutentukan. Kau bisa membawanya kemanapun. Tapi hanya dengan jarak waktu yang kutentukan. Bawa dia keluar dari sekolah dan ajak dia bicara. Terserah padamu kau ingin mengucapkan apa padanya. Tapi, kau dilarang menyebutkan lokasi, kondisimu, aku, dan tentang ayahmu kau bahkan dilarang menuliskan sesuatu untuknya. Ada penyadap di jacketmu. Semua gerak gerikmu bisa kuketahui. Kau tahu bagaimana aku menyiapkan tempat, situasi, bahkan membiarkanmu menemuinya yang merupakan resiko yang besar. Sekecil apapun petunjuk yang kau tinggalkan untuk pacarmu. Aku akan mengetahuinya. Karna aku sudah menyiapkan segalanya. Kau hanya perlu menemuinya. Kau juga diperbolehkan mengutarakan cintamu padanya. Terserah apa maumu. Tapi kau dilarang untuk apa yang sudah kusebutkan tadi. Jika kau melanggar. Ayahmu adalah penanggung jawab segala perbuatanmu. Kau hanya perlu melakukan sedikit hal kecil pada perempuan tercintamu." Ucapnya licik.

"Apa?" tanyaku ketus.

"Ambil tas itu." ucapnya sambil menunjuk tas selempang di samping kursiku. "Di dalam tas itu terdapat pisau. Kau hanya perlu menakutinya." sambungnya.

"Kau tidak menyuruhku membunuhnya kan?" Tanyaku.

"Tidak. Hanya menakutinya saja. Buatlah seolah kau akan membunuhnya." Jelasnya.

"Sebenarnya apa tujuanmu menyuruhku melakukan itu?"

"Aku ingin dia melihatmu sebagai seorang pembunuh berdarah dingin Vin. HAHAHA"

"Bagaimana jika.. Bagaimana jika dia tidak percaya akan hal itu? Bagaimana jika dia bahkan tidak takut padaku?"

"Kita lihat saja Vin. Ah ya! Aku hampir lupa menyebut jamnya. Kau membawanya tepat saat jam istirahat pertama berlangsung. Aku juga akan pergi Vin. Setelah kepergianku. 5 menit kemudian, kau harus membawa Theya. Dan kau harus kembali kesini setelah 20 menit" Jelasnya.

Aku mengangguk dengan terpaksa.

Dia melepas tali yang mengikatku. Kemudian dia memperingatkanku agar aku tidak kabur atau memukulnya. Karena itu hal yang sia-sia.

Setelah melepaskanku. Dia menyuruhku jangan mengikutinya. Pokoknya 5 menit setelah kepergiannya. Itulah saatnya aku pergi menemui Theya.

Dia meletakkan stopwatch diatas kursi tempatku duduk tadi. Menyetel 5 menit dan memintaku memperhatikan stopwatch itu.

Dia berjalan dalam kegelapan lagi dan menghilang dalam kegelapan itu.

Sebelum 5 menit. Aku memikirkan
Dimana kemungkinan Theya berada saat ini. Mengingat dia yang sendirian tanpa aku kemungkinannya dia bisa di kantin, kelas atau di lapangan voli. Aku akan memutuskan pergi ke belakang kantin terlebih dahulu.

Stopwatch sudah menunjuk ke angka 0. Aku melakukan teleportasiku di kantin. Umm.. Tidak ada dia. Aku memilih lapangan Voli sebagai pilihan ke 2. Ya, dia ada disana. Aku membekap mulutnya berjaga-jaga agar dia tidak teriak dan menarik perhatian orang lain. Dia sedikit meronta. Ah! dia tidak mengenaliku. Aku berbisik kecil padanya. "Kau merindukanku?"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top