Bab 9

Playlist : Saat Kau Pergi - Senja

Nayla merangkul Wenny yang baru saja selesai menangis, sementara Gilang menemui dokter untuk dijelaskan mengenai kondisi Devan. Di dalam ruangan ada Anyelir yang menemani Devan. Saat tadi Nayla sampai, Anyelir telah sampai lebih dahulu di rumah sakit.

"Kak Wen mau pulang istirahat? Kasihan Arlo Kak Wen," tutur Nayla sembari mengusap bahu Wenny, walaupun sebenarnya dia gelisah juga. Ingin melihat Devan, ingin tahu bagaimana kabar Devan.

Arlo dititipkan di rumah orangtua Wenny, sementara orangtua Devan sedang dalam perjalanan menuju Jakarta. Kondisi Devan tidak begitu baik, dia mengalami gegar otak ringan, serta patah tulang kaki.

Wenny berdiri dari duduknya, Nayla mengikuti Wenny. Langkah kaki keduanya menuju pintu kamar Devan yang terbuka. Nayla hanya dapat diam di depan pintu kamar, membiarkan Wenny menghampiri Anyelir yang setia duduk di sebelah Devan.

Nayla menatap ke arah lain, dia mendongakkan kepalanya sedikit. Air mata Nayla hampir saja jatuh. Dia sendiri tidak tahu merasa sedih karena apa. Bersedih untuk kondisi Devan atau cemburu melihat Anyelir di sana.

Dari kejauhan Gilang menatap Nayla, sosok Nayla yang berusaha untuk tidak menangis. Gilang tahu, bahwa sejak dulu hati Devan sudah dimiliki perempuan lain. Dia tidak bisa memaksa Devan, adiknya itu tahu mana yang terbaik untuk dirinya sendiri.

"Nayla," panggil Gilang akhirnya. Nayla menganggukkan kepalanya, dia sangat-sangat sopan dengan Gilang. "Saya minta tolong jagain Arlo dulu, Wenny dan saya sepertinya belum bisa pulang," lanjut Gilang.

"Baik Pak," sahut Nayla pelan. "Kak Wen, Nay pulang jemput Arlo ya. Kalau Kak Wen butuh sesuatu WA saja, nanti Nayla kirim pakai ojol," tutur Nayla setelah mengetuk pelan pintu kamar yang terbuka.

Wenny dan Anyelir menoleh pada Nayla. Wenny yang mengangguk dan tersenyum penuh rasa terima kasih. "Titip Arlo ya, Nay." Wenny berpesan dengan matanya yang sayu. Nayla menganggukkan kepalanya.

Anyelir memperhatikan Nayla, dia tahu mengenai kondisi Devan dari Nayla. Perasaan Anyelir mencelos saat tahu Nayla mengabarinya mengenai kabar buruk itu. Sehingga Anyelir tahu, bahwa dia takut kehilangan Devan.

Melihat Nayla yang berbalik badan, Anyelir langsung berdiri. Dia menyusul Nayla yang berjalan sembari memegang dinding rumah sakit. Bibir Anyelir terkatup rapat, dia tidak bisa memanggil Nayla dan justru menangis dalam diam. Anyelir merasa bersalah pada Nayla.

∞∞∞

Sesuai janjinya, Nayla menjemput Arlo di rumah orangtua Wenny. Dia membawa pulang Arlo ke rumah Wenny. Itu karena orangtua Wenny akan mengunjungi rumah sakit, melihat kondisi Devan.

Nayla justru menangis pelan saat menemani Arlo bermain. Membuat Arlo bingung karena tante Nayla kesayangannya menangis sedih. Arlo bahkan meninggalkan mobil-mobilannya, mendekati Nayla yang menangis. Dia menghapus air mata Nayla dengan tangan mungilnya.

"Terima kasih, sayang." Nayla memeluk Arlo sembari menangis pilu. Dia tidak tahu harus bagaimana lagi.

Malam itu Nayla menangis dengan dihibur Arlo yang tidak tahu apa-apa. Hanya memamerkan senyum polos dan usapan pelan dengan tangan mungilnya. Setidaknya, Nayla tidak sendirian malam itu. Ada Arlo kecil yang menghiburnya.

Nayla menginap di rumah Wenny, dia tidur bersama Arlo di kamar bocah itu. Saling menjaga satu sama lain. Hingga tengah malam Gilang dan Wenny sampai di rumah. Keduanya bisa sedikit tenang saat Anyelir menawarkan bantuan untuk menjaga Devan.

"Skripsi Nayla sudah sampai mana Mas?" tanya Wenny pada Gilang.

