Bab 8

Playlist : Perih - Senja

"Maaf Dev, aku mau kamu jauhin aku. Anggap saja kita nggak saling kenal." Anyelir berkata demikian setelah mobil Devan berhenti di depan butiknya.

"Maksud kamu apa?" Devan mencekal tangan Anyelir yang akan turun dari mobilnya.

Anyelir menatap Devan dengan sorot mata yang tegas. "Aku bukan Alir yang dulu lagi. Aku nggak bisa sama-sama kamu Dev!" tutur Anyelir yang sebisa mungkin untuk tidak menangis. Dia sudah menghancurkan hatinya dan juga Devan.

Sorot mata Devan jelas terlihat terluka dengan penolakan Anyelir. Dia tidak berpikir bahwa Anyelir akan terus mendorong jauh dirinya. Devan tidak bisa terima hal itu, dia tidak ingin kembali kehilangan Anyelir.

"Sadar Dev! Kamu itu calon suami orang, kamu nggak bisa permainkan perasaan Nayla dan aku," jelas Anyelir yang berusaha melepaskan tangannya dari genggaman tangan Devan. "Ingat Dev, aku bukanlah Anyelir yang dulu. Anyelir yang menyenangkan, Anyelir yang kamu cintai. Sekarang, aku sudah berbeda," lanjut Anyelir setelah dia berhasil melepaskan tangannya dari Devan.

Anyelir turun dari mobil Devan tanpa menoleh. Sementara Devan, dia hanya bisa memandang Anyelir dengan perasaan bersalah. Dia terlalu bodoh, terlalu banyak berpikir dan justru menyakiti banyak orang.

"Argh!" Devan memukul setir mobilnya kesal. Dia merasa sangat-sangat kesal pada dirinya sendiri. Dia ingin melepaskan Nayla dan bersama Anyelir. Tapi, bagaimana dia mengatakan pada keluarganya? Devan sudah merusak nama baik Nayla.

Anyelir berjalan cepat menuju toilet. Dia menangis di dalam toilet yang dikunci rapat. Menumpahkan semua perasaan yang selama ini dia pendam. Kecewa, marah dan sedih semua bercampur menjadi satu.

Anyelir terduduk di atas toilet yang tertutup, dia menangkupkan wajahnya pada kedua tangannya. Menangis pilu dengan takdir yang mempermainkan dirinya, Devan dan juga Nayla. Tidak pernah terbayang oleh Anyelir dia akan bertemu Devan kembali, terlebih pada situasi seperti ini.

∞∞∞

Devan datang ke rumah Gilang, dia membawakan beberapa macam mainan untuk Arlo. Di sana, ada Nayla yang sedang membantu Wenny menjaga Arlo. Masih dengan pakaian kerjanya dan sehabis bimbingan skripsi, Nayla langsung menuju rumah Gilang.

"Ayo Arlo! Kita main di kamar," ajak Nayla saat melihat Devan datang. Nayla tidak ingin bertemu Devan sekarang, dia masih berusaha menata kembali hatinya yang sudah hancur.

Devan hanya bisa menatap kepergian Nayla dalam diam. Dia kemudian duduk bergabung bersama Wenny dan Gilang. Devan menarik napasnya, dia harus membicarakan ini pada kedua kakaknya itu.

"Gue rasa ... gue nggak bisa menikahi Nayla," kata Devan pelan. Devan memperhatikan raut wajah Wenny dan Gilang.

"Alir?" tebak Gilang dan Wenny menghela napasnya.

Wenny sudah curiga sejak Nayla menangis di pelukannya. Dia yakin, Nayla pasti sedang menghadapi sesuatu yang menyesakkan.

"Gue sudah menemukan Alir, gue nggak bisa ninggalin dia. Gue ...."

"Stop Dev!" Wenny menghentikan ucapan Devan saat melihat Arlo berlari ke arahnya. Di belakang Arlo ada Nayla yang sepertinya mendengar perbincangan mereka.

Devan menatap Nayla yang terdiam berdiri, dia tidak ingin menyakiti Nayla. Sayangnya, dia tidak punya pilihan lain.

"Jika kita bersama, tapi salah satunya tersakiti. Apa semuanya akan baik-baik saja?" tanya Devan pada Nayla.

Jawabannya, Nayla sudah tahu pasti. Devan ingin dirinya menyetujui hipotesis pria itu. Maka, pernikahan mereka akan batal karena keputusan bersama.

"Devan benar Kak Wen. Lagi pula, Devan nggak perlu bertanggung jawab apa-apa. Semuanya hanya kesalah pahaman saja," sahut Nayla yang berkata dengan hati yang tercabik-cabik.