"Terakhir Mas tanya, tinggal ujian akhir saja. Sepertinya sedang menunggu jadwal," sahut Gilang. "Kenapa?" tanya Gilang sembari menatap Wenny yang terduduk di pinggir ranjang.

Wenny menatap Gilang dengan mata yang berkaca-kaca. "Aku nggak tega sama Nayla. Aku merasa bersalah pada Nayla, Mas. Coba saja aku tidak memaksa Devan dan Nayla, semuanya ...." Wenny tidak bisa melanjutkan ucapannya, dia justru terdiam menatap Gilang dengan pancaran rasa bersalah.

"Urusan hati, jodoh, rezeki itu sudah diatur. Walaupun kamu tidak memaksa keduanya, siapa yang akan tahu Nayla akan jatuh cinta pada Devan atau tidak. Begitu pula Devan, kita tidak tahu apakah Devan bisa melupakan Anyelir atau tidak," jelas Gilang mengusap pelan rambut Wenny.

"Kalau Nayla mau pergi aku rela Mas. Aku rela kehilangan salah satu adikku, selama dia bisa bahagia dan baik-baik saja," gumam Wenny yang memeluk pinggang Gilang yang berdiri di hadapannya.

∞∞∞

Nayla memperlambat jalannya saat melihat Anyelir keluar dari kamar rawat inap Devan. Setelah Anyelir menjauh, Nayla mengetuk pintu kamar Devan pelan, dan membuka pintu tersebut. Devan sedang berbaring tenang di tempat tidur rumah sakit.

"Hallo Mas," sapa Nayla yang kini duduk di sebelah Devan. Dia menatap Devan yang matanya terpejam, begitu tenang dan seolah-olah Devan hanya sedang tertidur. Tapi, ikatan perban di kepala Devan menyadarkan Nayla, bahwa pria yang banyak membantunya itu sedang terbaring tidak sadarkan diri.

Ingatan Nayla jelas tentang Devan, bagaimana Devan mencarikannya kontrakan berkali-kali. Memberinya pekerjaan yang lebih dari kemampuannya. Bahkan, dari Devan Nayla belajar tentang artinya kesetiaan.

Perlahan Nayla menggenggam tangan Devan. Bibirnya meringis pelan, menahan perih di hatinya sendiri. Dia tahu, Devan bukanlah untuk dirinya.

"Cepat sehat kembali Mas. Mbak Anyelir nunggu Mas Devan," gumam Nayla pelan dengan senyum tipis. Nayla melepaskan genggamannya di tangan Devan.

Interaksi Nayla itu dilihat oleh Anyelir yang rencananya ingin mengambil ponselnya yang tertinggal di kamar rawat inap Devan. Dia justru melihat Nayla yang menggenggam tangan Devan dengan tatapan mata yang lembut dan penuh dengan ketulusan.

Anyelir membatalkan niatnya masuk ke kamar, dia justru berbalik dan melanjutkan langkahnuya untuk pergi dari rumah sakit. Dia tidak sanggup melihat seorang perempuan duduk di sebelah Devan dan menangisinya. Hati Anyelir sakit luar biasa.

Baik Anyelir maupun Nayla sama-sama berusaha menghargai satu sama lain, tetapi tidak bisa menghargai perasaan sendiri. Anyelir yang masih mencintai Devan, bertahun-tahun dia melalui banyak hal tanpa Devan. Sementara Nayla, dia perempuan baik dengan hati yang diberikannya pada Devan.

Ketika Tuhan menjatuhkan takdir Devan pada salah satunya, maka yang satunya harus terima untuk pergi. Tapi, siapa yang tahu dengan takdir? Anyelir, Nayla dan Devan dipermainkan berkali-kali dengan perasaan yang kata orang anugrah, justru terasa seperti neraka bagia ketiganya.

Nye! Pertimbangkan baik-baik, ke Paris dan bekerja dengan perancang busana terkenal itu kesempatan langka.

Ingatan Anyelir membawanya pada beberapa hari yang lalu. Saat seorang teman lama menawarkan Anyelir sebuah pekerjaan yang luar biasa di Paris. Dia pernah tinggal dan memulai karirnya di sana, seharusnya tidak butuh waktu lama untuk Anyelir berpikir.

Sayangnya, Anyelir kini sudah bertemu dengan Devan. Dia tidak bisa lagi mengabaikan Devan seperti dahulu. Pura-pura baik-baik saja, tidak terjadi apa-apa dan tidak mencintai Devan. Kenyataannya, Anyelir justru menderita. Di balik senyumnya hanya ada perih yang luar biasa.

∞∞∞

Nggak kuat aku nulis cerita ini. Sedih mulu!
Untung aja ini cuma novelet, nggak panjang. Bentar lagi ini tamat lohhh
Ramaikan ya gaes!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top