Wenny bangun dari duduknya, dia menghampiri Nayla dan berkata, "Nayla, kamu mau pindah kontrakan saja?"

Nayla merasa tawaran Wenny ada benarnya. Dia tidak bisa tinggal di lingkungan yang sekarang. Dia lebih sering mampir ke rumah Gilang karena tidak tahan menjadi gosip di lingkungan kontrakannya. Bahkan, Bu RT tadi pagi sempat bertanya kapan Nayla akan menikah dengan Devan.

Devan berdiri dari duduknya, dia melihat sendiri tatapan mata Nayla yang menyiratkan banyak kesakitan. Gilang merasa dia harus menengahi keduanya.

"Duduk dulu kalian. Nayla, kamu pikirkan baik-baik dan Devan ..." Gilang menggelengkan kepalanya melihat kelakuan adiknya itu. "Begini saja, Nayla akan Mas bantu untuk cari kontrakan sekitar kampus. Sementara ini kamu fokus pada skripsi kamu dulu saja," saran Gilang pada Nayla yang mengangguk pelan.

Salutnya Gilang dan Wenny pada Nayla adalah, perempuan itu terlihat tegar dan lapang dada. Menerima saja pernikahannya dibatalkan secara sepihak oleh Devan. Sementara Devan, dia bingung harus merasa bagaimana. Di satu sisi Devan merasa tidak tega pada Nayla, di sisi lain dia merasa bebannya mulai terangkat.

∞∞∞

Devan mendatangi butik Anyelir. Seminggu berlalu semenjak penolakan Anyelir, dia tidak pernah menyerah untuk mencoba bertemu perempuan itu. Sayangnya, Anyelir selalu tidak pernah ada di butik, atau pun menggubris panggilan dari Devan.

"Lir!" Devan memanggil Anyelir yang berusaha menghindar. Devan mengejar Anyelir yang kembali ke ruang kerjanya. Dia tidak akan begitu saja melepaskan Anyelir. "Lir dengarkan aku!" tutur Devan yang berhasil menyusul Anyelir, dia menghalangi jalan Anyelir.

"Apa lagi Dev?"

"Aku dan Nayla batal menikah," ujar Devan pada Anyelir. Dia menggenggam tangan Anyelir, seolah-olah memohon pada perempuan itu untuk berubah pikiran.

Anyelir menarik tangannya yang ada dalam genggaman tangan Devan. Dia menatap Devan dengan senyum tipis, kepalanya menggeleng pelan. "Maaf Dev, hubungan kita sudah kadaluarsa. Semuanya sudah berlalu lama," kata Anyelir.

Devan terdiam, dia kembali mendapatkan penolakan dari Anyelir. Dia tidak tahu apa yang disembunyikan Anyelir darinya. Apa yang membuat Anyelir mendorongnya menjauh selama berkali-kali.

"Kenapa?" tanya Devan saat Anyelir melewatinya.

"Karena aku sudah pernah menikah, aku sudah menghianatimu Dev," sahut Anyelir pelan, langkah kaki perempuan itu terus menjauh, meninggalkan Devan yang bergeming di tempatnya.

Sebuah kenyataan yang menyakitkan dilontarkan Anyelir pada Devan. Seolah-olah bom sudah diledakkan di hadapan Devan. Rasa sakit yang Devan rasakan, mungkin sebanding dengan apa yang dia berikan pada Nayla.

∞∞∞

Kak Wenny : Nay, Devan kecelakaan. Sekarang ada di RS Medika Sejahtera

Jantung Nayla berdebar kencang saat membaca chat masuk dari Wenny. Tangannya yang sedang memegang ponsel bergetar. Nayla yang sedang menunggu waktu bimbingan di depan ruang dosen langsung pergi dari sana.

"Semoga Devan baik-baik saja," gumam Nayla yang sedang mencari taksi. Dia berulang kali mencoba menghubungi Wenny, tetapi tidak ada tanggapan.

"Taksi!" Nayla berteriak pada taksi yang lewat dan ternyata tidak ada penumpang. Lekas Nayla masuk ke dalam taksi, dia menyebutkan tujuan rumah sakit yang diinfokan Wenny tadi.

Nayla ingat, dia masih menyimpan nomor Anyelir. Dia menghubungi Anyelir, setidaknya Nayla harus memastikan bahwa Anyelir tahu mengenai hal ini. Berkali-kali Nayla menghubungi Anyelir, tidak ada tanggapan.

Nayla : Mbak Anye, Mas Devan mengalami kecelakaan. Sekarang berada di RS Medika Sejahtera

∞∞∞

Mampus dah si Devan kecelakaan. Kesel banget aku sama itu laki satu._.
Yuk, ramaikan guys!


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top